Agustus 31, 2008

Selamat puasa

Seseorang pernah bilang pada saya, kalo sekarang waktu tidak lagi berlari. Ia terbang, kadang meroket, Dan saya setuju sekali dengannya. Apalagi setelah saya membuka kalender saya, dan ta...da... tau-tau, bentar lagi puasa lagi.

Iya, saya kehilangan banyak sekali waktu, dari niatan-niatan yang tidak terwujud, janji-janji yang entah kapan akan terpenuhi, dan tobat-tobat yang tidak pernah bermula. Tapi kok ya Tuhan selalu baik......

Oke, jadi tahun ini saya tidak berjanji apa-apa. Masih untung saya bisa ketemu bulan Ramadhan lagi.

Dan buat semuanya, selamat berpuasa....

Agustus 23, 2008

Kembali ke awal

Blar!!!

Dan kemudian semuanya kembali menjadi berantakan. Padahal, tadinya semuanya sudah berjalan dan terencana dengan ok. Seandainya seseorang mau merendahkan hatinya sedikit saja, mau menghargai pembicaraan orang sedikit saja, atau mengelola emosinya dengan sedikit lebih baik, atau mau berusaha mengalah sedikit saja. Dan seandainya seseorang lainnya mau meredam amarahnya sedikit saja, mau mengerti seseorang sedikit saja, atau mau berbicara dengan nada yang lebih rendah. Sedikit saja. Tentu semua akan berjalan dengan baik-baik saja.

Dan saya juga akan baik-baik saja. Apapun yang terjadi.

oh, atau tepatnya, pura-pura baik-baik saja.

Yah, saya tahu, sebagian besar orang ingin pergi ke tempat lain, sebagian melihat rumput tetangga selalu lebih baik. Wong, kebahagiaan itu seperti pelangi, kok, Ia tidak pernah ada di atas kepala kita, Ia selalu saja ada diatas kepala orang lain. Tapi terus so what?. Toh kita masih juga ada disini. Jadi kenapa kita enggak melakukan hal paling baik yang bisa kita lakukan disini?. Ditempat kita berpijak saat ini. Dan menghormati orang lain saya rasa juga merupakan hal terbaik, kan, mbak?.

Tapi, saya juga tahu, setiap orang punya hak memilih apa yang terbaik dalam hidupnya. Tidak ada orang yang bisa memaksamu untuk kembali. Apalagi saya. Tapi saya menyesal sekali seseorang harus pergi hanya karena masalah sepele seperti itu. Padahal, kalo kita mau duduk tenang dan berbicara kembali setelah hati dingin, tentu semua akan kembali baik. Saya rasa itu hanya masalah emosi.

Senang sekali saya bisa mengenalmu sepanjang tahun ini. dan tahu tidak, kamu orang paling trus terang yang terbaik yang pernah saya kenal. Menyesal sekali kita tidak bisa bertemu kembali seintens dulu. Dan saya masih temanmu, kan?


P.S : oh, dan saya melihat pelangi diatas kepalamu, mbak. :)

terima kasih

terima kasih pada mbak merahhitam untuk awardnya. sudah saya ambil, lho

Agustus 18, 2008

tujuhbelasan

2.4 (Win32)">

Saya selalu menyukai tujuhbelasan, seperti halnya saya juga menyukai Lebaran. Ada persamaan antara lebaran dan tujuhbelasan. Diantaranya, lebaran dan tujuhbelasan sama-sama mempunyai suasana semarak dan penuh kebahagiaan. Bedanya, tujuhbelasan dirayakan oleh semua umat, dan ada lebih banyak makanan di hari lebaran.

Tahun-tahun lalu, sebelum saya terjebak dalam dunia serba artifisial ini, saya selalu punya waktu untuk pulang pas tujuhbelasan. Saya memang enggak ikut serta dalam perlombaan yang diadakan di RT atau RW di kampung saya, tapi sekedar teriak memberi semangat pada kakak saya yang ikut lomba menangkap belut, adik saya yang ikut lomba lari kelerang, atau bahkan menyoraki mbah simak saya yang ikut final lomba memasukkan benang ke jarum, saya sudah cukup senang sekali. Diakhir sore biasanya ada lomba panjat pinang, dengan hadiah yang didapat dari iuran seiklasnya dari rumah ke rumah. Semuanya boleh menyumbang, apa saja yang mereka ingin sumbang, ada yang menyumbang air mineral botol, lanting, brem, rokok, nasi pecel, atau uang sekadarnya. Malamnya, biasanya saya ikut ke lapangan, duduk-duduk melihat pembagian hadiah dan berbagai pentas seni.

Tanggal 17 paginya, setelah upacara di alun-alun kecamatan selesai, saya dan adik-adik pergi ke alun-alun, sekedar beli opak goreng bumbu sambel gula jawa, nasi pecel, gulali merah putih, dan tidak lupa, nonton panjat pinang tingkat kecamatan. Disini hadiahnya lebih meriah, bahkan sampai ada sepeda digantung segala. Lucu, kan?

Tujuhbelasan adalah pesta rakyat kecil-kecilan. Semua orang ikut bergembira.Di khayalan saya, para pahlawan yang telah gugur berdesak-desakan di langit, melongok negrinya sambil saling membanggakan. Lihat, itu lho, rakyat yang sudah merdeka, sedang merayakan kemerdekaan, mereka merdeka karena saya, lho… mungkin itu yang mereka bilang, Dan Saya selalu merasa bahwa pahlawan-pahlawan yang telah gugur itu keren. Bagaimana enggak, mereka mati untuk membela bangsanya, dan nama mereka dihafalkan oleh anak-anak SD. Atau nama mereka dijadikan nama jalan.

Dan beberapa memang, yang masih tidak bisa menikmati kemeriahaan hari merdeka ini, Masih ada beberapa yang untuk makan saja susahnya minta ampun. Atau terpaksa mencabut pendaftaran anak mereka, karena tidak mampu membayar uang seragam sekolah. Atau tua renta yang masih terkantuk-kantuk menunggui dagangan mereka yang tidak seberapa. Atau anak-anak kecil yang harus bekerja karena tidak mampu sekolah. Siapapun, bahkan mungkin orang2 disekitar kita juga.

Dan sebagian dari kita juga menyikapi kemerdekaan dengan terlalu berlebihan. Ayo, coba hitung, berapa banyak uang yang kita habiskan untuk membeli pakaian bagus yang hanya akan kita kenakan ketika kita pesta, atau coba hitung, harga minuman atau makanan di kafe atau lounge tentu berlipat-lipat harganya daripada kita beli esteh dan nasi kucing di angkringan, padahal bapak angkringan itu tentu lebih membutuhkan uang daripada pemilik café atau resto mewah. Padahal kalo suasana cozy aja yang kita inginkan, di angkringan juga enggak kalah cozy, kok. Dan berapa banyak uang yang kita habiskan untuk perjalanan yang mewah itu, kenapa kita harus membelanjakan lebih banyak uang, kalo naik apa aja kita pasti nyampe ke tujuan. Padahal ada lebih banyak orang yang harus mikir sampe ke sejuta kali ketika ingin liburan.

Pasti para pahlawan kita disana mengurut dada dan ingin melemparkan bambu runcingnya kepada kita.

Anyway, selamat ulang tahun, Indonesia, Saya yakin kita pasti akan menjadi lebih baik. Karena pasti masih selalu ada orang yang peduli. Saya yakin.

Agustus 11, 2008

What a nice weekend !!!

Libur dan pergi dari tempat kerja, biasanya seperti mimpi bagi saya.  Saya merasa seperti tidur, dan menghilang sebentar dari dunia nyata.  Libur biasanya saya isi dengan tidur seharian -sampai tetangga saya melongok kamar kos saya, untuk memastikan bahwa saya baik-baik saja-, membaca novel seharian, pulang, atau pergi sendirian.  Apa saja, pokonya jauh-jauh dari tempat kerja.  Dan biasanya mood saya tidak benar-benar sempurna baiknya setelahnya.  Tapi tidak dengan akhir minggu ini.

Padahal akhir minggu ini, saya sangatsangatsangat sibuk sekali.  Dimulai dari Jumat malam yang melelahkan, karena membersihkan kantor, diikuti sabtu pagi duet kerja produksi dengan teman saya -saya kangen, karena saya sudah lama tidak duet nyuci dengan beliau-, kemudian siangnya belanja gelas-gelas plastik untuk mengisi stan pensinya anak smu, sebenarnya nyesel juga, sih, karena malam itu teman saya nikah, tapi ya, gimana lagi, wong saya sudah bayar uang sewa. Malamnya jualan es sampe kecapean, dibantu adik saya.  Tapi enggak sia-sia kok perjuangan saya dan adik saya sampe tengah malam, karena untung kami jualan es, bisa untuk beli hape murah-murahan untuk dia.  Dan itu enggak seberapa, saya lebih senang lagi melihat wajah sumringah adik saya, karena ini adalah uang hasil keringat pertamanya.  

Tidur yang enggak seberapa karena pulang larut sekali itu, juga harus terpotong pagi-pagi, karena harus berangkat ke kantor, disusul, tanpa sempat ganti baju harus segera ke kutoarjo, untuk sekedar bertandang ke rumah teman saya yang menikah malamnya itu.  Sudah terlambat, sih, tapi lebih baik terlambat kan, daripada tidak sama sekali?. Agak menyesal sedikit, sih, karena saya enggak kebagian acara makan2nya, :p. Pulangnya saya membawa untaian bunga melati bekas manten teman saya itu. Eh, kali-kali aja ketularan cepet laku. hehe.Rencananya mau pulang ke Jogja malam itu juga, tapi enggak boleh sama mbak simak, masih kangen katanya.  Dan akhirnya,  malam dirumah dihabiskan dengan cerita-cerita sampai larut sekali.  

Dan pagi-pagi sekali harus pulang ke Jogja lagi, karena adik saya sekolah, dan saya harus kerja.  Tapi ternyata keberuntungan saya enggak berhenti sampai disitu, di tengah jalan, saya di telpon mbak ini, lagi nunggu kereta di stasiun tugu.  Dan selesai mengantar adik saya ke sekolah, saya langsung meluncur ke stasiun untuk menemui mbak ini, eh, mampir ke warung rokok dulu, ding, untuk mbeliin rokok pesanannya.  Sayangnya, kita ketemu kurang-lebih cuma 25 menitan. ceritanya juga cuma sebentar :(.  Agak canggung juga pas pelukan, habis saya belum mandi sejak kemarin sore, je. hehe, maap, ya, mbak, agak bau dikit :p.

Dan mimpi saya kemudian terputus, karena saya harus kembali ke dunia nyata, lengkap dengan kejar-kejaran waktu, senyum-senyum artifisial, dan baju rapih serta sepatu sialan. Begitulah, sebagus apapun mimpi saya, sejauh apapun lari saya pergi, saya tau, saya harus kembali ke dunia nyata, yang ujung-ujungnya selalu uang.

Tapi tunggu, saya enggak menyesal.  Saya senang.

 Dan saya akan menikmatinya. Pasti .  Karena toh saya butuh uang-uang itu, untuk mengunjungi dunia mimpi favorit saya di akhir pekan. 

Agustus 08, 2008

Saya Rentan

Buku terakhir yang sedang saya baca, adalah buku motivasi berjudul, Life is Yours -mematahkan Jerat-jerat manipulatif dan Meraih Kembali Kendali Hidup Anda-. Buku-buku motivasi memang terlihat sangat too good to be true, tapi, kadang saya membutuhkan, untuk memotivasi diri saya sendiri. Buku ini sudah terbit sejak 3 tahun yang lalu, dan saya mendapatkannya dengan harga 6.700, sebenarnya 10 ribuan, sih, tapi ditawar ternyata bisa, kok, :). Well, buku seharga itulah yang mampu saya beli. Saya dapatkan di pameran buku di JEC. Pengen beli buku yang direkomendasi sama mbak ini, sih, tapi sayang, belum turun harga :D.

Jadi, saya sudah baca 2 bab, saya mengisi daftar pertanyaannya, dan teng-teng, ternyata saya termasuk orang yang sangat rentan terhadap manipulasi :). umm, wajarlah kalo saya sering merasa dimanipulasi......

Agustus 06, 2008

shut up and Listen

Hey, tau apa kamu tentang kesedihan,
tentang kehilangan?

Sudahlah,
hentikan semua caci maki,
semua amarah,
semua dendam

kamu hanya perlu
Diam dan mendengarkan
lalu biarkan,
waktu yang mengobati semuanya...

Agustus 02, 2008

Hati yang secuil itu mengcopy dirinya sendiri

Beberapa menyebutnya patah hati, tapi saya bilang tidak.

Beberapa menyebutnya sakit hati, dan saya tetap bilang tidak.

Karena, hati saya tidak berdarah, dan saya masih menggenggamnya erat, dalam genggaman tangan kanan saya. Sedikit cuil, sih, tapi waktu itu, saya meninggalkannya di rumah nenek saya, di Kutoarjo, kota kecil paling cantik yang pernah saya tau. Sebagian besar masih ada pada saya, Saya bawa kemana saja saya pergi. Dan saya membawa mesin fotocopy kemana-mana, jadi, bila saya jatuh cinta pada suatu tempat, suatu hal, atau sesuatu yang lain, saya akan membuat duplikatnya, dan meninggalkannya di tempat itu. Supaya saya selalu ingat, dan akan kembali suatu saat.

Dan ketika saya memutuskan untuk pergi sendirian saja, saya tau saat itu hati saya tidak patah sedikitpun, cuilpun tidak. Karena saya menjaganya agar tetap utuh, saya menangkupkan jari-jari saya rapat, menggenggamnya erat-erat, menggangguk sambil tersenyum, meski saya tahu, tidak ada yang melihat saya. Tapi saya yakin, setan dan malaikat melihat saya, bertepuk tangan, dan mengangkat pedangnya tinggi-tinggi ketika saya melewatinya. Dan saya berjalan angkuh, sambil mendongakkan kepala saya tinggi-tinggi.
Tentu, saya lebih baik.

Dan saya lebih berharga.

Dan saya tidak akan lagi memberikan hati saya secara cuma-cuma, apalagi mencuilinya dan ketika seseorang berbuat baik pada saya, saya memberikan cuilan-cuilan itu padanya. Sampai saya sadar, tidak ada lagi hati dalam genggaman tangan kanan saya, saat saya sadar, ketika saya datang ke tempat baru, dan jatuh cinta pada tempat itu, dan ketika saya ingin memfotocopy hati saya, saya mendapati hati saya cuil-cuil tidak karuan. Hingga kemudian saya tidak pernah memfoto copy hati saya lagi, saya mulai acuh pada semuanya, karena hati saya sudah habis dicuili, untuk diberikan pada satu orang saja.

Lalu ketika ketakutan itu bisa diatasi, mempertanyakan sesuatu yang melahirkan keputusan baru, tiba-tiba saja hati saya yang cuil-cuil itu terbang kembali dalam genggaman tangan kanan saya, cuilan-cuilan kecil itu mengadu pada saya, bahwa disana mereka tidak pernah dijaga dengan baik, dan mereka berterima kasih karena keberanian saya, mereka menjerit-jerit senang, menari-menari dengan saya, dan ketika saya membuka genggaman tangan kanan saya, mereka mendekat, menjerit riang semakin keras, dan bersatu kembali, dan hati saya kembali utuh.

Oh tidak, agak cuil sedikit karena saya meninggalkannya di rumah nenek saya, di Kutoarjo.

Saya merasa berharga sekali, dengan hati yang utuh, dan saya bisa mengcopynya kapan saja saya mau, dan meninggalkan copy-copyan itu dimana saja saya mau.

Saya tau saya akan menjadi 100 persen lagi. Dengan sedikit kenangan, dengan sedikit sakit hati, sekeranjang mimpi, seember cinta, sekotak mimpi, seransel harapan, dan hati yang utuh. milik saya sendiri. Bila ada yang meminta, saya hanya memberikan copynya saja,

Oh, tidak, tidak utuh penuh, agak cuil sedikit, karena saya meninggalkannya di rumah nenek saya, di kutoarjo.
Dan baru saja potongan hati itu menelpon, dia bahagia sekali disana, dia mengcopy dirinya sendiri, hingga sekarang dia tinggal di padasan tempat wudhu simbah saya, di gentong beras, di bawah pohon mangga, di bawah pohon belimbing, di bawah kasur kamar kulon, di kandang ayam, di kebun belakang, di pintu kami yang bisa dibuka atas bawah, di atap tanpa eternit, di sawang-sawang, di depan tivi hitam putih kami, di sumur, di kamar mandi.

Oh iya, dia juga menelusup di hati simbah saya, sampai tiba Sms dari kakak saya,
“Ka, mbah simak, sakit, nakokke kowe, lho. Kapan kowe iso mulih, mbah simak kangen, jare”.

Dan hati saya tertusuk sampai berdarah, bagaimana mungkin saya mencuili hati saya sampai habis, untuk orang yang tidak pernah menjaganya, dan memberikan secuil saja untuk tanah kelahiran saya, dan seseorang tua yang lemah menjaganya sampai besar sekali, saya malah memikirkan cuilan-cuilan brengsek yang lain.

Hebat benar, Jogja, sampai jarak puluhan meter susah saya lewati untuk pulang. Tapi, lihat, minggu ini saya tidak akan meleset. Saya akan memotong hati saya jadi 2. Meninggalkannya di hati simbah saya, sehingga saya makin rindu untuk pulang seminggu sekali.
Saya janji. Pasti,