September 13, 2009

belajar sopan


Bagaimana mungkin mengajarkan keindahan sekuntum mawar dengan sebilah pedang*

Siang yang panas dan berdebu remah-remah pasir -haha. remah pasir gitu-. Dan puasa yang tanpa sahur. Sama sekali bukan perpaduan yang harmonis, ya?. Mungkin kalo terbuat dari lilin, saya sudah habis meleleh. Saat itu saya sedang talking-talking bullshit sama teman didepan tempat kerja ketika terdengar teriakan dari arah mas-mas yang sedang nongkrong di pinggir jalan.

"Heh. buang tu rokoknya. ini bulan puasa."

Paman tukang pentol yang saat itu sedang menghisap rokok sambil memukul-mukul mangkoknya kaget.

"Itu, rokok yang kamu isep itu. Kamu ga tau apa kalo ini bulan puasa?. orang-orang lagi puasa. kamu jangan merokok seenaknya." Teriaknya lagi. Kali ini sambil berjalan mendekati gerobak pentol milik si paman. Matanya mendelik garang. Urat-urat lehernya bertonjolan.

Paman pentol pun buru-buru mencopot rokok, dan membuangnya. Diikuti grundelan-grundelan pelan. mungkin kalo keras g berani kali. hihi.

"Nah, gitu, buang. jangan ngomel-ngomel. kalo enggak, gerobak pentolmu aku tuang semua. ini bulan puasa. kamu jangan bikin gara-gara."

lha, saya pikir si Mas-mas itu yang bikin gara-gara.



hmm, begitulah fragmen siang ini. Yang mengingatkan saya pada FPI, taliban, dan lain-lain entah-apa-namanya-itu. Yang seenak-enaknya rsak sana-rusak sini hanya karena orang-orang lain enggak sepaham-sealiran dengan mereka. Seolah-olah mereka paling bener sendiri aja. Emang harus gitu,ya, cara mengingatkan orang lain yang mereka pikir sedang berbuat salah. Saya benar, jadi saya sah-sah aja maki-maki sampeyan, karena sampeyan salah.

Lucu. padahal kita hidup berdampingan denga orang-orang yang berbeda keyakinan, agama , aliran dan paham. Jadi rasanya aneh kalo kita harus maksa-maksa orang lain untuk menghormati kita yang sedang berpuasa dengan cara kasar dan enggak sopan sama sekali. Bagaimana mungkin mengajarakan kesopanan dengan cara yang tidak sopan, coba?. Kenapa kita yang harus minta dihormati?. kenapa enggak kita aja yang menghormati mereka, orang-orang yang memilih untuk tidak puasa itu. siapa tau mereka memang punya alasan yang logis. -Meskipun logis enggak logis juga tetep aja bukan urusan kita-. Lagian orang yang memilih untuk menghormati orang lain enggak akan direndahkan, kok. ,

Anyway, saya pikir, puasa enggak puasa itu urusan antata manusia dengan Tuhannya masing-masing,ya. bukan urusan manusia satu dengan manusia yang lainnya. Jadi, dia mau puasa, kek, enggak, kek, dosa juga dosa sendiri. Bukanya kalo kita marah-marah malah akan mengurangi pahala kita?. Iya kalo puasa kita kualitasnya bagus. nah kalo enggak. kita kan enggak bisa seenak-enaknya maksa orang lain untuk mengikuti apa yang kita lakukan, bukan?.

Aduh, kok saya jadi terlihat sok tahu gini, ya?. hehe. Intinya. saya sebel aja kalo liat orang puasa, langsung sok-sokan belagak paling bener sendiri dan berasa bau sorga aja -ihhh, kayak dirinya enggak aja-. Menganggap orang yang enggak puasa itu temenya setan. Dan sok-sokan ngajari sopan pada orang lain dengan cara yang enggak sopan. Saya pikir, selalu ada cara baik lain untuk mengajari sopan santun. Karena, bagaimanapun, tidak mungkin mengajarkan keindahan sekuntum mawar dengan sebilah pedang.....



*lupa darimana dapat kata-kata itu. kayaknya dari majalah Islami apa gitu. hehe.
gambar diambil dari sini

2 komentar:

  1. setuju sama yang mbak Ika tulis..

    BalasHapus
  2. @bapak/ibu anonim: thank you. ini cuma ngoyoworo aja, kok....

    @pak nurrahman: injih, monggo....

    BalasHapus

monggo......