Agustus 02, 2008

Hati yang secuil itu mengcopy dirinya sendiri

Beberapa menyebutnya patah hati, tapi saya bilang tidak.

Beberapa menyebutnya sakit hati, dan saya tetap bilang tidak.

Karena, hati saya tidak berdarah, dan saya masih menggenggamnya erat, dalam genggaman tangan kanan saya. Sedikit cuil, sih, tapi waktu itu, saya meninggalkannya di rumah nenek saya, di Kutoarjo, kota kecil paling cantik yang pernah saya tau. Sebagian besar masih ada pada saya, Saya bawa kemana saja saya pergi. Dan saya membawa mesin fotocopy kemana-mana, jadi, bila saya jatuh cinta pada suatu tempat, suatu hal, atau sesuatu yang lain, saya akan membuat duplikatnya, dan meninggalkannya di tempat itu. Supaya saya selalu ingat, dan akan kembali suatu saat.

Dan ketika saya memutuskan untuk pergi sendirian saja, saya tau saat itu hati saya tidak patah sedikitpun, cuilpun tidak. Karena saya menjaganya agar tetap utuh, saya menangkupkan jari-jari saya rapat, menggenggamnya erat-erat, menggangguk sambil tersenyum, meski saya tahu, tidak ada yang melihat saya. Tapi saya yakin, setan dan malaikat melihat saya, bertepuk tangan, dan mengangkat pedangnya tinggi-tinggi ketika saya melewatinya. Dan saya berjalan angkuh, sambil mendongakkan kepala saya tinggi-tinggi.
Tentu, saya lebih baik.

Dan saya lebih berharga.

Dan saya tidak akan lagi memberikan hati saya secara cuma-cuma, apalagi mencuilinya dan ketika seseorang berbuat baik pada saya, saya memberikan cuilan-cuilan itu padanya. Sampai saya sadar, tidak ada lagi hati dalam genggaman tangan kanan saya, saat saya sadar, ketika saya datang ke tempat baru, dan jatuh cinta pada tempat itu, dan ketika saya ingin memfotocopy hati saya, saya mendapati hati saya cuil-cuil tidak karuan. Hingga kemudian saya tidak pernah memfoto copy hati saya lagi, saya mulai acuh pada semuanya, karena hati saya sudah habis dicuili, untuk diberikan pada satu orang saja.

Lalu ketika ketakutan itu bisa diatasi, mempertanyakan sesuatu yang melahirkan keputusan baru, tiba-tiba saja hati saya yang cuil-cuil itu terbang kembali dalam genggaman tangan kanan saya, cuilan-cuilan kecil itu mengadu pada saya, bahwa disana mereka tidak pernah dijaga dengan baik, dan mereka berterima kasih karena keberanian saya, mereka menjerit-jerit senang, menari-menari dengan saya, dan ketika saya membuka genggaman tangan kanan saya, mereka mendekat, menjerit riang semakin keras, dan bersatu kembali, dan hati saya kembali utuh.

Oh tidak, agak cuil sedikit karena saya meninggalkannya di rumah nenek saya, di Kutoarjo.

Saya merasa berharga sekali, dengan hati yang utuh, dan saya bisa mengcopynya kapan saja saya mau, dan meninggalkan copy-copyan itu dimana saja saya mau.

Saya tau saya akan menjadi 100 persen lagi. Dengan sedikit kenangan, dengan sedikit sakit hati, sekeranjang mimpi, seember cinta, sekotak mimpi, seransel harapan, dan hati yang utuh. milik saya sendiri. Bila ada yang meminta, saya hanya memberikan copynya saja,

Oh, tidak, tidak utuh penuh, agak cuil sedikit, karena saya meninggalkannya di rumah nenek saya, di kutoarjo.
Dan baru saja potongan hati itu menelpon, dia bahagia sekali disana, dia mengcopy dirinya sendiri, hingga sekarang dia tinggal di padasan tempat wudhu simbah saya, di gentong beras, di bawah pohon mangga, di bawah pohon belimbing, di bawah kasur kamar kulon, di kandang ayam, di kebun belakang, di pintu kami yang bisa dibuka atas bawah, di atap tanpa eternit, di sawang-sawang, di depan tivi hitam putih kami, di sumur, di kamar mandi.

Oh iya, dia juga menelusup di hati simbah saya, sampai tiba Sms dari kakak saya,
“Ka, mbah simak, sakit, nakokke kowe, lho. Kapan kowe iso mulih, mbah simak kangen, jare”.

Dan hati saya tertusuk sampai berdarah, bagaimana mungkin saya mencuili hati saya sampai habis, untuk orang yang tidak pernah menjaganya, dan memberikan secuil saja untuk tanah kelahiran saya, dan seseorang tua yang lemah menjaganya sampai besar sekali, saya malah memikirkan cuilan-cuilan brengsek yang lain.

Hebat benar, Jogja, sampai jarak puluhan meter susah saya lewati untuk pulang. Tapi, lihat, minggu ini saya tidak akan meleset. Saya akan memotong hati saya jadi 2. Meninggalkannya di hati simbah saya, sehingga saya makin rindu untuk pulang seminggu sekali.
Saya janji. Pasti,

2 komentar:

  1. Ika, semoga simbah cepat sembuh ya. Dan kamu, gak telat pulang untuk jenguk simbah seminggu sekali :)

    BalasHapus
  2. Hatiku juga tertinggal di Kutoarjo tuh...susah diajak pergi - pergi , tidak mau aku kopy dia..

    BalasHapus

monggo......