September 07, 2009

48 menit 22 detik bersamamu

"seta, sibukkah?, kalo enggak, bolehkan aku menelphonmu?" tulis saya di telphon selular. Kemudian saya mengetikkan nomor yang tidak ada di phonebook saya, karena saya sudah hafal luar kepala.

5 menit berselang.
30 menit berlalu. Ah, tak apa, toh beratus-ratus SMS yang saya kirimkan juga tidak berbalas.
1 jam terbang sudah. Ya. ya. saya kan bukan siapa-siapa.

Bip.bip.bip. "ga sibuk kok, telephon aja sekarang." Balasan darinya. Singkat. Jelas. Tanpa basa-basi. Saya girang sekali. Cepat-cepat saya mengambil selembar kertas, dan mulai menulis daftar pertanyaan.

1. Bagaimana kabarmu?
2. Apa kegiatanmu sekarang?
3. Bagaimana kuliah akta IV-mu?
4. Bagaimana usahamnu?
dan bla-bla-bla-bla. Hingga terkumpul 20 pertanyaan dikertas saya. Hanya untuk jaga-jaga, siapa tau saya jadi gagu dan tak bisa berpikir cepat. Lalu saya menekan kembali kombinasi nomor yang saya hafal luar kepala itu.
085228097XXX
1 kali tuuut
2 kali tuuut
3 kali tuuut
4 kali tuuut
Saya mulai putus asa. Mungkin sebenarnya ia tidak benar-benar berniat ingin bertelephon. oke, 1 kali lagi dan saya menyerah.

"Halo" Saya mendengar suaranya. Jernih. Bening. tenang. dalam. Masih sama seperti 2 tahun yang lalu.

"Halo?. Seta?". Saya akhirnya mampu memanggilnya. Dan saya mulai tertawa girang. oh, bukan girang. Gugup tepatnya. Hingga saya tidak sadar ketika air mata saya mulai leleh disudut mata. Saya cepat-cepat mengerjapkan mata.

"kok ketawa?". Aduh, suaranya merdu sekali. memantul-mantul digendang telinga saya. Seperti suaranya 2 tahun yang lalu. Begitu dekat. Rasanya bibirnya menempel di telinga saya.

Saya menyusut hidung dan menghapus air mata diantara tawa senang saya.

"Aduh, aku senang sekali bisa menelphonmu lagi. sampai grogi, ni"

Ia menghela nafas. Saya bisa mendengarnya dengan jelas disini. Ah, saya suka sekali memandanginnya saat menghela nafas. Jakunnya naik turun saat itu. Saya bahkan masih bisa merasakan nafasnya di leher saya.

Lalu Ia ikut tertawa. Saya suka sekali melihatnya tertawa. Kedua sudut mulutnya akan tertarik melengkung keatas. Disudut mulutnya membentuk garis tepat dibawah tulang pipi. membingkai bibirnya yang merah basah. pipinya menggembung, dan kepalanya menyipit. Wajahnya jadi tampak jenaka sekali saat itu.

"Aku malu, Seta, sudah lama sekali tidak mendengar suaramu."

Saya mendengar tawanya kembali. Biasanya saya cemberut kalo ia tidak berhenti menertawakan saya. Dan Ia akan mengacak-acak rambut ikal saya dengan tangannya yang kekar dan berotot. Atau Ia akan memeluk dan membawa kepala saya kedadanya, hingga saya bisa mendengar jantungnya berdetak cepat saat ia terpingkal-pingkal.

"seta, jangan ketawa, aku malu."

"maaf,maaf, kamu lucu, si, kenapa juga harus malu padaku?"

Saya tersenyum, walau saya yakin, Ia tidak bisa melihat senyum saya.

Lalu obrolan bergulir. Tentang pekerjaan. Kegiatan saat ini. Cuaca. Jejaring pertemanan. standar. pertanyaan-pertanyaan umum seperti saat kau bertemu sahabat lamamu.

Dan airmata saya meleleh makin banyak.

Setiap jeda dari pertanyaan diisi dengan diam. Saya tidak tau apa yang ia pikirkan. Saya hanya merasa Ia sengaja membangun jarak dengan saya. mungkin maksudnya supaya kami tidak sedekat dulu lagi.

Padahal dulu Ia adalah seorang pencerita yang baik. Kami bahkan tahan bercerita 5 jam nonstop setiap malam. Dan esok paginya kami akan terkantk-kantuk di kantor. Tapi kami tidak peduli. Setiap malam, kami akan menghabiskannya berdua, bersama bergelas-gelas minuman berbusa. dan seribu cerita tanpa henti. Lalu saat kami kelelahan, saya akan menyandarkan kepala saya didadanya, terus begitu sampai saya ketiduran.

"Seta, pertanyaan itu tadi aku susun dikertas, lho, supaya aku g kehabisan kata-kata karena gagu"

"oh iya?. Jadi, ada yang kurang, kah, wawancara kita hari ini?"

Kami tertawa bersama.

"oh, sudah habis, kok"

"kali-kali ada yang kurang".

Lalu ia menguap.

lalu diam lagi.

Saya pun memutuskan pembicaraan. Dulu, saya ingat, setiap kali hendak pulang dari apartemen saya, ia akan memeluk saya erat-erat, dan memcium kening saya lama-lama. ah, bahkan saya masih seperti mencium bau parfumnya sekarang. menguar dari lengan jaket hitamnya yang melingkari bahu saya.

48 menit 22 detik. Saya melirik timer di telpon selular saya. Itu saja sudah cukup. setelah 2 tahun tak pernah bertemu muka. Saya menyimpan kertas-kertas saya. Ya. Ya. Saya berbohong padanya. Ada satu pertanyaan yang belum saya beri tanda centang di kertas ini. Pertanyaan nomor 17. Apakah kamu sudah jatuh cinta lagi?.

Saya takut menanyakannya. Saya takut kalo jawabannya ya.


p.s : hey, you, ini memang agak dibesar-besarkan. dan, ayolah, jangan cuma jadi secret-reader saja. beri saya kritik. hehe.

1 komentar:

monggo......