November 28, 2007

simbah Kerti

Hari itu saya tidak kerja pagi, tapi ada kewajiban mengambil laundry, jadilah setelah menjalankan kewajiban itu saya pulang. Dijalan, Saya kehabisan bensin, jadi saya membeli bensin di pinggir jalan. Disana, Saya bertemu dengan dua orang nenek, dua-duanya sedang membawa keranjang yang di gendong di punggungnya. Salah satu diantara nenek itu kesakitan kakinya.
Saya jadi inget pada Mbah Simak, simbah saya dikampung. Jadi, Saya berhenti dan menawarkan untuk mengantar si simbah ke puskemas. Tadinya dia menolak, setelah saya desak, akhirnya ia mau juga saya antar ke puskesmas. Si simbah yang satunya pun pulang. Saya antar Simbah itu ke puskesmas, mbah Kerti, nama simbah itu, seorang nenek tua yang kurus dan renta.
Dipuskesmas, Mbah Kerti diobati seperlunya, karena kaki Mbah kerti sebenarnya cuma keseleo, dia memang baru turun dari bus kota. Mungkin dia terburu-buru, jadi jatuh dan kakinya terkilir.
Setelah itu, Saya mengantarnya pulang. Kamu tahu rumahnya? dia ternyata tinggal di sebuah rumah, atau mungkin hanya gubuk kecil dari bambu yang sudah reot sana-reot sini, Ia tinggal sendirian. Di rumah itu hanya ada sebuah dipan bambu, dengan kasur yang menipis, sebuah kursi reot, sebuah meja, dan anglo (alat untuk memasak dengan bahan bakar arang), serta peralatan masak yang sederhana. Saya jadi trenyuh, dia seorang nenek, hidup sendiri, dengan keadaan ekonomi yang memprihatinkan seperti itu.
Oh iya, rumahnya ada di samping selokan mataram, selokan yang terkenal di jogja, tanah diatasnya penuh dengan koskosan mahal, disekelilingnya banyak mahasiswa dengan tingkat intelektual tinggi yang notabene adalah anak2 orang kaya. Dibagian lain banyak pengusaha membuat usaha disitu. Tapi mbah kerti malah menyempil di rumah buruk rupa, tanpa saudara yang menjaganya, dan sekarang kakinya sakit pula...., duh.....
Sayapun duduk di kursi satu-satunya dirumah itu. Mbah Kerti menuangkan air teh dari tekonya yang sudah berwarna coklat. Dan diapun bercerita. Bahwa dia sudah sejak lahir ada di situ, dari jamannya semua tanah adalah sawah, hingga sekarang tak ada sawah sama sekali. Dari dulu ia berjualan buah di pasar kolombo, sampai kemudian banyak orang yang lebih kaya berjualan buah, hingga dia kalah saingan, dan sekarang hanya tinggal menjadi pedagang kembang. Yang hanya laris kalo musim ziarah. Tapi katanya, semua itu cukup untuk menghidupinya hingga saat ini. kayanya gusti Allah itu memang maha adil. manusia itu sudah ada rejekinya sendiri-sendiri. Seberapapun kecilnya rejekinya, akan selalu ada untuk hidup.
Saya jadi makin terharu. Kata-kata itu kok ya keluarnya dari mulut mbah kerti, yang masih memakai anglo, yang hanya tinggal di sebuah rumah kecil. Saya malah jarang mendengarnya dari orang kaya. Yang seharusnya mereka harus lebih banyak bersukur....
Mbah Kerti juga bercerita, bahwa di adulu punya suami, tapi suaminya meninggal di usia muda. Dan Ia tidak dikaruniai seorang anakpun, Jadilah dia menjanda sampai saat ini.
Kasihan, ya, mbah Kerti, seharusnya dia hidup senang, dikelilingi cucu dan anak-anaknya, disebuah rumah besar yang asri, kemana-mana dijemput mobil, bukan naik bus dan jatuh seperti itu.
Setelah sekadar cerita-cerita itu sayapun pulang. Eh, dijalan kok saya malah malu sendiri dengan Mbah kerti. Saya kok rasanya kurang peka dengan sekeliling saya. Saya memang sering lewat jalan itu, tapi kok ya saya nggak tahu, kalo ada seorang nenek yang tinggal di rumah reot itu. Saya juga kok rasanya kurang bersyukur, makan harus pake lauk yang enak, minum harus yang manis, kemana-mana harus pake motor. Padahal mbah kerti makan seadanya, minum air teh tawar, kemana-mana naik bus atau jalan kaki. Kok Saya rasanya rakus sekali....
Apa saya sudah ketularan gaya hidup orang2 kaya, ya? Yang harus tampak elegan dengan segala kecongkaannya, yang selalu kurang dengan apa yagn didapatkannya. Ah, tapi mungkin g semua orang kaya seperti itu, ya. Tapi kok ya mereka kebangetan. Dijalan tadi ada beratus-ratus motor yang lewat sebelum saya, tapi kok ya gak ada yang berhenti. Apa mereka sebegitu sibuknya? sehingga mata mereka hanya memandang ke depan saja?
Ah...., saya tidak tahu. Saya memang tidak pernah bisa merubah siapa-siapa. atau apa-apa. Tapi semoga saya konsisten dengan diri saya sendiri. mungkin ada banyak orang yang peduli, tapi say atidak tahu siapa mereka. Setidaknya, saya berdoa, semoga masih ada yang peduli, tanpa embel2 apapun, tanpa buntut dari LSM mana, dari Organisasi apa, karena embel-embel hati tentu lebih indah.....

untuk mbah kerti: Semoga banyak orang mati, ya, mbah, jadi kembangnya laku.....

jakal, nov 07

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

monggo......