Desember 19, 2007

susah ya........

Pulang kursus pengembangan pribadi di abhiseka training center. Saya memang sedang ikut kursus sejak akhir november ini. Bukan apa-apa. saya merasa pribadi saya benar-benar tidak menarik dan tidak berkembang. Saya pikir pasti akan sangat menyenangkan ikut kursus seperti itu. eh, siapa tahu saya bisa makin lebih baik. hehe
Atas rekomendasi Pak Riko (seseorang yang saya kagumi, tapi kadang saya ingin membunuhnya ), sayapun ikut kursus itu. mahal, sih, saya harus mengeluarkan 800 ratu ribu untuk 3 bulan pelatihan. Pertama kali datang ke kursus itu, saya sudah merasa tidak cocok dengan semua teman saya. Yang pertama, karena mereka kaya (saya memang membenci orang kaya, kecuali jika mereka menjadi konsumen saya, hehe). Yang kedua mereka tampaknya sudah memiliki kepribadian yang baik. dan yang terakhir, saya merasa sayalah yang paling miskin dan berkepribadian paling buruk di banding mereka. Tapi saya tahu, saya kan memang ingin jadi orang yang berkepribadian menarik, jadi ya, saya harus tahan dengan semua ketidaknyamanan ini.
Tetapi setelah beberapa kali kursus, lama2 saya makin nyaman dengan semua teman2 saya, ternyata enggak semua orang kaya itu brengsek. Dan yang pasti, saya sudah bertanya pada mereka, dan mereka sudah memastikan bahwa mereka tidak membuang sampah dari jendela mobil mereka. Pertanyaan aneh, ya,tapi saya percaya, kok, hanya orang brengsek yang membuang sampah dari mobil mereka ke jalan. istilahnya, mereka mampu membeli mobil,tapi tidak mau membeli moral, istilah pak Rikonya, pertumbuhan otak mereka lebih lambat daripada pertumbuhan uangnya. Jadi dengan alsan itulah, saya yakin mereka semua bukan orang brengsek.
Kursus hari pertama, saya diajari tentang kepribadian oleh seorang psikolog sekaligus dosen UGM, ibu Aisyah Indati. Pertama kali di ajar, saya langsung mikir gini, wah, pantes aja anak UGM pinter2, dosennya nyenengin gini. Duh...., jadi pengen kuliah di UGM, tapi pasti saya ga kuat untuk bayar2 disana. Kan hanya anak orang kaya yang mampu kuliah disana. Ibu ini membawakan materinya dengan sangat menyenangkan. Semuanya masuk ke otak dengan baik (tapi jangan tanya prakteknya, hehe). Saya diajari tentang kepribadian dan tetek bengeknya. sangat menyenangkan.
Kursus hari kedua, saya belajar ekspresi suara, di ajar oleh ibu Marta Sasongko, seorang presenter, mc, penyiar radio dan penyiar TV. Menyenangkan juga. Saya diajari cara berbicara dengan intonasi, artikulasi, speed dan cara yang bagus. Jadi ketahuan, betapa buruknya ngomong di hadapan orang-orang. Susah banget. Apalagi latihannya saya harus membaca 1 kalimat panjang dengan satu tarikan nafas. Susah banget, kan, mengingat betapa tambunnya saya. Akhirnya, saya jadi murid yang paling banyak koreksinya, dari bicara saya yang belibet, keburu-buru, nafas saya yang kurang teratur, dan pikiran saya yang terlalu tegang.
Diakhir sesi. Ibu Marta memutarkan film pendek yang bercerita tentang atlet2 cacat yang ikut olimpiade orang cacat. Saya sampai ikut meneteskan airmata waktu melihatnya. Pesan moral dari film itu adalah, orang-orang yang cacat itu saja bisa menghasilkan prestasai yang bagus, kok, jadi kenapa kita yang normal ini enggak? So, saya pikir, saya memang harus banyak belajar pada orang2 yang ada dibawah kita. Kita tidak bisa terus2an melihat ke atas. Kita harus sering2 melihat ke bawah, supaya kita bersukur dan meniru semangat juangnya (kayaknya nasehatnya paling cocok untuk saya, ya). Begitulah....

Desember 17, 2007

iseng saja

pernah terbayang enggak? kamu pake celana pensil (pensil? begitu teman2 saya bilang, padahal, menurut saya, enggak ada pensil2nya...), kamu jalan kaki melewati jalanan depan kos saya yang asli becek? kebayang g susahnya?
Sepupu saya pernah, jadi waktu itu dia mau main ke rumah (kamar) saya, mau minta diajari akuntansi. Si sepupu saya ini memang seorang yang sangat mengaku aptudet. sore itu Dia memakai celana pensil, kaos ketat se paha, tapi atasnya asli seksi banget, dan sepatu jeri. Padahal sih cuma mau ke kamar kos saya, dan sayangnya Jogja memang hujan terus tiap sore. Jadilah dia kehujanan dan basah kuyup begitu sampai di kos saya. Dan karena depan kos saya masih tanah (saya tinggal di kos2an untuk pedagang2, bukan kos2an mahasiswa...), dan karena celalanya ketat di bawah, sepupu saya ini tidak bisa menggulung celananya, akhirnya celana dan sepatunya yang super kecil itu kotor kena tanah basah.
Dan akhirnya di kamar saya, dia enggak jadi belajar akuntansi sama sekali. malah cuma mengutuk hujan dan tanah becek di depan kamar saya. yah, dia memang sebel, karena itu akhirnya dia jadi pulang tanpa penampilan yang keren lagi...
Saya jadi mikir2.
Si Nana itu (nama sepupu saya), tadinya bener2 mirip saya, Tadinya dia gendut, kriting dan item. Tapi karena ibunya lebih beruntung dari ibu saya, jadi tentunya lebih punya modal untuk mempermak dirinya, si Nana ini jadi lebih cepat bagus ketimbang saya. Dia rebonding satu bulan sekali, masih diet sampai sekarang, dan selalu membeli baju tiap ada model yang baru.
pas saya nanya,
"Na, apa g menyiksa pake celana kayak gitu, lha nanti kalo nemu wc jongkok, kan enggak enak banget eek, dengan posisi celana yang ketat kayak gitu?"
dan jawabnya,
"ya susah, mbak, tapi lha wong semua temenku pake model kayak gini, je..."
Saya hanya menghela nafas saja.
Oh, jadi kalo semua orang pake baju model ini, kamu juga harus pake baju model ini juga, jadi kalo semua orang berambut lurus, kamu juga harus lurus, kalo semua orang kurus kering, kamu juga harus ikutan kurang gizi kayak gitu?. Saya menghela nafas lagi, berapa lama sih, suatu mode itu bertahan, satu tahun? delapan bulan? enam bulan?. Kenapa sih selalu mengikuti apa yang para model pake? yang iklan selalu bicarakan? yang orang2 kenakan?. kalo memang oke, dan enggak menyiksa, dan enggak menghabiskan uang banyak sih oke. Lha kalo ternyata bener2 enggak nyaman di tubuh, kok ya masih dipake juga....
ah, whatever saja. orang memang punya hak untuk mementukan pakaiannya sendiri, memilih gaya rambutnya sendiri, dan memilih gaya hidupnya sendiri.
Mungkin hanya karena saya tidak bisa mengikuti gaya hidup mereka saja, saya jadi sok peduli dan sok mengkritik begini. Saya kan memang belum pernah kaya.....
Tapi kok ya tega mereka yang setia- mengikuti -apa- yang- mereka- lihat- dan- apa- yang -mode -katakan, ini menghabiskan berpuluh2 ribu bahkan beratus-ratus ribu hanya mengikuti apa yang kata orang mode? sementara saudara-saudaranya ada yang masih bahkan untuk membeli seragam sekolah untuk ganti saja tidak bisa, membeli buku cetak pelajaran juga tidak bisa, bahkan jajan di kantinpun tidak mampu karena memang tidak punya sangu.
uhuh
Saya kadang kalo pas menyenangi sesuatu juga enggak inget. Tapi saya selalu mencoba hanya membeli barang yang benar2 saya butuhkan, bukan barang yang orang lain pake. semoga saya konsisten
hihi
Seperti tekad saya, saya tidak masuk ke mall, kecuali saya diharuskan masuk kesana. hehe
Jadi ideais memang susah. Karena sekarang banyak sekali fasilitas umum yang pindah tempat di mall, seperti bayar telpon dan listrik. Tetaaapi untuk urusan membeli barang2 kebutuhan sehari-hari, saya lebih mengandalkan warung sebelah kos dan mbok2 di pasar talok, daripada di carrefour, hero atau diamond. coba, kalo uangmu hanya segitu, dan kamu disuruh membeli sayuran pada embok2 dipasar, yang kamu tau dia brangkat naik sepeda ke pasar, atau membeli di rak sayuran supermarket, yang pemiliknya adalah pemilik banyak jaringan super market di Indonesia, kamu akan pilih yang mana?
kalo saya sih, pilih si embok, yang jelas2 lebih membutuhkan.

Tapi entahlah, sekali lagi, saya kan belum pernah kaya, jadi wajar kalo saya jadi sinis gini........

Desember 06, 2007

cerpen (cerita untuk orang pendek)


Seperti lilin
Oleh: meika

Ia mencintai seperti lilin, sampai-sampai Ia mengorbankan dirinya sendiri untuk cintanya itu. Lihat, ia meleleh, mencair, hingga menjadi cairan putih yang membeku, supaya ruangan disekelilingnya terang. Dan Ia melakukannya dengan senang hati.

“Nah, pas aku sudah mau duduk di kursiku, tiba-tiba gubrak, aku terjatuh dari kursiku, dan akhirnya aku nyungsep dengan sukses di bawah meja, hehe”
Ia bercerita sambil tertawa, menampilkan gigi putihnya yang tersusun rapi. Tubuhnya ikut bergoyang seirama tawanya. Aku hanya memandangnya dengan takjub, melihatnya tertawa seperti ini memang hal yang istimewa, meskipun Ia tertawa, bercanda dan tersenyum setiap saat. Tapi sungguh, setiap tawanya menggetarkan hatiku, meruntuhkan setiap kekesalan hati, keputusasaan, kesedihan, dan kepenatan hari2ku.
Dia adalah Nay, Gadis manis yang sudah lama sekali menjadi teman sekelasku. Sejak SMP, SMA, kuliah, Ia selalu menjadi temanku. Bahkan sampai aku tidak kuliah, sampai semua teman bosan menjengukku, ia tidak pernah lelah. Ia selalu menemaniku.
“Nay, kalo kamu repot, dan setiap hari kamu terlambat di kampus, Kamu tidak perlu kesini setiap hari. Aku gak mau kamu terlambat setiap hari.” Kataku sambil memulaskan cat warna krem di pipi lukisan gadisku.
Nay melemparkan rambut panjangnya kesamping sambil tertawa.
“Santai saja, Yan, aku kan mahasiswa terpandai di kampus, Kalo Pak Dosen memberiku nilai C untuk mata kuliahnya, aku pasti tuntut dia sampai pengadilan negeri. Hahaha.”
Dan Ia tersenyum lagi.
Aku hanya mengangkat bahuku. Selain cantik, Ia memang seseorang yang teguh hati, Ia tidak suka dilarang dan di tentang-tentang.
“ Yan, lukisannya sudah jadi belum? Aku capek nih. “
“ Tunggu dulu. Aku hanya tinggal memberi warna pada rambutmu.”
Kami memang sedang melukis. Atau tepatnya, aku melukis, dan Nay yang menjadi modelnya. Kami sedang ada di halaman belakang rumahku, melukis sambil menanti matahari tenggelam. Kami sering sekali menghabiskan hari-hari berdua seperti ini. Kadang Nay menemaniku melukis, kadang aku yang menemani Nay belajar.
Hari ini Nay mengenakan Blus tanpa lengan berwarna biru muda dan Rok panjang warna biru tua. Ia memang sangat menyukai warna biru. Katanya warna biru selalu mengingatkannya pada benda yang besar, seperti laut dan langit. Katanya ia ingin memiliki hati yang seluas langit dan lautan. Luas, dan tanpa batas. Sehingga Ia selalu mempunyai maaf tanpa batas. Sabar tanpa batas, dan kerelaan hati yang tanpa batas pula. Begitulah filosofi biru menurutnya. Kadang aku belajar banyak padanya.
Aku memutar kursi rodaku, meletakkan paletku pada meja kecil di sampingku.
“Nay, dah selesai tuh “ Kataku padanya.
Mata Nay berbinar dan Ia segera menghampiri kanvas tempat melukisku, yang sekarang sudah tampak sesosok gambar gadis manis disana. Ya, gambar itu memang menggambarkan sosok Nay, Gadis dengan senyum jenaka, kulit sawo matang, rambut panjang lurus yang tertiup angin, serta tatapan mata yang bersemangat dan penuh energi.
“Wah, bagus banget. Masak sih, Yan, aku secantik ini? Perasaan aku lebih cantik, deh.” Katanya bercanda.
“Sudahlah, jangan narsis. Itu saja sudah aku lebih-lebihkan. Aslinya kamu enggak secantik itu. “ jawabku sambil mengelap tanganku yang sudah kucuci, pada lap bersih yang dibawa nay dari dapur rumahku.
“ Wah, kamu tuh, jangan bohong dong. “ Kata Nay sambil mendorong Kursi rodaku.
Ya, kursi roda, Sudah 3 tahun ini aku berteman dengannya. Sejak kecelakaan di batas kota. Tadinya aku memang membencinya, tapi lama-lama aku menjadi sahabat kursi roda ini. Bahkan aku bersukur ada orang yang menemukan kursi roda ini. Jika tidak, bagaimana caraku mengenal dunia setelah aku kehilangan sebelah kakiku?
Aku masih ingat hari itu. Hari saat masih ada Alisa di sampingku. Saat aku masih jadi anak baru di kampus. Anak baru yang populer. Bahkan bisa dibilang pangeran kampus. Hari itu aku hendak mengantar Alisa pergi ke sebuah butik baru yang ada di luar kota. Alisa memang menobatkan dirinya sebagai trensetter. Ia harus jadi yang pertama. Dia harus memiliki baju model ini yang pertama. Atau sepatu ini yang pertama. Atau tas ini yang pertama. Kadang ia menyebalkan. Tapi sebagai gadis paling cantik di kampus, Dia memang pantas diperebutkan. Dan tentunya, akan sangat terhormat bila bisa memilikinya. Begitu juga denganku
Tapi mungkin memilikinya tidak membuatku beruntung. Hari itu kami begitu tergesa. Alisa tidak ingin terlambat sampai di butik itu. Hingga akupun ngebut. Akhirnya mobil yang kukendarai dengan alisa menabrak pohon besar di pinggir jalan. Aku hendak menghindari sebuah truk, tetapi malah kami sendiri yang tergelincir. Kami selamat. Alisa tidak kekurangan suatu apa. Tapi kakiku luka dan harus diamputasi. Dua-duanya.
Saat itu sepertinya hidupku sudah berakhir. Karirku sebagai pangeran kampus lenyap sudah. Alisa sudah bukan miliku lagi. Ia tidak mau jadi pacar cowok cacat sepertiku. Teman-teman meninggalkanku. Mulanya memang mereka semua rajin menjengukku. Tapi siapa yang tahan Berbincang dengan orang yang tak punya masa depan sepertiku?
Hingga hanya Nay yang tersisa. Ia yang matanya selalu sembab setiap kali aku marah pada semua takdirku. Ia yang selalu menangis kala aku kesakitan. Ia membantuku naik ke kusi roda. Menurukanku dari kursi roda. Mengajakku kemana-mana. Sehingga aku tidak seperti orang cacat lagi. Ia memperlakukanku seperti manusia normal. Ia memarahiku kala aku salah. Mencandaiku kala aku sedih, dan melakukan apapun yang kiranya aku tidak bisa lakukan sendiri. Dan yang pasti ia menemaniku. Tidak meninggalkanku kala semua orang enggan berteman denganku.
“Nay, habis lulus kamu mau kemana?” tanyaku pada Nay, Ia mendorongku keluar dari halaman belakang.
Ia tidak menjawab. Ia berjalan mendahuluiku untuk membuka pintu pagar. Dan kembali mendorong kursi rodaku. Langkanya riang.
“ Aku nggak akan pergi-pergi. Aku mau menemani Yan saja. Nanti biar aku mengajar di kampus kita. Biar aku gak jauh-jauh dari Yan.” Jawabnya
“Nay, kamu enggak bisa begitu. Kamu gadis cerdas. Pergilah ke jakarta, atau ke luar negeri, kamu harus berkembang. Tidak hanya terus2an di kota kecil ini.”
“Yan…” Ia berhenti. Memetik sebuah bunga yang tumbuh di trotoar
“ Apa sih yang kita cari dari kehidupan ini?” Tanyanya
Aku menggeleng.
“Kalo aku, Yan, aku hanya ingin hidup bahagia saja. Dan aku paling merasa bahagia bila aku bisa membantu orang lain.”
Aku jadi terdiam. Ingat akan celoteh2nya, cerita-ceritanya, dan semangat hidupnya yang Ia tularkan padaku. Nay tidak pernah marah bila aku tidak menghabiskan buburku. Ia hanya akan bercerita, bahwa ketika kecil dulu, Ayam-ayamnya sering mati kalo ia tidak menghabiskan makannya. Dan akupun tertawa, kemudian nafsu makan datang lagi.
Dulu pada saat aku hancur. Nay mendatangi Alisa. Memintanya datang menjengukku. Tapi Alisa menolak. Ia hanya menelponku. Mengatakan bahwa aku tak perlu lagi menyuruh Nay untuk memintanya datang. Karena pacar barunya pasti akan marah. Waktu itu aku marah sekali pada Nay. Aku malu sekali. Aku tak mau mengajak Nay bicara. Tapi Nay terus datang. Berkali-kali minta maaf dan Ia berkata, bahwa ia tidak ingin melihatku bersedih. Ia benci melihat airmataku.
“Nay, kalo kamu terus terusan membantuku, kapan kamu akan membantu dirimu sendiri? Kapan kamu punya pacar, menikah dan punya anak? Yang ada juga cowok2 akan memandangmu aneh, karena kamu sering pergi dengan orang tanpa kaki.” Aku berkata padanya. Sambil memandang orang-orang normal yang berjalan dengan orang normal juga.
Nay mendorong kursi rodaku melewati deretan bunga-bunga mawar.
“Aku enggak Harus pacaran, menikah dan punya anak. Gak ada yang mengharuskan aku begitu. Aku senang begini. Aku hanya melakukan hal yang ingin kau lakukan. Bukan yang orang kebanyakan lakukan. Mungkin, aku akan menikah, tapi jika Yan sudah menikah.”
Nay memang seperti itu. Saat aku benci sekali dengan keadaanku yang seperti ini, nay malah berkata bahwa aku seharusnya bersukur. Aku disuruh melihatnya berjalan bolak balik sampai ia kecapean. Setelah itu ia mendorongku bolak balik dengan rute yang sama seperti yang ia tempuh. Aku menyuruhnya berhenti karean nafasnya sudah ngosngosan. Setalah itu Ia bertanya, apakah aku capek. Tentu saja kujawab tidak. Aku kan hanya duduk di kursi. Lalu ia berkata, bahwa itulah enaknya orang yang naik kursi roda. Tidak pernah capek. Tentu saja aku tertawa mendengarnya.
“Tapi bagaimana jika aku enggak nikah, Nay? Apa kamu juga enggak akan nikah?” Tanyaku.
Nay berhenti berjalan. Ia memutari kursi rodaku. Kini Ia ada dihadapanku. Ia membungkuk dihadapnku.
“Tidak. Aku enggak akan menikah. Kecuali….” Dan Bola matanya berputar
“Kecuali apa?” Tanyaku
“Kecuali Yan mau menikah denganku”
Kami memang tidak pernah berkomitmen. Sejak kami jadi teman sekelas, sampai saat ini. Nay tidak pernah mengatakan apapun padaku. Dia hanya memberiku perhatian, kasih sayang dan ketulusan. Tapi Ia tidak pernah meminta apapun. Aku pernah berpikiran untuk menjadikannya kekasihku. Tapi waktu itu keadaanku sudah buntung. Sesayang-sayangnya aku pada Nay, aku tidak akan pernah mengikatkan dirinya pada orang cacat sepertiku. Tapi bila keadaanya begini?
“Nay, itu enggak mungkin. Kamu normal, sehat, cerdas dan terpelajar. Mau jadi apa bila kamu menikah denganku. Aku kan Cuma orang cacat. Paling yang aku bisa hanya melukis. Tidak bagus pula.”
Nay berlutut di hadapanku. Ia memegang ke dua tanganku
“Aku senang menjadi nyonya Yan, dan bagiku, Yan itu orang normal, makan nasi, bagai baju, punya hidung dan mulut. Memangnya bagi Yan, Nay ini enggak pantas jadi istri Yan? Apa semua yang Nay lakukan kurang bagi Yan? Maaf, Yan, hanya itu yang bisa Nay lakukan. Nay enggak punya apa-apa. Nay hanya punya cinta. Nay juga bukan lilin, yang menyinari ruangan tanpa meminta balasan apa-apa, bahkan sampai mengorbankan tubuhnya sendiri. Nay hanya manusia. Kadang Nay juga capek, tapi Nay meminta balasan. Dan Nay cuma ingin balasan yang berupa kebahagiaan. Nay bahagia jika bersama Yan.”
Ia menatapku, mata tajam itu tampak berkaca-kaca. Bagiku ia adalah lilin. Mungkin lilin yang berwarna biru. Ia mengorbankan dirinya sendiri. Seharusnya ia bahagia, hidup dengan manusia normal lainnya. Punya karier dan kehidupan yang bagus. Dan bayangan itu dimataku adalah bukan aku disampingnya. Tapi jika ia telah memasrahkan kebahagiaanya padaku?
Genggaman tangan Nay semakin erat. Dan aku membalas genggaman itu dengan lebih erat…..

Catatan: Waktu akan membuat cerpen ini, ide saya adalah gambar lilin di blognya ratih, tapi pas cerpennya selesai, dan saya membacanya 2 kali, Saya jadi inget cerita yang dituturkan asma nadia, yang berjudul cinta lelaki biasa. Mirip ya? Tapi saya g nyontek, pas bikin kepikiran pun tidak.

Desember 04, 2007


berbicara dan meludah harus dibedakan,

berbicara melewati hati dan intelektual,

meludah hanya dari mulut

Tukang Bakpao

Hari Sabtu, siang hari

Saya baru saja pulang dari Bandar Udara Adi Sucipto, Jogja, ikut juragan saya menyampaikan surat penawaran perawatan marmer dan parquet. Saya pulang lewat jalan solo. Lurus terus sampai jembatan layang janti. Disana kebetulan lampu merah, jadi saya berhenti, saya ada di urutan belakang waktu itu. Di depan saya banyak mobil dan motor yang berhenti menunggu giliran. di sebelah kiri juga ada seorang pengemis tua yang sedang meminta-minta. diantara banyak motor dan mobil itu, ada juga seorang pedagang bakpao yang mengendarai sepeda tuanya, seperti si pedagang itu juga sama tuanya dengan sepedanya. Ia juga ikut ngantri menunggu lampu menjadi hijau lagi.
Gak sampai setengah menit saya menunggu, lampu sudah menjadi hijau lagi. Semua kendaraan segera bergerak maju melanjutakan perjalanannya. Semua melewati si pengemis dengan cueknya. semuanya bergerak dengan cepat. Sampai si pedagang bakpao tiba di depan si pengemis. Dan iapun memberikan uang seribunya pada si pengemis. Saya kaget. Tapi buru2 saya mendahului pedagang bakpau itu.
Setelah jaraknya saya pandang pas, saya meminta Bapak tukang Bakpau itu berhenti, sayapun membeli bakpaunya, lumayan untuk makan siang, saya juga sedang berhemat akhir2 ini. Saya mengajaknya ngobrol sebentar. Suparman nama bapak itu. Rumahnya ada di pingit, atau jalan kyai Mojo, dekat jalan godean. Ia berangkat dari pukul jamm 9 pagi. Dan ini Ia hendak pulang. Bakpaunya tinggal sedikit. Hari ini lumayan laris katanya. Ia punya 5 orang anak. semuanya sudah menikah, dan tinggal dengan suami dan istri masing2. Ia sudah berjualan Bakpau sejak 20 tahun yang lalu. Ia sudah muter2 keliling Jogja. Dan Ia senang menjalani pekerjaannya. Begitulah pembicaraan saya dengan Pak Suparman.
Yang membuat saya heran, kok ya dia peduli banget ya dengan seorang pengemis yang meminta2 di jalan itu. Padahal, banyak orang yang g peduli. Bahkan apriori dengan mereka. Tapi Pak Parman ini malah dengan tulus hati memberikan 1000nya pada si pengemis. Ia pasti tulus. Kalo tidak, untuk apa Ia yang sedang enak2 naik sepcda turun dan memberikan uang nya?. Wong yang tinggal buka jendela dan melemparkan 100 annya aja males. Padahal kan penghasilannya kan g banyak. pasti lebih banyak orang2 yang pake mobil itu ya?. Kadang mereka memang mampu beli mobil. Tapi mungkin mereka enggak mampu beli hati.
hmmmm
Memang sekarang dunia ini terbolak-balik ya, yang gampang cari uang malah pelit. Eh, yang uangnya terbatas malah dengan senang hati menyumbang. Saya jadi sadar, saya juga sering sekali berpelit-peliti ria. bahkan saya sering sebel dengan para pengemis di pinggir jalan. Mungkin saya bisa belajar dari pak parman. bahwa hidup itu g perlu banyak2 berpikiran buruk. Kalo pengen beri ya beri aja. Karena kalo pikiran kita cukup sampai disini. pasti kita iklas. Tapi......, kadang2 kan......
Whatever......
Saya cuma ingin menceritakan tentang tukang bakpau yang baik ini. Yang belum tentu bila kita ada di posisinya kita akan melakukan hal yang sama.


untuk pak Parman, smoga laris ya, pak Bakpau, ya, kemarin Bakpau isi ayamnya mak nyussss, uenak tenan

Desember 01, 2007

(prosa) menggebuk hari

Lelah rasanya,
menggebuk hari, berjuang meraih mimpi
setiap lembaran terbuka
dan kita tak pernah tau apa yang tertulis disana
rasanya ingin berhenti,
duduk
atau berbaring
berharap semua mimipi akan menjadi kenyataan di esok hari
tanpa ada keringat
ada air mata...

seandainya semua orang tak perlu bekerja
dan semua kebutuhan terpenuhi
seandainya tak ada benda bernama uang
seandainya masa depan bisa dilihat hari ini

ketika kaki memanas
ketika ubun2 rasanya mau pecah
ketika tangan terasa terbakar
dan keringat membanjir

hmmmmp
rasanya ingin berteriak
marah pada semua orang
pada semua kenyataan

tapi ketika
suatu saat aku bertemu dengan
orang yang lebih susah dari akku
rasanya seperti ada hawa sesak yang mendesak di hati

rasanya seperti ada palu yang memukul kepalaku
rasanya seperti ada yang mengetuk2 hati

dan tiba2 penyesalan berkelebat dalam relung hati
aku kurang bersyukur
tidak pernah berterima kasih pada apa yang telah aku dapat
selalu merasa kurang
tidak peduli pada orang lain
seperti ada raksasa bernama kesombongan yang menutupi bayang2 ku

Dan tak tersa air mataku turun satu tersatu
ingat pada pulsa yang kuhabiskan dengan percuma
ketika orang lain kesulitan mencari makan
Ingat pada sumpah serapahku pada panasnya matahari
padahal ada orang lain yang berjalan kaki di tengah panas
Ingat pada rasa iriku pada orang2 berdasi
padahal banyak orang yang tidak bisa bekerja
Ingat pada keluhanku pada capeknya tanganku
Padahal ada orang yang tak punya tangan
Ingat betapa aku sering marah pada mataku yang sipit
padahal banyak oran gyang tak bisa melihat

Aku tiba2 ingin bersujud
Alhamdulillah
aku mengucapkannya tulus dalam sujudku
berterima kasih atas karunia yang tak henti aku terima

mungkin aku tak bisa melakukan banyak hal besar untuk orang2 disekitarku
tapi mungkin aku bisa tersenyum pada semua orang
mungkin aku bisa menyapa semua orang
mungkin bisa menceritakan kisah lucu pada setiap anak kecil

Hal2 kecil yang tak pernah terlintas sebelumnya
hal2 kecil yang tak pernah kulakukan
karena aku terlalu sibuk memikirkan kekuranganku

Alhamdulillah
seperti ada hawa sejuk yang memenuhi hati
sepertinnya sendi2 mulai lemas setelah tegak berdiri

Aku hanya ingin bahagia
dan aku paling mersa bahagia
bila melihat orang lain bahagia......


Have a nice day.......................

artikel

Sebelum Kamu Mengeluh..
1. Hari ini sebelum kamu mengatakan kata-kata yang tidak baik,Pikirkan tentang seseorang yang tidak dapat berbicara sama sekali
2. Sebelum kamu mengeluh tentang rasa dari makananmu, Pikirkan tentang seseorang yang tidak punya apapun untuk dimakan.
3. Sebelum anda mengeluh tidak punya apa-apa Pikirkan tentang seseorang yang meminta-minta dijalanan.
4. Sebelum kamu mengeluh bahwa kamu buruk,Pikirkan tentang seseorang yang berada pada tingkat yang terburuk didalam hidupnya. Pikirkan tentang seseorang yang memohon kepada Tuhan untuk diberikan teman hidup
6. Hari ini sebelum kamu mengeluh tentang hidupmu,Pikirkan tentang seseorang yang meninggal terlalu cepat
7. Sebelum kamu mengeluh tentang anak-anakmu,Pikirkan tentang seseorang yang sangat ingin mempunyai anak tetapi dirinya mandul
8. Sebelum kamu mengeluh tentang rumahmu yang kotor karena pembantumu tidak mengerjakan tugasnya,Pikirkan tentang orang-orang yang tinggal dijalanan
9. Sebelum kamu mengeluh tentang jauhnya kamu telah menyetir,Pikirkan tentang seseorang yang menempuh jarak yang sama dengan berjalan
10. Dan disaat kamu lelah dan mengeluh tentang pekerjaanmu,Pikirkan tentang pengangguran,orang-orang cacat yang berharap mereka mempunyai pekerjaan seperti anda.
11. Sebelum kamu menunjukkan jari dan menyalahkan orang lain,Ingatlah bahwa tidak ada seorangpun yang tidak berdosa.
12. Dan ketika kamu sedang bersedih dan hidupmu dalam kesusahan,Tersenyum dan berterima kasihlah kepada Tuhan bahwa kamu masih hidup !
Life is a gift
Live it...
Enjoy it...
Celebrate it...
And fulfill it.
13. Cintai orang lain dengan perkataan dan perbuatanmu
14. Cinta diciptakan tidak untuk disimpan atau disembunyikan
15. Anda tidak mencintai seseorang karena dia cantik atau tampan,Mereka cantik/tampan karena anda mencintainya.
email dari teman

Film bagus (kayaknya)

Film Ayat-Ayat Cinta direlease 19 Desember 2007 (Novel Habiburrahman El Shirazy)

GENRE :
Drama Religius Roman/Percintaan
PEMAIN :
Fedi Nuril, Rianti Cartwright, Sazkia Mecca, Melanie Putri, Carrisa Putri, Surya Saputra, Oka Antara
SUTRADARA :
Hanung Bramantyo
PENULIS NASKAH :
Salman Aristo & Ginatri S. Noer dari Novel Karya Habiburrahman El Shirazy
PRODUSER :
Manooj Punjabi
RUMAH PRODUKSI :
MD Pictures
DURASI :
-
KLASIFIKASI PENONTON :
13 Tahun Keatas (13+)
TANGGAL RILIS :
19 Desember 2007
SINOPSIS :
Fahri bin Abdillah (Fedi Nuril) adalah seorang mahasiswa S2 di universitas Al-Azhar Cairo, Mesir. Selama ini perempuan yang dikenal dekat olehnya hanya ibu dan neneknya. Fahri memang sempat naksir seorang perempuan di sekolahnya namun apalah arti cinta monyet yang dipengaruhi oleh hormon testoteron seorang remaja puber?
Menikah. Fahri memang ingin menikah dengan perempuan shalehah agar menyempurnakan setengah agamanya. Namun untuk mencari bidadari itu Fahri belum sempat. Hidup Fahri penuh dengan target. Keluarganya telah mengorbankan nyaris segalanya agar dia bisa mendapatkan pendidikan yang baik. Biaya untuk kuliah di Al-Azhar Mesir didapat dari hasil menjual sawah warisan dari kakeknya. Untuk itu Fahri membuat peta hidup: 2 tahun selesai master, 4 tahun selesai doktor dan 4 tahun selanjutnya menjadi guru besar. Menikah ketika dia menulis tesis magister. Berarti sekitar waktunya semakin dekat...... tapi siapa perempuan beruntung itu?
Ada cerita tentang Maria Girgis (Carissa Putri) seorang Kristen Koptik yang berprilaku amat Islami, senang membaca Al-Quran bahkan hafal surat Maryam dan Al-Maidah. Lalu ada Nurul (Melanie Putri), seorang mahasiswi Indonesia di Al-Azhar juga. Pintar, baik hati, cantik, sibuk menjadi ketua Wihdah namun masih mau mengajar anak-anak membaca Al-Quran, terlebih lagi putri tunggal seorang pengasuh pesantren besar di Jawa Timur. Nurul diam-diam mencintai Fahri. Namun tak pernah punya keberanian untuk mengatakan atau memberi sinyal kepada Fahri.
Kemudian Noura (Sazkia Mecca), tetangga depan flat Fahri, adalah seorang perempuan cantik yang mengalami kekerasan dalam rumahnya oleh ayahnya: Bahadur. Sejak Fahri menolongnya keluar dari rumah itu dengan bantuan Maria dan Nurul, Noura pun jatuh cinta dan mengirimkan surat cinta kepadanya.
Tapi... masih ada lagi.
Fahri mengenal gadis terakhir ini di metro. Fahri menolongnya dari amukan warga Mesir karena gadis bercadar ini tak tega dan memberikan kursinya kepada seorang ibu warga Amerika yang kepanasan. Sedangkan penumpang yang lain menganggap kalau sekarang waktunya mereka memberikan pelajaran bagi turis Amerika itu atas apa yang dilakukan oleh negaranya.
Dan siapakah perempuan itu? Bagaimana dengan perempuan-perempuan lain yang menaruh hati pada Fahri? Bagaimana dengan akhir cerita cinta yang religius ini....???

WEBSITE :http://www.mdpictures.net/index2.htmlREKOMENDASI :
Novel Ayat-Ayat Cinta karya Habiburrahman El Shirazy ini merupakan novel fenomenal. menjadi best seller dan kisahnya menginspirasi banyak remaja muslim. Keputusan MD Pictures untuk mengangkatnya kelayar lebar dan menginterpretasikan cerita dalam novel untuk konsumsi masyarakat umum membuahkan pertanyaan besar yang akan terjawab pada 19 Desember nanti, akankah memuaskan para penonton yang sudah membaca novelnya atau malah gagal menjadi sebuah film adaptasi? dan bagaimana dengan penonton yang belum pernah membaca novelnya, akankah memberikan pengalaman yang berbeda ?

November 28, 2007

semenit saja

kala kulihat banyak orang kelaparan
hatiku trenyuh dan menangis
aku bahkan sudah meneteskan airmata
tapi itu hanya semenit

setelah itu aku lupa
terlena akan mudahnya hidup
terbius oleh nikmatnya dunia
mungkin karena aku belum pernah kelaparan

lalu aku melihat anak kecil berebutan
uang lima ratus yang baru dia temukan
aku terharu lagi
kali ini lebih dahsyat
aku hendak melempar lima ratusku pada merka
tapi itu hanya semenit

setelah itu aku lupa
lampu merah sudah hijau lagi
sebentar lagi aku sampai di mall
aku harus membeli boneka,
lipstik, baju pesta, sepatu baru,
dan lima ratus
untuk membayar parkir

lalu aku menonton televisi
bencana dimana-mana
aku sampai menangis
hidup mereka sungguh menderita
tapi itu hanya semenit

setelah itu aku lupa
temanku menelepon
ayo kediskotik
kita clubbing
bersenang-senang
mumpung masih muda

dan aku tak pernah ingat lagi.....

simbah Kerti

Hari itu saya tidak kerja pagi, tapi ada kewajiban mengambil laundry, jadilah setelah menjalankan kewajiban itu saya pulang. Dijalan, Saya kehabisan bensin, jadi saya membeli bensin di pinggir jalan. Disana, Saya bertemu dengan dua orang nenek, dua-duanya sedang membawa keranjang yang di gendong di punggungnya. Salah satu diantara nenek itu kesakitan kakinya.
Saya jadi inget pada Mbah Simak, simbah saya dikampung. Jadi, Saya berhenti dan menawarkan untuk mengantar si simbah ke puskemas. Tadinya dia menolak, setelah saya desak, akhirnya ia mau juga saya antar ke puskesmas. Si simbah yang satunya pun pulang. Saya antar Simbah itu ke puskesmas, mbah Kerti, nama simbah itu, seorang nenek tua yang kurus dan renta.
Dipuskesmas, Mbah Kerti diobati seperlunya, karena kaki Mbah kerti sebenarnya cuma keseleo, dia memang baru turun dari bus kota. Mungkin dia terburu-buru, jadi jatuh dan kakinya terkilir.
Setelah itu, Saya mengantarnya pulang. Kamu tahu rumahnya? dia ternyata tinggal di sebuah rumah, atau mungkin hanya gubuk kecil dari bambu yang sudah reot sana-reot sini, Ia tinggal sendirian. Di rumah itu hanya ada sebuah dipan bambu, dengan kasur yang menipis, sebuah kursi reot, sebuah meja, dan anglo (alat untuk memasak dengan bahan bakar arang), serta peralatan masak yang sederhana. Saya jadi trenyuh, dia seorang nenek, hidup sendiri, dengan keadaan ekonomi yang memprihatinkan seperti itu.
Oh iya, rumahnya ada di samping selokan mataram, selokan yang terkenal di jogja, tanah diatasnya penuh dengan koskosan mahal, disekelilingnya banyak mahasiswa dengan tingkat intelektual tinggi yang notabene adalah anak2 orang kaya. Dibagian lain banyak pengusaha membuat usaha disitu. Tapi mbah kerti malah menyempil di rumah buruk rupa, tanpa saudara yang menjaganya, dan sekarang kakinya sakit pula...., duh.....
Sayapun duduk di kursi satu-satunya dirumah itu. Mbah Kerti menuangkan air teh dari tekonya yang sudah berwarna coklat. Dan diapun bercerita. Bahwa dia sudah sejak lahir ada di situ, dari jamannya semua tanah adalah sawah, hingga sekarang tak ada sawah sama sekali. Dari dulu ia berjualan buah di pasar kolombo, sampai kemudian banyak orang yang lebih kaya berjualan buah, hingga dia kalah saingan, dan sekarang hanya tinggal menjadi pedagang kembang. Yang hanya laris kalo musim ziarah. Tapi katanya, semua itu cukup untuk menghidupinya hingga saat ini. kayanya gusti Allah itu memang maha adil. manusia itu sudah ada rejekinya sendiri-sendiri. Seberapapun kecilnya rejekinya, akan selalu ada untuk hidup.
Saya jadi makin terharu. Kata-kata itu kok ya keluarnya dari mulut mbah kerti, yang masih memakai anglo, yang hanya tinggal di sebuah rumah kecil. Saya malah jarang mendengarnya dari orang kaya. Yang seharusnya mereka harus lebih banyak bersukur....
Mbah Kerti juga bercerita, bahwa di adulu punya suami, tapi suaminya meninggal di usia muda. Dan Ia tidak dikaruniai seorang anakpun, Jadilah dia menjanda sampai saat ini.
Kasihan, ya, mbah Kerti, seharusnya dia hidup senang, dikelilingi cucu dan anak-anaknya, disebuah rumah besar yang asri, kemana-mana dijemput mobil, bukan naik bus dan jatuh seperti itu.
Setelah sekadar cerita-cerita itu sayapun pulang. Eh, dijalan kok saya malah malu sendiri dengan Mbah kerti. Saya kok rasanya kurang peka dengan sekeliling saya. Saya memang sering lewat jalan itu, tapi kok ya saya nggak tahu, kalo ada seorang nenek yang tinggal di rumah reot itu. Saya juga kok rasanya kurang bersyukur, makan harus pake lauk yang enak, minum harus yang manis, kemana-mana harus pake motor. Padahal mbah kerti makan seadanya, minum air teh tawar, kemana-mana naik bus atau jalan kaki. Kok Saya rasanya rakus sekali....
Apa saya sudah ketularan gaya hidup orang2 kaya, ya? Yang harus tampak elegan dengan segala kecongkaannya, yang selalu kurang dengan apa yagn didapatkannya. Ah, tapi mungkin g semua orang kaya seperti itu, ya. Tapi kok ya mereka kebangetan. Dijalan tadi ada beratus-ratus motor yang lewat sebelum saya, tapi kok ya gak ada yang berhenti. Apa mereka sebegitu sibuknya? sehingga mata mereka hanya memandang ke depan saja?
Ah...., saya tidak tahu. Saya memang tidak pernah bisa merubah siapa-siapa. atau apa-apa. Tapi semoga saya konsisten dengan diri saya sendiri. mungkin ada banyak orang yang peduli, tapi say atidak tahu siapa mereka. Setidaknya, saya berdoa, semoga masih ada yang peduli, tanpa embel2 apapun, tanpa buntut dari LSM mana, dari Organisasi apa, karena embel-embel hati tentu lebih indah.....

untuk mbah kerti: Semoga banyak orang mati, ya, mbah, jadi kembangnya laku.....

jakal, nov 07

November 25, 2007

(cerita) Putri handweni

Wanita itu bernama bu Nah, Ia adalah seorang wanita yang tinggal di kontrakan sempit disamping rumah budheku, di sebuah kampung di kawasan malioboro, jogja. Aku tidak tahu siapa nama lengkapnya, yang jelas semua orang memanggilnya mbak Nah. Ia adalah seorang buruh cuci, buruh asah-asah, buruh kerok, buruh bersih2, dan buruh apa saja yang di suruhkan orang padanya. Ia bukan orang terkenal, ia orang biasa, tetapi ia sangat istimewa, terutama bagiku.
Dulu, waktu Aku masih tinggal di rumah Budhe, aku sering berkunjung kerumah sempitnya, sekadar untuk bercerita tentang apa saja. Dari ceritanyalah aku jadi tahu kisah kehidupannya yang istimewa.
Dahulu, Bu Nah adalah seorang pembantu di sebuah keluarga kaya. Suatu hari, majikan laki-lakinya jatuh cinta padanya. Hingga kemudian Bu Nah hamil, dan ia pun di usir dari rumah keluarga itu, dengan perut besarnya, tanpa ganti rugi apapun atas semua yang dilakukan oleh si majikan laki-lakinnya itu. Dan Bu Nah pun pergi, mengontrak rumah (kamar) sempit di samping rumah budheku.
Waktu itu aku bertanya kepadanya, mengapa Ia tidak menuntut apapun pada si majikannya itu, dan jawabnya
"Kalo Saya itu iklas, mbak ika, lilo dengan semua yang terjadi pada diri saya, wong saya sudah tidak punya siapa-siapa lagi. mau minta perlindungan pada siapa?, ya sudahlah, saya iklas, biar Tuhan yang membalas semuanya..." katanya sambil mengelus dadanya yang sudah menipis itu.
Sejak Ia mengontrak sendiri, majikan laki-lakinya serign menengoknya, dan Bu Nah pun masih setia menerimanya, tanpa amarah sedikitpun. Hingga si majikannya itu memutuskan lari dari rumah istri tuanya, meninggalkan istri dan anak-anaknya, untuk tinggal bersama Bu Nah, akhirnya mereka menikah, dan Bu Nahpunn kembali dikaruniani seorang anak laki-laki.
Sayangnya, pada saat Suami Bu Nah memutuskan untuk bersamanya, Suaminya itu mulai sakit-sakitan, dan tidak mampu mencari nafkah sendiri. Jadilah Bu Nah berkerja untuk menghidupi 4 orang. Dan Bu Nah masih saja iklas.
Sampai kemudian si Suami meninggal, dan ironisnya lagi, jenasah suaminya diminta oleh pihak keluarga, Bu Nah pun tidak boleh mengurus jenasah suaminya. Lagi-lagi Bu Nah pasrah.
Sekarang, bertahun-tahun setelah kejadian itu, Bu nah sekarang masih tinggal dengan kedua anaknya, masih jadi buruh cuci baju dan cuci piring, masih tinggal di kontrkan sempit di samping rumah budheku, Sekarang putra putrinya sudah dewasa, satu diantara mereka masih kuliah. Dan Bu Nah masih tetap baik hati dan ceria...
Dulu, waktu Aku masih kuliah, aku pernah membicarakan nama kelompok makalahku padanya, waktu itu pikiranku enggak jauh-jauh dari trio apa..., gitu, dan Bu Nah memberikan suatu ide padaku
"mbok namanya kelompok putri handweni aja, mbak ika, " katanya
"Maksudnya?" Tanyaku
"Putri handweni itu maksudnya putri yang mempunyai, menpunyai harapan, cita-cita, tekad yang kuat, keinginan yang besar, dan usaha yang gigih. Dan suatu saat akan menjadi putri handweni juga, handweni kekuasaan, harta, kesuksesan, sahabat, dan apapun hasil dari yang dia perjuangkan dahulu..."
Akupun manggut-manggut.
Kupikir, yang putri handweni itu ya Bu Nah sendiri, Ia memiliki rasa iklas, ia memiliki tekad yang kuat, dan ia memiliki usaha yang gigih. Aku harap suatu ketika bu nah akan menjadi putri handweni berikutnya, memiliki harta yang cukup, hari tua yang indah, anak-anak yang baik. Semoga.......

November 21, 2007

(puisi) menggengggam hati

pada sebuah hati
yang aku tak tau
mengapa semua kuserahkan padanya

cinta, tubuh, jiwa
yang aku tau memang salah
dan hari-hari bertumpuk dosa
tak tau kapan berakhir

sebuah hati
yang meninggalkan begitu saja
tanpa cinta, doa, harapan

tapi memang bukan salahnya
semua salahku
yang buta
dan takberpikiran

meski mungkin tak pernah bisa
menggenggamnya,
semoga orang lain yang memilikinya
lebih berbahagia
daripada aku


untuk:hati seorang kawan

November 10, 2007

wisuda sarjana

3 november 2007

Pagi pulang dari kantor, Saya enggak tidur sama sekali, karena takut, kalo saya tidur, maka saya akan susah sekali bangun. Jadi saya juma tidur2 ayam di tempat tidur, sambil menunggu pagi tiba.
jam 6.00 pagi, saya sudah mandi, dan memakai baju baru. sebuah kemeja biru, dengan bawahan rok panjang hitam, dan kerudung hitam. Sambil menunggu ibu dan suami ibu saya datang, saya duduk sambil terkantuk2 di tempat tidur. Akhirnya saya enggak sabar sendiri. jadilah saya naik motor ke stasiun untuk menjemput mereka.
Dengan becak, ibu dan ayah tiri sya berangkat menuju gedung mandala bhakti wanita tama, guna menghadiri wisuda saya. hehe. itulah untuk pertama kalinya saya menjadi pusat perhaitan.
Jadi, ternyata disana Saya menjadi satu2nya cewek dengan dandanan paling buruk. Sementara semua orang memakai kebaya, saya hanya mengenakan kemeja biasa, dan tanpa make up sedikitpun. Tapi saya tidak malu, kok. Menurut Saya, tidak apa2 tidak berdandan isimewa, toh hanya dipakai beberapa jam saja. untuk apa coba kita mengeluarkan uang beratus-ratus ribu hanya untuk kesalon. toh nanti dandanannya dihapus lagi. Padahal, bagi banyak oranag ratusan ribu itu bisa untuk makan berberapa minggu. ....
Dan ternyata lagi, saya menjadi wisudawati terbaik semester ini di kampus, wah betapa groginya saya. padahal sebelumnya saya adalah cewek yang biasa-biasa aja. ke sekolah naik sepeda, sepatu hanya satu-satunya, ujian sering nyontek, tugas paling ngopi milik teman, skripsi banyak ngarangnnya, walah-walah, saya kok malah malu menyandang predikat itu. wong teori ekonomi aja saya ga tau..... uh uh uh
Tapi lumayanlah, paling enggak saya bisa sedikit sombong sama teman2, biarpun saya miskin dan buruk rupa (hehe) paling enggak saya kan kumlod, dan mereka enggak....., hehehe. paling enggak mereka jadi tahu. oh, ternyata meika yang naik sepeda ke skolah itu lumayan ya, otaknya, hhehe
Yah begitulah.....
Selesai mendengarkan berbagai sambutan, yang sebagian besar sabutannya saya g tau, karena aku sudah tertidur pulas, akhirnya selesai juga wisuda itu. jadilah sekarang aku Meika, se Yang menurut aku sih se-se an, hehehe. Akhirnya saya pulang ke rumah. kepala saya pening sekali waktu itu. maklumlah enggak tidur semaleman.
eh iya, saya juga dapat hadiah sejumlah uang dari kampus. tapi uang itu sudah langsung amblas, karena saya sudah di todong teman2 untuk nraktir. hehehe
Tiba saatnya menceritakan bagian yang paling menyenangkan dari cerita ini. jadi setelah sesiangan kami (saya, ibu dan ayah tiri saya), mengahdiri acara wisuda itu, kamipun makan. karena saya juara, ibu dan ayah tiri saya memberi hadiah yang paling saya sukai, yaitu makan sepuasnya di rumah makan padang.....
hehehe. sayapun makan sepuas-puasnya, ayam goreng, daging cincang, sayur gori, sambel, babat, ikan bakar, saya lalap habis....., saya sudah ennggak peduli lagi sama baju yang jadi kekecilan itu..., pokoknya makan terus....
Begtulah cerita saya....

wah, padahal inti dari wisuda itu bukan makan2nya ya....
jadi inget nasihat pak rektor, bahwa, begitu kita selesai dari sini, perjuanagan baru aja dimulai, saatnya menjadi wirausaha,
Tuhan, semoga hal ini tidak pernah membuat Saya sombong, karena tak akan ada artinya semua ini bila saya menjadi sombong karenanya, semoga.......



Taman pintar, 10 nov 2007, hari ultah echi, hari pahlawan

November 04, 2007

bermotor pagi hari

Jam 3 dini hari
Hari itu suasana di kantor memang sedang tidak enak. Teman-teman semuanya mengeluh karena kerjaan tidak selesai-selesai. Aku jadi enggak enak sendiri. So, aku putuskan nanti malam aku lembur, biar kerjaan untuk besok agak berkurang. Jadilah aku pergi ke kantor malam itu, mengeringkan semua cucian yang tersisa.
Setelah semua selesai, dan memang aku mengantuk sekali waktu itu, jam 3 pagi akupun pulang menuju kos2anku.
Tiba-tiba aja ditengah jalan hujan turun. Sudah kadung naik motor, aku jadi males untuk berhenti dan make mantol. Jadi aku terus saja mengendarai motorku pelan-pelan. Suasana pagi buta itu sangat sepi. Hanya ada beberapa mobil yang melintasi di jalanan. Jalanan serasa milikku seorang.
Aku mengendarai motorku sambil menyenandungkan lagu Yogyakartanya katon. sambil sesekali menyeka air hujan yang jatuh dimataku. Ternyata aku ga sendirian, di tengah hujan itu, aku melihat beberapa gelandangan pindahan. Dari depan perempatan Gramedia, beberapa gelandangan sedang ngukuti barang2nya, kayaknya mereka mau pindahan. Di di pinggir jalan suroto beberapa tukang becak terlihat sedang tertidur di becaknya masing-masing. kebayang enggak sih, di suasana yang begitu dingin itu, kamu meringkuk di becakmu, tidak dikamrmu yang hangat?
Di bawah jembatan lempuyangan, banyak gelandangan ber desak-desakan menghindari hujan
Tau ga, mereka g tidur. bagaimana cara mereka tidur dengan kondisi yang basaha seperti itu, coba?
Sambil tetap bermotor. aku malah jadi meneteskan air mata sendiri.
Tuhan, betapa beruntungnya aku.
Aku punya kamar kos yang walaupun kecil namun hangat.
Paling ga, aku jadi enggak menggelandang seperti mereka.
Jadi nyesel, bahwa aku sering sekali marah-marah dan mengeluh dengan keadaanku yang kurang kaya ini.
Waktu itu, aku jadi berhayal. seandainya ku punya rumah yang besar, pasti aku akan mengajak semua gelandangan itu untuk menginap di rumahku.
Tapi aku juga mikir, kalo aku jadi orang kaya, aku pasti g akan melihat orang-orang ini. Karena, kalo aku kaya, aku pasti tidur dirumah, enggak perlu lembur malam2. kalo aku jadi orang kaya, aku pasti maik mobil, sehingga aku ga akan pernah merasakan tusukan air hujan yang menyerbu wajahku. kalo naik mobil, aku pasti g akan melihat sekelilingku, karena aku pasti konsentrasi supaya mobilku tidak tergores sedikitpun.
uh uh
jadi orang kaya memang enak. Tapi jarang ada orang kaya yang peka dengan sekelilingnya.
Tuhan, semoga ketika aku kaya kelak, aku tidak akan kehilangan kepekaan yang aku miliki ketika aku miskin.
Tuhan, semoga ketika aku kaya, aku masih memikirkan hal ini.
semoga.....
Sayang sekali, aku tidak bisa melakukan apapun untuk orang-orang yang aku liat itu.
Aku hanya sedikit terharu. Sayang sekali aku bukan orang kaya.................

Oktober 28, 2007

artikel

Artikel Bebas
30 Juli 2005 - 12:02 aq
CINTA LAKI-LAKI BIASA (True Story)


Menjelang hari H, Nania masih saja sulit mengungkapkan alasan kenapa dia mau menikah dengan lelaki itu. Baru setelah menengok ke belakang, hari-hari yang dilalui, gadis cantik itu sadar, keheranan yang terjadi bukan semata miliknya, melainkan menjadi milik banyak orang; Papa dan Mama, kakak-kakak, tetangga, dan teman-teman Nania. Mereka ternyata sama herannya.
Kenapa? Tanya mereka di hari Nania mengantarkan surat undangan.
Saat itu teman-teman baik Nania sedang duduk di kantin menikmati hari-hari sidang yang baru saja berlalu. Suasana sore di kampus sepi. Berpasang-pasang mata tertuju pada gadis itu.
Tiba-tiba saja pipi Nania bersemu merah, lalu matanya berpijar bagaikan lampu neon limabelas watt. Hatinya sibuk merangkai kata-kata yg barangkali beterbangan di otak melebihi kapasitas. Mulut Nania terbuka. Semua menunggu. Tapi tak ada apapun yang keluar dari sana. Ia hanya menarik nafas, mencoba bicara dan? menyadari, dia tak punya kata-kata!
Dulu gadis berwajah indo itu mengira punya banyak jawaban, alasan detil dan spesifik, kenapa bersedia menikah dengan laki-laki itu. Tapi kejadian di kampus adalah kali kedua Nania yang pintar berbicara mendadak gagap. Yang pertama terjadi tiga bulan lalu saat Nania menyampaikan keinginan Rafli untuk melamarnya. Arisan keluarga Nania dianggap momen yang tepat karena semua berkumpul, bahkan hingga generasi ketiga, sebab kakak-kakaknya yang sudah berkeluarga membawa serta buntut mereka.
Kamu pasti bercanda!
Nania kaget. Tapi melihat senyum yang tersungging di wajah kakak tertua, disusul senyum serupa dari kakak nomor dua, tiga, dan terakhir dari Papa dan Mama membuat Nania menyimpulkan: mereka serius ketika mengira Nania bercanda.
Suasana sekonyong-konyong hening. Bahkan keponakan-keponakan Nania yang balita melongo dengan gigi-gigi mereka yang ompong. Semua menatap Nania!
Nania serius! tegasnya sambil menebak-nebak, apa lucunya jika Rafli memang melamarnya.
Tidak ada yang lucu, suara Papa tegas, Papa hanya tidak mengira Rafli berani melamar anak Papa yang paling cantik!
Nania tersenyum. Sedikit lega karena kalimat Papa barusan adalah pertanda baik. Perkiraan Nania tidak sepenuhnya benar sebab setelah itu berpasang-pasang mata kembali menghujaninya, seperti tatapan mata penuh selidik seisi ruang pengadilan pada tertuduh yang duduk layaknya pesakitan.
Tapi Nania tidak serius dengan Rafli, kan? Mama mengambil inisiatif bicara, masih seperti biasa dengan nada penuh wibawa, maksud Mama siapa saja boleh datang melamar siapapun, tapi jawabannya tidak harus iya, toh?
Nania terkesima.
Kenapa?
Sebab kamu gadis Papa yang paling cantik.
Sebab kamu paling berprestasi dibandingkan kami. Mulai dari ajang busana, sampai lomba beladiri. Kamu juga juara debat bahasa Inggris, juara baca puisi seprovinsi. Suaramu bagus!
Sebab masa depanmu cerah. Sebentar lagi kamu meraih gelar insinyur. Bakatmu yang lain pun luar biasa. Nania sayang, kamu bisa mendapatkan laki-laki manapun yang kamu mau!
Nania memandangi mereka, orang-orang yang amat dia kasihi, Papa, kakak-kakak, dan terakhir Mama. Takjub dengan rentetan panjang uraian mereka atau satu kata 'kenapa' yang barusan Nania lontarkan.
Nania Cuma mau Rafli, sahutnya pendek dengan airmata mengambang di kelopak.
Hari itu dia tahu, keluarganya bukan sekadar tidak suka, melainkan sangat tidak menyukai Rafli. Ketidaksukaan yang mencapai stadium empat. Parah.
Tapi kenapa?
Sebab Rafli cuma laki-laki biasa, dari keluarga biasa, dengan pendidikan biasa, berpenampilan biasa, dengan pekerjaan dan gaji yg amat sangat biasa.
Bergantian tiga saudara tua Nania mencoba membuka matanya.
Tak ada yang bisa dilihat pada dia, Nania!
Cukup!
Nania menjadi marah. Tidak pada tempatnya ukuran-ukuran duniawi menjadi parameter kebaikan seseorang menjadi manusia. Di mana iman, di mana tawakkal hingga begitu mudah menentukan masa depan seseorang dengan melihat pencapaiannya hari ini?
Sayangnya Nania lagi-lagi gagal membuka mulut dan membela Rafli. Barangkali karena Nania memang tidak tahu bagaimana harus membelanya. Gadis itu tak punya fakta dan data konkret yang bisa membuat Rafli tampak 'luar biasa'. Nania Cuma punya idealisme berdasarkan perasaan yang telah menuntun Nania menapaki hidup hingga umur duapuluh tiga. Dan nalurinya menerima Rafli. Di sampingnya Nania bahagia.
Mereka akhirnya menikah.
***
Setahun pernikahan.
Orang-orang masih sering menanyakan hal itu, masih sering berbisik-bisik di belakang Nania, apa sebenarnya yang dia lihat dari Rafli. Jeleknya, Nania masih belum mampu juga menjelaskan kelebihan-kelebihan Rafli agar tampak di mata mereka.
Nania hanya merasakan cinta begitu besar dari Rafli, begitu besar hingga Nania bisa merasakannya hanya dari sentuhan tangan, tatapan mata, atau cara dia meladeni Nania. Hal-hal sederhana yang membuat perempuan itu sangat bahagia.
Tidak ada lelaki yang bisa mencintai sebesar cinta Rafli pada Nania.
Nada suara Nania tegas, mantap, tanpa keraguan.
Ketiga saudara Nania hanya memandang lekat, mata mereka terlihat tak percaya.
Nia, siapapun akan mudah mencintai gadis secantikmu! Kamu adik kami yang tak hanya cantik, tapi juga pintar! Betul. Kamu adik kami yang cantik, pintar, dan punya kehidupan sukses!
Nania merasa lidahnya kelu. Hatinya siap memprotes. Dan kali ini dilakukannya sungguh-sungguh. Mereka tak boleh meremehkan Rafli.
Beberapa lama keempat adik dan kakak itu beradu argumen.
Tapi Rafli juga tidak jelek, Kak! Betul. Tapi dia juga tidak ganteng kan?
Rafli juga pintar! Tidak sepintarmu, Nania.
Rafli juga sukses, pekerjaannya lumayan. Hanya lumayan, Nania. Bukan sukses. Tidak sepertimu.
Seolah tak ada apapun yang bisa meyakinkan kakak-kakaknya, bahwa adik mereka beruntung mendapatkan suami seperti Rafli. Lagi-lagi percuma.
Lihat hidupmu, Nania. Lalu lihat Rafli! Kamu sukses, mapan, kamu bahkan tidak perlu lelaki untuk menghidupimu.
Teganya kakak-kakak Nania mengatakan itu semua. Padahal adik mereka sudah menikah dan sebentar lagi punya anak.
Ketika lima tahun pernikahan berlalu, ocehan itu tak juga berhenti. Padahal Nania dan Rafli sudah memiliki dua orang anak, satu lelaki dan satu perempuan. Keduanya menggemaskan. Rafli bekerja lebih rajin setelah mereka memiliki anak-anak. Padahal itu tidak perlu sebab gaji Nania lebih dari cukup untuk hidup senang. Tak apa, kata lelaki itu, ketika Nania memintanya untuk tidak terlalu memforsir diri. Gaji Nania cukup, maksud Nania jika digabungkan dengan gaji Abang.
Nania tak bermaksud menyinggung hati lelaki itu. Tapi dia tak perlu khawatir sebab suaminya yang berjiwa besar selalu bisa menangkap hanya maksud baik..
Sebaiknya Nania tabungkan saja, untuk jaga-jaga. Ya? Lalu dia mengelus pipi Nania dan mendaratkan kecupan lembut. Saat itu sesuatu seperti kejutan listrik menyentakkan otak dan membuat pikiran Nania cerah.
Inilah hidup yang diimpikan banyak orang. Bahagia!
Pertanyaan kenapa dia menikahi laki-laki biasa, dari keluarga biasa, dengan pendidikan biasa, berpenampilan biasa, dengan pekerjaan dan gaji yang amat sangat biasa, tak lagi mengusik perasaan Nania. Sebab ketika bahagia, alasan-alasan menjadi tidak penting.
Menginjak tahun ketujuh pernikahan, posisi Nania di kantor semakin gemilang, uang mengalir begitu mudah, rumah Nania besar, anak-anak pintar dan lucu, dan Nania memiliki suami terbaik di dunia. Hidup perempuan itu berada di puncak!
Bisik-bisik masih terdengar, setiap Nania dan Rafli melintas dan bergandengan mesra. Bisik orang-orang di kantor, bisik tetangga kanan dan kiri, bisik saudara-saudara Nania, bisik Papa dan Mama.
Sungguh beruntung suaminya. Istrinya cantik. Cantik ya? dan kaya!
Tak imbang!
Dulu bisik-bisik itu membuatnya frustrasi. Sekarang pun masih, tapi Nania belajar untuk bersikap cuek tidak peduli. Toh dia hidup dengan perasaan bahagia yang kian membukit dari hari ke hari.
Tahun kesepuluh pernikahan, hidup Nania masih belum bergeser dari puncak. Anak-anak semakin besar. Nania mengandung yang ketiga. Selama kurun waktu itu, tak sekalipun Rafli melukai hati Nania, atau membuat Nania menangis.
***
Bayi yang dikandung Nania tidak juga mau keluar. Sudah lewat dua minggu dari waktunya.
Plasenta kamu sudah berbintik-bintik. Sudah tua, Nania. Harus segera dikeluarkan!
Mula-mula dokter kandungan langganan Nania memasukkan sejenis obat ke dalam rahim Nania. Obat itu akan menimbulkan kontraksi hebat hingga perempuan itu merasakan sakit yang teramat sangat. Jika semuanya normal, hanya dalam hitungan jam, mereka akan segera melihat si kecil.
Rafli tidak beranjak dari sisi tempat tidur Nania di rumah sakit. Hanya waktu-waktu shalat lelaki itu meninggalkannya sebentar ke kamar mandi, dan menunaikan shalat di sisi tempat tidur. Sementara kakak-kakak serta orangtua Nania belum satu pun yang datang.
Anehnya, meski obat kedua sudah dimasukkan, delapan jam setelah obat pertama, Nania tak menunjukkan tanda-tanda akan melahirkan. Rasa sakit dan melilit sudah dirasakan Nania per lima menit, lalu tiga menit. Tapi pembukaan berjalan lambat sekali.
Baru pembukaan satu. Belum ada perubahan, Bu. Sudah bertambah sedikit, kata seorang suster empat jam kemudian menyemaikan harapan.
Sekarang pembukaan satu lebih sedikit. Nania dan Rafli berpandangan. Mereka sepakat suster terakhir yang memeriksa memiliki sense of humor yang tinggi.
Tigapuluh jam berlalu. Nania baru pembukaan dua. Ketika pembukaan pecah, didahului keluarnya darah, mereka terlonjak bahagia sebab dulu-dulu kelahiran akan mengikuti setelah ketuban pecah. Perkiraan mereka meleset.
Masih pembukaan dua, Pak! Rafli tercengang. Cemas. Nania tak bisa menghibur karena rasa sakit yang sudah tak sanggup lagi ditanggungnya. Kondisi perempuan itu makin payah. Sejak pagi tak sesuap nasi pun bisa ditelannya.
Bang? Rafli termangu. Iba hatinya melihat sang istri memperjuangkan dua kehidupan.
Dokter?
Kita operasi, Nia. Bayinya mungkin terlilit tali pusar.
Mungkin? Rafli dan Nania berpandangan. Kenapa tidak dari tadi kalau begitu? Bagaimana jika terlambat?
Mereka berpandangan, Nania berusaha mengusir kekhawatiran. Ia senang karena Rafli tidak melepaskan genggaman tangannya hingga ke pintu kamar operasi. Ia tak suka merasa sendiri lebih awal.
Pembiusan dilakukan, Nania digiring ke ruangan serba putih. Sebuah sekat ditaruh di perutnya hingga dia tidak bisa menyaksikan ketrampilan dokter-dokter itu. Sebuah lagu dimainkan. Nania merasa berada dalam perahu yang diguncang ombak. Berayun-ayun. Kesadarannya naik-turun. Terakhir, telinga perempuan itu sempat menangkap teriakan-teriakan di sekitarnya, dan langkah-langkah cepat yang bergerak, sebelum kemudian dia tak sadarkan diri.
Kepanikan ada di udara. Bahkan dari luar Rafli bisa menciumnya. Bibir lelaki itu tak berhenti melafalkan zikir.
Seorang dokter keluar, Rafli dan keluarga Nania mendekat.
Pendarahan hebat!
Rafli membayangkan sebuah sumber air yang meluap, berwarna merah. Ada varises di mulut rahim yang tidak terdeteksi dan entah bagaimana pecah! Bayi mereka selamat, tapi Nania dalam kondisi kritis.
Mama Nania yang baru tiba, menangis. Papa termangu lama sekali. Saudara-saudara Nania menyimpan isak, sambil menenangkan orangtua mereka.
Rafli seperti berada dalam atmosfer yang berbeda. Lelaki itu tercenung beberapa saat, ada rasa cemas yang mengalir di pembuluh-pembuluh darahnya dan tak bisa dihentikan, menyebar dan meluas cepat seperti kanker.
Setelah itu adalah hari-hari penuh doa bagi Nania.
***
Sudah seminggu lebih Nania koma. Selama itu Rafli bolak-balik dari kediamannya ke rumah sakit. Ia harus membagi perhatian bagi Nania dan juga anak-anak. Terutama anggota keluarganya yang baru, si kecil. Bayi itu sungguh menakjubkan, fisiknya sangat kuat, juga daya hisapnya. Tidak sampai empat hari, mereka sudah oleh membawanya pulang.
Mama, Papa, dan ketiga saudara Nania terkadang ikut menunggui Nania di rumah sakit, sesekali mereka ke rumah dan melihat perkembangan si kecil. Walau tak banyak, mulai terjadi percakapan antara pihak keluarga Nania dengan Rafli.
Lelaki itu sungguh luar biasa. Ia nyaris tak pernah meninggalkan rumah sakit, kecuali untuk melihat anak-anak di rumah. Syukurnya pihak perusahaan tempat Rafli bekerja mengerti dan memberikan izin penuh. Toh, dedikasi Rafli terhadap kantor tidak perlu diragukan.
Begitulah Rafli menjaga Nania siang dan malam. Dibawanya sebuah Quran kecil, dibacakannya dekat telinga Nania yang terbaring di ruang ICU. Kadang perawat dan pengunjung lain yang kebetulan menjenguk sanak famili mereka, melihat lelaki dengan penampilan sederhana itu bercakap-cakap dan bercanda mesra..
Rafli percaya meskipun tidak mendengar, Nania bisa merasakan kehadirannya.
Nania, bangun, Cinta? Kata-kata itu dibisikkannya berulang-ulang sambil mencium tangan, pipi dan kening istrinya yang cantik.
Ketika sepuluh hari berlalu, dan pihak keluarga mulai pesimis dan berfikir untuk pasrah, Rafli masih berjuang. Datang setiap hari ke rumah sakit, mengaji dekat Nania sambil menggenggam tangan istrinya mesra. Kadang lelaki itu membawakan buku-buku kesukaan Nania ke rumah sakit dan membacanya dengan suara pelan. Memberikan tambahan di bagian ini dan itu. Sambil tak bosan-bosannya berbisik,
Nania, bangun, Cinta? Malam-malam penantian dilewatkan Rafli dalam sujud dan permohonan. Asalkan Nania sadar, yang lain tak jadi soal. Asalkan dia bisa melihat lagi cahaya di mata kekasihnya, senyum di bibir Nania, semua yang menjadi sumber semangat bagi orang-orang di sekitarnya, bagi Rafli.
Rumah mereka tak sama tanpa kehadiran Nania. Anak-anak merindukan ibunya. Di luar itu Rafli tak memedulikan yang lain, tidak wajahnya yang lama tak bercukur, atau badannya yang semakin kurus akibat sering lupa makan.
Ia ingin melihat Nania lagi dan semua antusias perempuan itu di mata, gerak bibir, kernyitan kening, serta gerakan-gerakan kecil lain di wajahnya yang cantik. Nania sudah tidur terlalu lama.
Pada hari ketigapuluh tujuh doa Rafli terjawab. Nania sadar dan wajah penat Rafli adalah yang pertama ditangkap matanya.
Seakan telah begitu lama. Rafli menangis, menggenggam tangan Nania dan mendekapkannya ke dadanya, mengucapkan syukur berulang-ulang dengan airmata yang meleleh.
Asalkan Nania sadar, semua tak penting lagi.
Rafli membuktikan kata-kata yang diucapkannya beratus kali dalam doa. Lelaki biasa itu tak pernah lelah merawat Nania selama sebelas tahun terakhir. Memandikan dan menyuapi Nania, lalu mengantar anak-anak ke sekolah satu per satu. Setiap sore setelah pulang kantor, lelaki itu cepat-cepat menuju rumah dan menggendong Nania ke teras, melihat senja datang sambil memangku Nania seperti remaja belasan tahun yang sedang jatuh cinta.
Ketika malam Rafli mendandani Nania agar cantik sebelum tidur. Membersihkan wajah pucat perempuan cantik itu, memakaikannya gaun tidur. Ia ingin Nania selalu merasa cantik. Meski seringkali Nania mengatakan itu tak perlu. Bagaimana bisa merasa cantik dalam keadaan lumpuh?
Tapi Rafli dengan upayanya yang terus-menerus dan tak kenal lelah selalu meyakinkan Nania, membuatnya pelan-pelan percaya bahwa dialah perempuan paling cantik dan sempurna di dunia. Setidaknya di mata Rafli.
Setiap hari Minggu Rafli mengajak mereka sekeluarga jalan-jalan keluar. Selama itu pula dia selalu menyertakan Nania. Belanja, makan di restoran, nonton bioskop, rekreasi ke manapun Nania harus ikut. Anak-anak, seperti juga Rafli, melakukan hal yang sama, selalu melibatkan Nania. Begitu bertahun-tahun.
Awalnya tentu Nania sempat merasa risih dengan pandangan orang-orang di sekitarnya. Mereka semua yang menatapnya iba, lebih-lebih pada Rafli yang berkeringat mendorong kursi roda Nania ke sana kemari. Masih dengan senyum hangat di antara wajahnya yang bermanik keringat.
Lalu berangsur Nania menyadari, mereka, orang-orang yang ditemuinya di jalan, juga tetangga-tetangga, sahabat, dan teman-teman Nania tak puas hanya memberi pandangan iba, namun juga mengomentari, mengoceh, semua berbisik-bisik.
Baik banget suaminya! Lelaki lain mungkin sudah cari perempuan kedua!
Nania beruntung! Ya, memiliki seseorang yang menerima dia apa adanya.
Tidak, tidak cuma menerima apa adanya, kalian lihat bagaimana suaminya memandang penuh cinta. Sedikit pun tak pernah bermuka masam!
Bisik-bisik serupa juga lahir dari kakaknya yang tiga orang, Papa dan Mama.
Bisik-bisik yang serupa dengungan dan sempat membuat Nania makin frustrasi, merasa tak berani, merasa?
Tapi dia salah. Sangat salah. Nania menyadari itu kemudian. Orang-orang di luar mereka memang tetap berbisik-bisik, barangkali selamanya akan selalu begitu. Hanya saja, bukankah bisik-bisik itu kini berbeda bunyi?
Dari teras Nania menyaksikan anak-anaknya bermain basket dengan ayah mereka.. Sesekali perempuan itu ikut tergelak melihat kocak permainan.
Ya. Duapuluh dua tahun pernikahan. Nania menghitung-hitung semua, anak-anak yang beranjak dewasa, rumah besar yang mereka tempati, kehidupan yang lebih dari yang bisa dia syukuri. Meski tubuhnya tak berfungsi sempurna. Meski kecantikannya tak lagi sama karena usia, meski karir telah direbut takdir dari tangannya.
Waktu telah membuktikan segalanya. Cinta luar biasa dari laki-laki biasa yang tak pernah berubah, untuk Nania.
Seperti yg diceritakan oleh seorang sahabat..
- Asma Nadia -
..........(email dari eka sodiarti)

Kenapa.....

kenapa kita menutup mata ketika kita tidur?
ketika kita menangis?
ketika kita membayangkan?
ini karena...
Hal terindah di dunia tidak terlihat
ketika kita menemukan seseorang yang keunikannya sejalan dengan kita,
kitapun bergabung dengannya
dan jatuh kedalam suatu keanehan rasa yang serupa yang dinamakan cinta
Ada hal-hal yang tidak ingin kita lepaskan
seseorang yang tidak ingin kita tinggalkan
Tapi melepaskana bukan akhir dari dunia
melainkan awal suatu kehidupan baru
kebahagiaan ada untuk mereka yang menangis
mereka yang tersakiti
mereka yang telah dan tengah mencari
dan mereka yang telah mencoba
karena merekalah yang bisa menghargai
betapa pentingnya orang yang telah menyentuh kehidupan mereka
cinta yang sebenarnya adalah ketika kamu menitikkan air mata
dan masih peduli terhadapnya
Adalah ketika dia tidak mempedulikanmu, dan kamu masih menunggunya dengan setia
Adalah ketika di mulai mencintai orang lain, dan kamu masih bisa tersenyum dan berkata, "aku turut berbahagia untukmu"
Apabila cinta tidak bertemu, bebaskan dirimu,
biarkan hatimu kemballi ke alam bebas lagi
Kau mungkin menyadari bahwa kamu menemukan cinta dan kehilangannya
tapi ketika cinta itu mati, kamu tidak perlu mati bersama cinta itu
Orang yang berbahagia bukanlah mereka yang selalu mendapatkan keinginananya
melainkan mereka yang tetap bangkit, ketika mereka jatuh
Entah bagaimana dalam perlajalanan kehidupan
kamu belajar lebih banyak tentang dirimu sendiri
dan menyadari bahwa, penyesalan tidak seharusnya ada
cintamu tetap di hatinya, sebagai penghargaan abadi
atas pilihan hidup yang telah kamu buat
Teman sejati, mengerti ketika kamu berkata, aku lupa
menunggu selamanya ketika kamu berkata, tunggu sebentar
tetap tinggal ketika kmu berkata, tinggalkan aku sendiri
membuka pintu meski kamu belum mengetuk pintu dan berkata, bolehkan aku masuk
mencintai juga bukanlah bagaimana kamu melupakan dia, bila dia berbuat kesalahan
melainkan bagaimana kamu memaafkan
bukanlah bagaimana kamu mendengarkan, melainkan bagaimana kamu mengerti
Bukanlah apa yang kamu lihat, melainkan apa yang kamu rasa,
bukanlah bagaimana kamu melepaskan, melainkan bagaimana kamu bertahan
Lebih menyakitkan menangis dalam hati
daripada menangis tersedu atau mengaduh
Air mata yang keluar dapat dihapus, sementara, air mata yang tersembunyi menggoreskan luka dihati yang tidak pernah hilang
Sayang dalam cinta kita sangat jarang peduli,
seharusnya kamu berbahagia, hatimu dapat mencintai seseorang yang kau sayang
mungkin akan tiba saatnya, dimana kamu harus berhenti mencintai seseorang, bukan karena orang itu berhenti mencintai kita, melainkan karena kita menyadari, ia akan lebih berbahagia, bila kamu melepaskannya
Namun bilapun kamu benar2 mencintai seseorang, jangan lepaskan dia, bila dia tidak membalasmu, barangkali ia tengah ragu dan memcari .
Jangan percaya bahwa, melepaskan berarti, kamu benar2 mencintai tanpa suatu balasan
Mengapa tidak berjuang untuk cintamu?
mungkin itu cinta sejatimu
Kadangkala, orang yang paling mencintaimu, adalah orang yang tidak pernah mengatakan cinta padamu, karena,
takut kamu berpaling dan memberi jarak.
Dan bila suatu saat dia pergi kau akan menyadari bahwa ia adalah cinta yang tak kamu sadari
Maka, mengapa kamu tidak mengungkapkan cintamu?
bila kamu memang mencintainya?
Meskipun kamu tak tau, apakah cinta itu ada juga padanya.....

dicuplik dari Majalah Paras 21 oktober 2005
bidiklah bintang dengan anak panahmu, kamu tau, anak panahmu g akan pernah sampe ke bintang, tapi paling g, anak panah itu akan melesat jauh lebih tinggi, daripada jika kamu hanya membidikannya sejajar dengan matamu........
(email untuk Naja, dikirim tgl 28 juli 2006)

Oktober 26, 2007

Mesin pengering yang bikin repot

jumat, 26 oktober 2007

Siang itu dimulai dari sebuah telephon dari financia, yang mengabarkan bahwa pengajuan kredit kantor kami untuk membeli pengering sudah oke. Mendengar itu, Saya sudah mulai seneng. sebentar lagi masalah pengeringan yang bikin repot ini bakal selesai sudah. Mulut-mulut bawel yang hobi menyalahkan bakal brenti. Jadi begitu dapat surat ACC, Saya langsung meluncur ke Enggal jaya, sebuah toko elektronik besar di Jogja, yang darinya saya sudah mendapat informasi bahwa mesinnya masih ada, harganya 6.75 juta dan bisa diambil hari ini.

Tapi dasar sial, begitu saya nyampe sana, Saya ternyata saya salah info, mesinnya seharga 8.5 juta, dan sudah habis. Saya langsung ngamuk2 disana, bahkan juragannya yang china ikut saya marahin, Saya sampai ngancam mau bikin surat pembaca segala, hehehe. Saya merasa ditipu, dong, sudah saya repot2 ke kredit Plus segala, sudah naik motor ngebut, eh, sampe tokonya malah barang nya habis. Setelah Saya bilang, dasar china Edan (=gila), ke dia, saya langsung minggat. (pelajaran dari enggal jaya, jangan ngatain orang sembarangan, untung Saya nggak dikatain Jawa edan juga, hehehe....)

Saya langsung meluncur ke Fajar Aircone, beberapa hari yang lalu saya sudah ngecek barang disana, jadi saya yakin masih ada barang disana, dan waktu itu saya diberitahu oleh mereka bahwa harga dryernya 6.9 juta. Begitu Saya sampai disana, Saya langsung mencari mesin itu. maklumlah mesin itu banyak dicari orang, so, barangnya cepat abis. Setelah melihat barangnya ada, Sayapun menanyakan harganya, dan tau tidak apa kata mereka, harganya sekakarang jadi 7.5 juta. gila ga? masak dalam waktu 2 hari haraga barang bisa naik 6 juta? wong sembako aja g sampe segitu naiknya. Saya ya marah lagi. Saya langsung minta ketemu sama yang punya. Dan yang punya china lagi. Tapi kali ini Saya udah berjanji g akan ngatain china edan lagi. jadii saya nego sama si juragan china itu, hingga harganya turun jadi 7.4 juta. lumayan kan? Saya pulang sambil ngancem mereka supaya enggak ngejual dryer itu ke orang lain, sampai saya datang lagi. pake Awas-awas pula. hehehe (Pelajaran dari Fajar, jangan ngejanjiin Seseorang sesuatu yang g pasti, karena buktinya saya enggak datang lagi ke Fajar sampe sekarang.)

Akhirnya Saya dan Pak Riko balik Ke kantor karena sudah ditunggu oleh pak Agus, seorang dari BMT yang janji mau ngasih dana ke kita, dikantor kamipun berunding, dan hasilnya adalah, kami beli motor untuk mesin pengering. weleh-weleh, padahal tadinya kami memang mau beli motor pengering. kamipun menghubungi si penjual motor yang berada di semarang. Mereka mau ngirim asal kami sudah bayar Via BCA. Akupun lari ke BCA, eh bukan lari ding, naik motor, kok. Jam sudah menunjukkan pukul 3 sore waktu itu. BCA nya masih buka, tapi kas sudah tutup, dan si Embak,yang lagi-lagi China itu gak mau terima transferku karena sudah mau pulang. Akhirnya, Saya marah-marah lagi. Wong mau dkasih uang ko ndak mau. Dan Sayapun pulang dengan hati dongkol......

Begitu sampe Kantor, Saya langsun g nelpon Semarang, bilang kalo banknya sudah tutup, dan mohon sekali untuk dikirim motornya besok, dan uang nya hari senin. Saya pikir mereka g bakal setuju. Eh, taunya mereka setuju, Walah, tau gitu mbok aku g usah keburu dan marah-marah sama si Embak BCA itu....Tapi kali ini Saya enggak marah-marah, takut nanti kalo saya marah-marah, saya malah enggak jadi dikirimin motor dryer.hehehe

yah, begitulah ceritanya, sehari bersama mesin pengering yang sangat merepotkan. mudah-mudahan besok semua beres.......

Pelajaran harii ini: jangann suka marah-marah, karena kalo marah-marah, maka yag rugi hanya aku sendiri.....

Rencana Besok: Telpon mbak Rita (Chinese lagi....!!!!) dari financia, bahwa kami g jadi ngambil kredit dari mereka

Heran, deh, kok hari ini saya berinteraksi terus sama orang china, to yo

ingat Agus

Puisi jingga buat kekasih

Memang aku tak pernah memberimu anyelir
atau sebilah belati yang merobek ulu hati
tapi hati ini berdarah
menetes diatas lembaran putih
cinta sutramu

Puisi ini dibuat oleh teman SMK saya, Ia bernama Agus Murdianto, Ia sekarang tinggal di Bali. Ia bekerja sambil kuliah disana. (mungkin ia ingin mengikuti jejak saya, hehe...). Dulu menurut saya, ia adalah seorang yang introvet, cerdas, perasa, emosional dan tekun. Meskipun dulu kami satu kelas, namun Saya sempat benci sekali dengannya, tapi saya malah hafal puisinya, aneh ya, sampai sekarang Saya juga masih ingat. hehe. Buat Agus, maaf ya pernah benci kamu. hehehe

Oktober 23, 2007

Balada di marahin Pak Riko


jumat, 19 oktober 2007,

pagi itu rasanya capek banget. Aku bangun kesiangan, padahal rencananya aku mau bangun jam 5, mandi, brangkat ke kantor, mberesin kerjaan di kantor, and then ke gajah wong untuk ngambil cucian, tapi berhubung malamnya aku pulang dari kantor dah kemaleman, hape tertinggal, dan kebetulan aku juga lagi g solat, jadilah aku bangun kesiangan. Padahal maunya brangkat pagi-pagi ke kantor.....

Akhirnya dengan sangat tergesa, di tambah lagi kran kamar mandi lagi diperbaiki, aku brangkat ke kantor tanpa mandi, tanpa gosok gigi. Rencananya mau mandi di kantor, sihhhh. Aku naik motor dengan tergesa-gesa ke kantor, eh ke gajah wong dulu sebelumnya. Setelah semua urusan selesai, aku pergi ke rumah arya dan ibu sari, pelanggan yang aku sudah janji pada mereka untuk mengantar cuciannya. Nah baru setelah itu ceritanya dimulai..........

Beberapa menit setelah aku selesai menuaikan tugasku, aku pulang ke kantor, disana teman-temanku memberi laporan bahwa big bos lagi marah, hp mati. Dengan hati panas aku mengecek si hp sialan itu. Damn....., ternyata batrenya logro, weleh2, dah firasat buruk bakal dimarahin neeh. hehe

Beberapa menit kemudian si big bos nelpon, marah-marah dan nyalah2in aku, karena aku merasa benar, aku ya ngeyel lah (walau udah berlinang air mata... hiks...). Sampai akhirnya dia berkata, ka, aku tunggu di rumah ya....

Akupun meluncur dengan tergesa ke rumah si Bosss

Sambil pikiranku merancang berbagai kalimat kemarahan,

Akhirnya aku dimarahin. Bukan dimarahin tepatnya, tapi di dakwa, tanpa ada seorang pembela. Dibilang sombong, karena nilaiku banyak A-nya, dibilang makain nyaman, tidak menghargai orang lain, dan bla-bla-bla

sialan, pikirku

Padahal itu hanya karena hpku ketinggalan. Dan dia bilang waktu dia mau nelpon aku moodnya lagi bagus, tapi begitu ga diangkat moodnya jadi jelek lagi.

Oh Tuhan, bagaimana mungkin dia bilang begitu.

Memangnya moodku juga lagi baik?

Moodku sudah tidak baik sejak mesin kami rusak. Memang dia pemiliknya, tapi semua karyawan mengeluh padaku, seakan-akan aku yang bertanggung jawab atas semua kerusakan. dan Dia tidak mendengar. Aku yang menghadapi pelanggan ketika pelanggan marah karena bajunya belum selesai. Aku yang berusaha membujuk pelanggan supaya tetap menyucikan bajunya ke laundry kami, meskipun jadinya lama. Aku yang akan menerima resiko ketika janji tidak terpenuhi. Dan teganya dia marah-marah hanya karena hpku ketinggalan. marahnya merembet kemana-mana pula.

Aku sungguh merasa tidak dihargai.

Aku merasa tidak pernah dianggap benar

Hanya owner yang benar.

Owner yang memiliki semuanya

Owner berhak mara-marah dan menyalahkan semua hal

Owner boleh bicara seenak perutnya dan karyawan tidak

Owner adalah yang terbaik

terbaik

terbaik

dan karyawan selalu salah

bahkan ketika dia berusaha benar.

atau ketika dia melakukan pekerjaan dengan benarpun, dia tetap salah

karena owner selalu benar, dan semua orang salah

Waktu itu rasanya aku ingin berteriak dan pergi mengundurkan diri. Waktu si Boss marah-marah, aku sudah merancang surat pengunduran diriku, dan rasanya waktu itu aku sudah hampir sampai pada kata 'hormat saya'. Uh uh, betapa marahnya aku waktu itu. Dan bodohnya aku cuma menangis...., tidak melakukan pembelaan apapun tentang semuanya.

Tapi rasanya memberi pembelaanpun tidak akan berguna

karna pasti hanya akan dianggap dalih

bukan alasan

betapa malangnya aku...................

Untungnya.....

kok Tuhan tidak memberikan aku sifat dendam. yah mungkin ada, tapi hanya sedikit, enggak terlalu banyak, Tuhan juga memberi aku air mata yang berlebih. Sehingga ketika marah, aku hanya akan menangis. bukan menghancurkan segala hal. untungnya, untungnya,....

Sehingga ketika semua selesai, aku sudah bisa berperilaku biasa lagi dengan si Boss. mungkin niatnya baik, tapi saking perhatiannya dia padaku, jadi perhatiannya malah seperti amarah...., semoga aku benar...

Dan aku tidak membencinya hingga sekarang. tidak pernah berkata buruk tentangnya pada teman2ku, dan aku masih juga loyal pada perusahaan, masih tetap peduli pada kegiatan mencuci, meski seharusnya aku tidak mencuci. Aku masih rela bekerja disana, menolak semua tawaran pekerjaan dari teman2, menolak semua kemudahan yang akan aku terima jika aku bekerja pada tanteku, menolak tawaran Bapak untuk mendirikan Laundry sendiri, Menolak untuk mengikuti Tes Kerja di Kampus.

Karena aku sayang pada perusahaan ini.

Karena aku sayang pada pekerjaanku.

(Tulisannya jadi g kelihatan, karena aku nangis...., hehe...)

Karena aku tahu, aku pasti bisa membantu banyak orang jika berkerja disini.Mungkin Tuhan sedang melatih kesabaranku. Tuhan sedang mengujiku. Sedang memanaskan aku dengan api supaya aku tidak lagi menjadi tanah liat yang tak berguna, melainkan menjadi sebuah cangkir yang berguna. Semoga saja begitu keadaanya...

Dan semoga aku masih kuat bersabar.

Semoga rancangan surat pengunduran diriku tidak akan pernah aku ketik di komputer dan diprint dalam waktu dekat ini.

semoga................


awal-awal saya tinggal di jogja

Awalnya, saya enggak berniat kuliah di jogja, inginnya sih cari kerja, daripada nganggur di rumah. Tetapi begitu sampe di Jogja, eh, saya malah ditawarin kuliah sama tante saya, di kampus tempat kerja tante. ya saya menyanggupi, meskipun timbal baliknya adalah saya harus kerja keras. Karena orang tua saya, enggak bakalan sanggup bayar kuliah saya.
Akhirnya saya kuliah juga. Awalnya kuliah pagi, brangkat pagi-pagi, kuliah cuma beberapa kali, dan pulang sore. Sekali dua kali saya masih senang, biasalah ketemu teman-teman baru. Tapi makin lama, Saya kok makin eneg saja. bayangin, kuliah jam setengah delapan, habis itu brenti, eh, kuliah lagi jam satu. MakJan, Saya sampe capek nunggu. pulang sore, habis itu brangkat kerja sampe malem.
Sayapun mencari-cari info, akhirnya saya pindah kuliah malam. brangkat jam setengah tujuh, kuliah 3 jam, habis itu pulang. nikmat, kan?. Keuntungan berikutnya, kalo kamu kuliah pagi, dan cari kerja malam, kerjaan yang bisa partime apa aja, coba?paling cuma jaga wartel, jaga warnet,ato waiters di cafe. Nah, kalo kalo kamu kuliah malam, kamu bisa kerja full time, lapangan kerja lebih banyak di siang hari, dan enggak usah bergaul dengan anak-anak kuliah pagi, yang selalu menganggap aneh seorang anak yang pergi kuliah naik sepeda. hehe, masalah ini, kapan2 saya ceritain, deh:P. akhir ceritan saya ganti kuliah malam.
to be continue.....
(ngantuk berat)

Oktober 21, 2007

usia saya

ketika membuat blog ini umur saya 22, masih kuliah di Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta, jurusan management