Oktober 28, 2007

artikel

Artikel Bebas
30 Juli 2005 - 12:02 aq
CINTA LAKI-LAKI BIASA (True Story)


Menjelang hari H, Nania masih saja sulit mengungkapkan alasan kenapa dia mau menikah dengan lelaki itu. Baru setelah menengok ke belakang, hari-hari yang dilalui, gadis cantik itu sadar, keheranan yang terjadi bukan semata miliknya, melainkan menjadi milik banyak orang; Papa dan Mama, kakak-kakak, tetangga, dan teman-teman Nania. Mereka ternyata sama herannya.
Kenapa? Tanya mereka di hari Nania mengantarkan surat undangan.
Saat itu teman-teman baik Nania sedang duduk di kantin menikmati hari-hari sidang yang baru saja berlalu. Suasana sore di kampus sepi. Berpasang-pasang mata tertuju pada gadis itu.
Tiba-tiba saja pipi Nania bersemu merah, lalu matanya berpijar bagaikan lampu neon limabelas watt. Hatinya sibuk merangkai kata-kata yg barangkali beterbangan di otak melebihi kapasitas. Mulut Nania terbuka. Semua menunggu. Tapi tak ada apapun yang keluar dari sana. Ia hanya menarik nafas, mencoba bicara dan? menyadari, dia tak punya kata-kata!
Dulu gadis berwajah indo itu mengira punya banyak jawaban, alasan detil dan spesifik, kenapa bersedia menikah dengan laki-laki itu. Tapi kejadian di kampus adalah kali kedua Nania yang pintar berbicara mendadak gagap. Yang pertama terjadi tiga bulan lalu saat Nania menyampaikan keinginan Rafli untuk melamarnya. Arisan keluarga Nania dianggap momen yang tepat karena semua berkumpul, bahkan hingga generasi ketiga, sebab kakak-kakaknya yang sudah berkeluarga membawa serta buntut mereka.
Kamu pasti bercanda!
Nania kaget. Tapi melihat senyum yang tersungging di wajah kakak tertua, disusul senyum serupa dari kakak nomor dua, tiga, dan terakhir dari Papa dan Mama membuat Nania menyimpulkan: mereka serius ketika mengira Nania bercanda.
Suasana sekonyong-konyong hening. Bahkan keponakan-keponakan Nania yang balita melongo dengan gigi-gigi mereka yang ompong. Semua menatap Nania!
Nania serius! tegasnya sambil menebak-nebak, apa lucunya jika Rafli memang melamarnya.
Tidak ada yang lucu, suara Papa tegas, Papa hanya tidak mengira Rafli berani melamar anak Papa yang paling cantik!
Nania tersenyum. Sedikit lega karena kalimat Papa barusan adalah pertanda baik. Perkiraan Nania tidak sepenuhnya benar sebab setelah itu berpasang-pasang mata kembali menghujaninya, seperti tatapan mata penuh selidik seisi ruang pengadilan pada tertuduh yang duduk layaknya pesakitan.
Tapi Nania tidak serius dengan Rafli, kan? Mama mengambil inisiatif bicara, masih seperti biasa dengan nada penuh wibawa, maksud Mama siapa saja boleh datang melamar siapapun, tapi jawabannya tidak harus iya, toh?
Nania terkesima.
Kenapa?
Sebab kamu gadis Papa yang paling cantik.
Sebab kamu paling berprestasi dibandingkan kami. Mulai dari ajang busana, sampai lomba beladiri. Kamu juga juara debat bahasa Inggris, juara baca puisi seprovinsi. Suaramu bagus!
Sebab masa depanmu cerah. Sebentar lagi kamu meraih gelar insinyur. Bakatmu yang lain pun luar biasa. Nania sayang, kamu bisa mendapatkan laki-laki manapun yang kamu mau!
Nania memandangi mereka, orang-orang yang amat dia kasihi, Papa, kakak-kakak, dan terakhir Mama. Takjub dengan rentetan panjang uraian mereka atau satu kata 'kenapa' yang barusan Nania lontarkan.
Nania Cuma mau Rafli, sahutnya pendek dengan airmata mengambang di kelopak.
Hari itu dia tahu, keluarganya bukan sekadar tidak suka, melainkan sangat tidak menyukai Rafli. Ketidaksukaan yang mencapai stadium empat. Parah.
Tapi kenapa?
Sebab Rafli cuma laki-laki biasa, dari keluarga biasa, dengan pendidikan biasa, berpenampilan biasa, dengan pekerjaan dan gaji yg amat sangat biasa.
Bergantian tiga saudara tua Nania mencoba membuka matanya.
Tak ada yang bisa dilihat pada dia, Nania!
Cukup!
Nania menjadi marah. Tidak pada tempatnya ukuran-ukuran duniawi menjadi parameter kebaikan seseorang menjadi manusia. Di mana iman, di mana tawakkal hingga begitu mudah menentukan masa depan seseorang dengan melihat pencapaiannya hari ini?
Sayangnya Nania lagi-lagi gagal membuka mulut dan membela Rafli. Barangkali karena Nania memang tidak tahu bagaimana harus membelanya. Gadis itu tak punya fakta dan data konkret yang bisa membuat Rafli tampak 'luar biasa'. Nania Cuma punya idealisme berdasarkan perasaan yang telah menuntun Nania menapaki hidup hingga umur duapuluh tiga. Dan nalurinya menerima Rafli. Di sampingnya Nania bahagia.
Mereka akhirnya menikah.
***
Setahun pernikahan.
Orang-orang masih sering menanyakan hal itu, masih sering berbisik-bisik di belakang Nania, apa sebenarnya yang dia lihat dari Rafli. Jeleknya, Nania masih belum mampu juga menjelaskan kelebihan-kelebihan Rafli agar tampak di mata mereka.
Nania hanya merasakan cinta begitu besar dari Rafli, begitu besar hingga Nania bisa merasakannya hanya dari sentuhan tangan, tatapan mata, atau cara dia meladeni Nania. Hal-hal sederhana yang membuat perempuan itu sangat bahagia.
Tidak ada lelaki yang bisa mencintai sebesar cinta Rafli pada Nania.
Nada suara Nania tegas, mantap, tanpa keraguan.
Ketiga saudara Nania hanya memandang lekat, mata mereka terlihat tak percaya.
Nia, siapapun akan mudah mencintai gadis secantikmu! Kamu adik kami yang tak hanya cantik, tapi juga pintar! Betul. Kamu adik kami yang cantik, pintar, dan punya kehidupan sukses!
Nania merasa lidahnya kelu. Hatinya siap memprotes. Dan kali ini dilakukannya sungguh-sungguh. Mereka tak boleh meremehkan Rafli.
Beberapa lama keempat adik dan kakak itu beradu argumen.
Tapi Rafli juga tidak jelek, Kak! Betul. Tapi dia juga tidak ganteng kan?
Rafli juga pintar! Tidak sepintarmu, Nania.
Rafli juga sukses, pekerjaannya lumayan. Hanya lumayan, Nania. Bukan sukses. Tidak sepertimu.
Seolah tak ada apapun yang bisa meyakinkan kakak-kakaknya, bahwa adik mereka beruntung mendapatkan suami seperti Rafli. Lagi-lagi percuma.
Lihat hidupmu, Nania. Lalu lihat Rafli! Kamu sukses, mapan, kamu bahkan tidak perlu lelaki untuk menghidupimu.
Teganya kakak-kakak Nania mengatakan itu semua. Padahal adik mereka sudah menikah dan sebentar lagi punya anak.
Ketika lima tahun pernikahan berlalu, ocehan itu tak juga berhenti. Padahal Nania dan Rafli sudah memiliki dua orang anak, satu lelaki dan satu perempuan. Keduanya menggemaskan. Rafli bekerja lebih rajin setelah mereka memiliki anak-anak. Padahal itu tidak perlu sebab gaji Nania lebih dari cukup untuk hidup senang. Tak apa, kata lelaki itu, ketika Nania memintanya untuk tidak terlalu memforsir diri. Gaji Nania cukup, maksud Nania jika digabungkan dengan gaji Abang.
Nania tak bermaksud menyinggung hati lelaki itu. Tapi dia tak perlu khawatir sebab suaminya yang berjiwa besar selalu bisa menangkap hanya maksud baik..
Sebaiknya Nania tabungkan saja, untuk jaga-jaga. Ya? Lalu dia mengelus pipi Nania dan mendaratkan kecupan lembut. Saat itu sesuatu seperti kejutan listrik menyentakkan otak dan membuat pikiran Nania cerah.
Inilah hidup yang diimpikan banyak orang. Bahagia!
Pertanyaan kenapa dia menikahi laki-laki biasa, dari keluarga biasa, dengan pendidikan biasa, berpenampilan biasa, dengan pekerjaan dan gaji yang amat sangat biasa, tak lagi mengusik perasaan Nania. Sebab ketika bahagia, alasan-alasan menjadi tidak penting.
Menginjak tahun ketujuh pernikahan, posisi Nania di kantor semakin gemilang, uang mengalir begitu mudah, rumah Nania besar, anak-anak pintar dan lucu, dan Nania memiliki suami terbaik di dunia. Hidup perempuan itu berada di puncak!
Bisik-bisik masih terdengar, setiap Nania dan Rafli melintas dan bergandengan mesra. Bisik orang-orang di kantor, bisik tetangga kanan dan kiri, bisik saudara-saudara Nania, bisik Papa dan Mama.
Sungguh beruntung suaminya. Istrinya cantik. Cantik ya? dan kaya!
Tak imbang!
Dulu bisik-bisik itu membuatnya frustrasi. Sekarang pun masih, tapi Nania belajar untuk bersikap cuek tidak peduli. Toh dia hidup dengan perasaan bahagia yang kian membukit dari hari ke hari.
Tahun kesepuluh pernikahan, hidup Nania masih belum bergeser dari puncak. Anak-anak semakin besar. Nania mengandung yang ketiga. Selama kurun waktu itu, tak sekalipun Rafli melukai hati Nania, atau membuat Nania menangis.
***
Bayi yang dikandung Nania tidak juga mau keluar. Sudah lewat dua minggu dari waktunya.
Plasenta kamu sudah berbintik-bintik. Sudah tua, Nania. Harus segera dikeluarkan!
Mula-mula dokter kandungan langganan Nania memasukkan sejenis obat ke dalam rahim Nania. Obat itu akan menimbulkan kontraksi hebat hingga perempuan itu merasakan sakit yang teramat sangat. Jika semuanya normal, hanya dalam hitungan jam, mereka akan segera melihat si kecil.
Rafli tidak beranjak dari sisi tempat tidur Nania di rumah sakit. Hanya waktu-waktu shalat lelaki itu meninggalkannya sebentar ke kamar mandi, dan menunaikan shalat di sisi tempat tidur. Sementara kakak-kakak serta orangtua Nania belum satu pun yang datang.
Anehnya, meski obat kedua sudah dimasukkan, delapan jam setelah obat pertama, Nania tak menunjukkan tanda-tanda akan melahirkan. Rasa sakit dan melilit sudah dirasakan Nania per lima menit, lalu tiga menit. Tapi pembukaan berjalan lambat sekali.
Baru pembukaan satu. Belum ada perubahan, Bu. Sudah bertambah sedikit, kata seorang suster empat jam kemudian menyemaikan harapan.
Sekarang pembukaan satu lebih sedikit. Nania dan Rafli berpandangan. Mereka sepakat suster terakhir yang memeriksa memiliki sense of humor yang tinggi.
Tigapuluh jam berlalu. Nania baru pembukaan dua. Ketika pembukaan pecah, didahului keluarnya darah, mereka terlonjak bahagia sebab dulu-dulu kelahiran akan mengikuti setelah ketuban pecah. Perkiraan mereka meleset.
Masih pembukaan dua, Pak! Rafli tercengang. Cemas. Nania tak bisa menghibur karena rasa sakit yang sudah tak sanggup lagi ditanggungnya. Kondisi perempuan itu makin payah. Sejak pagi tak sesuap nasi pun bisa ditelannya.
Bang? Rafli termangu. Iba hatinya melihat sang istri memperjuangkan dua kehidupan.
Dokter?
Kita operasi, Nia. Bayinya mungkin terlilit tali pusar.
Mungkin? Rafli dan Nania berpandangan. Kenapa tidak dari tadi kalau begitu? Bagaimana jika terlambat?
Mereka berpandangan, Nania berusaha mengusir kekhawatiran. Ia senang karena Rafli tidak melepaskan genggaman tangannya hingga ke pintu kamar operasi. Ia tak suka merasa sendiri lebih awal.
Pembiusan dilakukan, Nania digiring ke ruangan serba putih. Sebuah sekat ditaruh di perutnya hingga dia tidak bisa menyaksikan ketrampilan dokter-dokter itu. Sebuah lagu dimainkan. Nania merasa berada dalam perahu yang diguncang ombak. Berayun-ayun. Kesadarannya naik-turun. Terakhir, telinga perempuan itu sempat menangkap teriakan-teriakan di sekitarnya, dan langkah-langkah cepat yang bergerak, sebelum kemudian dia tak sadarkan diri.
Kepanikan ada di udara. Bahkan dari luar Rafli bisa menciumnya. Bibir lelaki itu tak berhenti melafalkan zikir.
Seorang dokter keluar, Rafli dan keluarga Nania mendekat.
Pendarahan hebat!
Rafli membayangkan sebuah sumber air yang meluap, berwarna merah. Ada varises di mulut rahim yang tidak terdeteksi dan entah bagaimana pecah! Bayi mereka selamat, tapi Nania dalam kondisi kritis.
Mama Nania yang baru tiba, menangis. Papa termangu lama sekali. Saudara-saudara Nania menyimpan isak, sambil menenangkan orangtua mereka.
Rafli seperti berada dalam atmosfer yang berbeda. Lelaki itu tercenung beberapa saat, ada rasa cemas yang mengalir di pembuluh-pembuluh darahnya dan tak bisa dihentikan, menyebar dan meluas cepat seperti kanker.
Setelah itu adalah hari-hari penuh doa bagi Nania.
***
Sudah seminggu lebih Nania koma. Selama itu Rafli bolak-balik dari kediamannya ke rumah sakit. Ia harus membagi perhatian bagi Nania dan juga anak-anak. Terutama anggota keluarganya yang baru, si kecil. Bayi itu sungguh menakjubkan, fisiknya sangat kuat, juga daya hisapnya. Tidak sampai empat hari, mereka sudah oleh membawanya pulang.
Mama, Papa, dan ketiga saudara Nania terkadang ikut menunggui Nania di rumah sakit, sesekali mereka ke rumah dan melihat perkembangan si kecil. Walau tak banyak, mulai terjadi percakapan antara pihak keluarga Nania dengan Rafli.
Lelaki itu sungguh luar biasa. Ia nyaris tak pernah meninggalkan rumah sakit, kecuali untuk melihat anak-anak di rumah. Syukurnya pihak perusahaan tempat Rafli bekerja mengerti dan memberikan izin penuh. Toh, dedikasi Rafli terhadap kantor tidak perlu diragukan.
Begitulah Rafli menjaga Nania siang dan malam. Dibawanya sebuah Quran kecil, dibacakannya dekat telinga Nania yang terbaring di ruang ICU. Kadang perawat dan pengunjung lain yang kebetulan menjenguk sanak famili mereka, melihat lelaki dengan penampilan sederhana itu bercakap-cakap dan bercanda mesra..
Rafli percaya meskipun tidak mendengar, Nania bisa merasakan kehadirannya.
Nania, bangun, Cinta? Kata-kata itu dibisikkannya berulang-ulang sambil mencium tangan, pipi dan kening istrinya yang cantik.
Ketika sepuluh hari berlalu, dan pihak keluarga mulai pesimis dan berfikir untuk pasrah, Rafli masih berjuang. Datang setiap hari ke rumah sakit, mengaji dekat Nania sambil menggenggam tangan istrinya mesra. Kadang lelaki itu membawakan buku-buku kesukaan Nania ke rumah sakit dan membacanya dengan suara pelan. Memberikan tambahan di bagian ini dan itu. Sambil tak bosan-bosannya berbisik,
Nania, bangun, Cinta? Malam-malam penantian dilewatkan Rafli dalam sujud dan permohonan. Asalkan Nania sadar, yang lain tak jadi soal. Asalkan dia bisa melihat lagi cahaya di mata kekasihnya, senyum di bibir Nania, semua yang menjadi sumber semangat bagi orang-orang di sekitarnya, bagi Rafli.
Rumah mereka tak sama tanpa kehadiran Nania. Anak-anak merindukan ibunya. Di luar itu Rafli tak memedulikan yang lain, tidak wajahnya yang lama tak bercukur, atau badannya yang semakin kurus akibat sering lupa makan.
Ia ingin melihat Nania lagi dan semua antusias perempuan itu di mata, gerak bibir, kernyitan kening, serta gerakan-gerakan kecil lain di wajahnya yang cantik. Nania sudah tidur terlalu lama.
Pada hari ketigapuluh tujuh doa Rafli terjawab. Nania sadar dan wajah penat Rafli adalah yang pertama ditangkap matanya.
Seakan telah begitu lama. Rafli menangis, menggenggam tangan Nania dan mendekapkannya ke dadanya, mengucapkan syukur berulang-ulang dengan airmata yang meleleh.
Asalkan Nania sadar, semua tak penting lagi.
Rafli membuktikan kata-kata yang diucapkannya beratus kali dalam doa. Lelaki biasa itu tak pernah lelah merawat Nania selama sebelas tahun terakhir. Memandikan dan menyuapi Nania, lalu mengantar anak-anak ke sekolah satu per satu. Setiap sore setelah pulang kantor, lelaki itu cepat-cepat menuju rumah dan menggendong Nania ke teras, melihat senja datang sambil memangku Nania seperti remaja belasan tahun yang sedang jatuh cinta.
Ketika malam Rafli mendandani Nania agar cantik sebelum tidur. Membersihkan wajah pucat perempuan cantik itu, memakaikannya gaun tidur. Ia ingin Nania selalu merasa cantik. Meski seringkali Nania mengatakan itu tak perlu. Bagaimana bisa merasa cantik dalam keadaan lumpuh?
Tapi Rafli dengan upayanya yang terus-menerus dan tak kenal lelah selalu meyakinkan Nania, membuatnya pelan-pelan percaya bahwa dialah perempuan paling cantik dan sempurna di dunia. Setidaknya di mata Rafli.
Setiap hari Minggu Rafli mengajak mereka sekeluarga jalan-jalan keluar. Selama itu pula dia selalu menyertakan Nania. Belanja, makan di restoran, nonton bioskop, rekreasi ke manapun Nania harus ikut. Anak-anak, seperti juga Rafli, melakukan hal yang sama, selalu melibatkan Nania. Begitu bertahun-tahun.
Awalnya tentu Nania sempat merasa risih dengan pandangan orang-orang di sekitarnya. Mereka semua yang menatapnya iba, lebih-lebih pada Rafli yang berkeringat mendorong kursi roda Nania ke sana kemari. Masih dengan senyum hangat di antara wajahnya yang bermanik keringat.
Lalu berangsur Nania menyadari, mereka, orang-orang yang ditemuinya di jalan, juga tetangga-tetangga, sahabat, dan teman-teman Nania tak puas hanya memberi pandangan iba, namun juga mengomentari, mengoceh, semua berbisik-bisik.
Baik banget suaminya! Lelaki lain mungkin sudah cari perempuan kedua!
Nania beruntung! Ya, memiliki seseorang yang menerima dia apa adanya.
Tidak, tidak cuma menerima apa adanya, kalian lihat bagaimana suaminya memandang penuh cinta. Sedikit pun tak pernah bermuka masam!
Bisik-bisik serupa juga lahir dari kakaknya yang tiga orang, Papa dan Mama.
Bisik-bisik yang serupa dengungan dan sempat membuat Nania makin frustrasi, merasa tak berani, merasa?
Tapi dia salah. Sangat salah. Nania menyadari itu kemudian. Orang-orang di luar mereka memang tetap berbisik-bisik, barangkali selamanya akan selalu begitu. Hanya saja, bukankah bisik-bisik itu kini berbeda bunyi?
Dari teras Nania menyaksikan anak-anaknya bermain basket dengan ayah mereka.. Sesekali perempuan itu ikut tergelak melihat kocak permainan.
Ya. Duapuluh dua tahun pernikahan. Nania menghitung-hitung semua, anak-anak yang beranjak dewasa, rumah besar yang mereka tempati, kehidupan yang lebih dari yang bisa dia syukuri. Meski tubuhnya tak berfungsi sempurna. Meski kecantikannya tak lagi sama karena usia, meski karir telah direbut takdir dari tangannya.
Waktu telah membuktikan segalanya. Cinta luar biasa dari laki-laki biasa yang tak pernah berubah, untuk Nania.
Seperti yg diceritakan oleh seorang sahabat..
- Asma Nadia -
..........(email dari eka sodiarti)

Kenapa.....

kenapa kita menutup mata ketika kita tidur?
ketika kita menangis?
ketika kita membayangkan?
ini karena...
Hal terindah di dunia tidak terlihat
ketika kita menemukan seseorang yang keunikannya sejalan dengan kita,
kitapun bergabung dengannya
dan jatuh kedalam suatu keanehan rasa yang serupa yang dinamakan cinta
Ada hal-hal yang tidak ingin kita lepaskan
seseorang yang tidak ingin kita tinggalkan
Tapi melepaskana bukan akhir dari dunia
melainkan awal suatu kehidupan baru
kebahagiaan ada untuk mereka yang menangis
mereka yang tersakiti
mereka yang telah dan tengah mencari
dan mereka yang telah mencoba
karena merekalah yang bisa menghargai
betapa pentingnya orang yang telah menyentuh kehidupan mereka
cinta yang sebenarnya adalah ketika kamu menitikkan air mata
dan masih peduli terhadapnya
Adalah ketika dia tidak mempedulikanmu, dan kamu masih menunggunya dengan setia
Adalah ketika di mulai mencintai orang lain, dan kamu masih bisa tersenyum dan berkata, "aku turut berbahagia untukmu"
Apabila cinta tidak bertemu, bebaskan dirimu,
biarkan hatimu kemballi ke alam bebas lagi
Kau mungkin menyadari bahwa kamu menemukan cinta dan kehilangannya
tapi ketika cinta itu mati, kamu tidak perlu mati bersama cinta itu
Orang yang berbahagia bukanlah mereka yang selalu mendapatkan keinginananya
melainkan mereka yang tetap bangkit, ketika mereka jatuh
Entah bagaimana dalam perlajalanan kehidupan
kamu belajar lebih banyak tentang dirimu sendiri
dan menyadari bahwa, penyesalan tidak seharusnya ada
cintamu tetap di hatinya, sebagai penghargaan abadi
atas pilihan hidup yang telah kamu buat
Teman sejati, mengerti ketika kamu berkata, aku lupa
menunggu selamanya ketika kamu berkata, tunggu sebentar
tetap tinggal ketika kmu berkata, tinggalkan aku sendiri
membuka pintu meski kamu belum mengetuk pintu dan berkata, bolehkan aku masuk
mencintai juga bukanlah bagaimana kamu melupakan dia, bila dia berbuat kesalahan
melainkan bagaimana kamu memaafkan
bukanlah bagaimana kamu mendengarkan, melainkan bagaimana kamu mengerti
Bukanlah apa yang kamu lihat, melainkan apa yang kamu rasa,
bukanlah bagaimana kamu melepaskan, melainkan bagaimana kamu bertahan
Lebih menyakitkan menangis dalam hati
daripada menangis tersedu atau mengaduh
Air mata yang keluar dapat dihapus, sementara, air mata yang tersembunyi menggoreskan luka dihati yang tidak pernah hilang
Sayang dalam cinta kita sangat jarang peduli,
seharusnya kamu berbahagia, hatimu dapat mencintai seseorang yang kau sayang
mungkin akan tiba saatnya, dimana kamu harus berhenti mencintai seseorang, bukan karena orang itu berhenti mencintai kita, melainkan karena kita menyadari, ia akan lebih berbahagia, bila kamu melepaskannya
Namun bilapun kamu benar2 mencintai seseorang, jangan lepaskan dia, bila dia tidak membalasmu, barangkali ia tengah ragu dan memcari .
Jangan percaya bahwa, melepaskan berarti, kamu benar2 mencintai tanpa suatu balasan
Mengapa tidak berjuang untuk cintamu?
mungkin itu cinta sejatimu
Kadangkala, orang yang paling mencintaimu, adalah orang yang tidak pernah mengatakan cinta padamu, karena,
takut kamu berpaling dan memberi jarak.
Dan bila suatu saat dia pergi kau akan menyadari bahwa ia adalah cinta yang tak kamu sadari
Maka, mengapa kamu tidak mengungkapkan cintamu?
bila kamu memang mencintainya?
Meskipun kamu tak tau, apakah cinta itu ada juga padanya.....

dicuplik dari Majalah Paras 21 oktober 2005
bidiklah bintang dengan anak panahmu, kamu tau, anak panahmu g akan pernah sampe ke bintang, tapi paling g, anak panah itu akan melesat jauh lebih tinggi, daripada jika kamu hanya membidikannya sejajar dengan matamu........
(email untuk Naja, dikirim tgl 28 juli 2006)

Oktober 26, 2007

Mesin pengering yang bikin repot

jumat, 26 oktober 2007

Siang itu dimulai dari sebuah telephon dari financia, yang mengabarkan bahwa pengajuan kredit kantor kami untuk membeli pengering sudah oke. Mendengar itu, Saya sudah mulai seneng. sebentar lagi masalah pengeringan yang bikin repot ini bakal selesai sudah. Mulut-mulut bawel yang hobi menyalahkan bakal brenti. Jadi begitu dapat surat ACC, Saya langsung meluncur ke Enggal jaya, sebuah toko elektronik besar di Jogja, yang darinya saya sudah mendapat informasi bahwa mesinnya masih ada, harganya 6.75 juta dan bisa diambil hari ini.

Tapi dasar sial, begitu saya nyampe sana, Saya ternyata saya salah info, mesinnya seharga 8.5 juta, dan sudah habis. Saya langsung ngamuk2 disana, bahkan juragannya yang china ikut saya marahin, Saya sampai ngancam mau bikin surat pembaca segala, hehehe. Saya merasa ditipu, dong, sudah saya repot2 ke kredit Plus segala, sudah naik motor ngebut, eh, sampe tokonya malah barang nya habis. Setelah Saya bilang, dasar china Edan (=gila), ke dia, saya langsung minggat. (pelajaran dari enggal jaya, jangan ngatain orang sembarangan, untung Saya nggak dikatain Jawa edan juga, hehehe....)

Saya langsung meluncur ke Fajar Aircone, beberapa hari yang lalu saya sudah ngecek barang disana, jadi saya yakin masih ada barang disana, dan waktu itu saya diberitahu oleh mereka bahwa harga dryernya 6.9 juta. Begitu Saya sampai disana, Saya langsung mencari mesin itu. maklumlah mesin itu banyak dicari orang, so, barangnya cepat abis. Setelah melihat barangnya ada, Sayapun menanyakan harganya, dan tau tidak apa kata mereka, harganya sekakarang jadi 7.5 juta. gila ga? masak dalam waktu 2 hari haraga barang bisa naik 6 juta? wong sembako aja g sampe segitu naiknya. Saya ya marah lagi. Saya langsung minta ketemu sama yang punya. Dan yang punya china lagi. Tapi kali ini Saya udah berjanji g akan ngatain china edan lagi. jadii saya nego sama si juragan china itu, hingga harganya turun jadi 7.4 juta. lumayan kan? Saya pulang sambil ngancem mereka supaya enggak ngejual dryer itu ke orang lain, sampai saya datang lagi. pake Awas-awas pula. hehehe (Pelajaran dari Fajar, jangan ngejanjiin Seseorang sesuatu yang g pasti, karena buktinya saya enggak datang lagi ke Fajar sampe sekarang.)

Akhirnya Saya dan Pak Riko balik Ke kantor karena sudah ditunggu oleh pak Agus, seorang dari BMT yang janji mau ngasih dana ke kita, dikantor kamipun berunding, dan hasilnya adalah, kami beli motor untuk mesin pengering. weleh-weleh, padahal tadinya kami memang mau beli motor pengering. kamipun menghubungi si penjual motor yang berada di semarang. Mereka mau ngirim asal kami sudah bayar Via BCA. Akupun lari ke BCA, eh bukan lari ding, naik motor, kok. Jam sudah menunjukkan pukul 3 sore waktu itu. BCA nya masih buka, tapi kas sudah tutup, dan si Embak,yang lagi-lagi China itu gak mau terima transferku karena sudah mau pulang. Akhirnya, Saya marah-marah lagi. Wong mau dkasih uang ko ndak mau. Dan Sayapun pulang dengan hati dongkol......

Begitu sampe Kantor, Saya langsun g nelpon Semarang, bilang kalo banknya sudah tutup, dan mohon sekali untuk dikirim motornya besok, dan uang nya hari senin. Saya pikir mereka g bakal setuju. Eh, taunya mereka setuju, Walah, tau gitu mbok aku g usah keburu dan marah-marah sama si Embak BCA itu....Tapi kali ini Saya enggak marah-marah, takut nanti kalo saya marah-marah, saya malah enggak jadi dikirimin motor dryer.hehehe

yah, begitulah ceritanya, sehari bersama mesin pengering yang sangat merepotkan. mudah-mudahan besok semua beres.......

Pelajaran harii ini: jangann suka marah-marah, karena kalo marah-marah, maka yag rugi hanya aku sendiri.....

Rencana Besok: Telpon mbak Rita (Chinese lagi....!!!!) dari financia, bahwa kami g jadi ngambil kredit dari mereka

Heran, deh, kok hari ini saya berinteraksi terus sama orang china, to yo

ingat Agus

Puisi jingga buat kekasih

Memang aku tak pernah memberimu anyelir
atau sebilah belati yang merobek ulu hati
tapi hati ini berdarah
menetes diatas lembaran putih
cinta sutramu

Puisi ini dibuat oleh teman SMK saya, Ia bernama Agus Murdianto, Ia sekarang tinggal di Bali. Ia bekerja sambil kuliah disana. (mungkin ia ingin mengikuti jejak saya, hehe...). Dulu menurut saya, ia adalah seorang yang introvet, cerdas, perasa, emosional dan tekun. Meskipun dulu kami satu kelas, namun Saya sempat benci sekali dengannya, tapi saya malah hafal puisinya, aneh ya, sampai sekarang Saya juga masih ingat. hehe. Buat Agus, maaf ya pernah benci kamu. hehehe

Oktober 23, 2007

Balada di marahin Pak Riko


jumat, 19 oktober 2007,

pagi itu rasanya capek banget. Aku bangun kesiangan, padahal rencananya aku mau bangun jam 5, mandi, brangkat ke kantor, mberesin kerjaan di kantor, and then ke gajah wong untuk ngambil cucian, tapi berhubung malamnya aku pulang dari kantor dah kemaleman, hape tertinggal, dan kebetulan aku juga lagi g solat, jadilah aku bangun kesiangan. Padahal maunya brangkat pagi-pagi ke kantor.....

Akhirnya dengan sangat tergesa, di tambah lagi kran kamar mandi lagi diperbaiki, aku brangkat ke kantor tanpa mandi, tanpa gosok gigi. Rencananya mau mandi di kantor, sihhhh. Aku naik motor dengan tergesa-gesa ke kantor, eh ke gajah wong dulu sebelumnya. Setelah semua urusan selesai, aku pergi ke rumah arya dan ibu sari, pelanggan yang aku sudah janji pada mereka untuk mengantar cuciannya. Nah baru setelah itu ceritanya dimulai..........

Beberapa menit setelah aku selesai menuaikan tugasku, aku pulang ke kantor, disana teman-temanku memberi laporan bahwa big bos lagi marah, hp mati. Dengan hati panas aku mengecek si hp sialan itu. Damn....., ternyata batrenya logro, weleh2, dah firasat buruk bakal dimarahin neeh. hehe

Beberapa menit kemudian si big bos nelpon, marah-marah dan nyalah2in aku, karena aku merasa benar, aku ya ngeyel lah (walau udah berlinang air mata... hiks...). Sampai akhirnya dia berkata, ka, aku tunggu di rumah ya....

Akupun meluncur dengan tergesa ke rumah si Bosss

Sambil pikiranku merancang berbagai kalimat kemarahan,

Akhirnya aku dimarahin. Bukan dimarahin tepatnya, tapi di dakwa, tanpa ada seorang pembela. Dibilang sombong, karena nilaiku banyak A-nya, dibilang makain nyaman, tidak menghargai orang lain, dan bla-bla-bla

sialan, pikirku

Padahal itu hanya karena hpku ketinggalan. Dan dia bilang waktu dia mau nelpon aku moodnya lagi bagus, tapi begitu ga diangkat moodnya jadi jelek lagi.

Oh Tuhan, bagaimana mungkin dia bilang begitu.

Memangnya moodku juga lagi baik?

Moodku sudah tidak baik sejak mesin kami rusak. Memang dia pemiliknya, tapi semua karyawan mengeluh padaku, seakan-akan aku yang bertanggung jawab atas semua kerusakan. dan Dia tidak mendengar. Aku yang menghadapi pelanggan ketika pelanggan marah karena bajunya belum selesai. Aku yang berusaha membujuk pelanggan supaya tetap menyucikan bajunya ke laundry kami, meskipun jadinya lama. Aku yang akan menerima resiko ketika janji tidak terpenuhi. Dan teganya dia marah-marah hanya karena hpku ketinggalan. marahnya merembet kemana-mana pula.

Aku sungguh merasa tidak dihargai.

Aku merasa tidak pernah dianggap benar

Hanya owner yang benar.

Owner yang memiliki semuanya

Owner berhak mara-marah dan menyalahkan semua hal

Owner boleh bicara seenak perutnya dan karyawan tidak

Owner adalah yang terbaik

terbaik

terbaik

dan karyawan selalu salah

bahkan ketika dia berusaha benar.

atau ketika dia melakukan pekerjaan dengan benarpun, dia tetap salah

karena owner selalu benar, dan semua orang salah

Waktu itu rasanya aku ingin berteriak dan pergi mengundurkan diri. Waktu si Boss marah-marah, aku sudah merancang surat pengunduran diriku, dan rasanya waktu itu aku sudah hampir sampai pada kata 'hormat saya'. Uh uh, betapa marahnya aku waktu itu. Dan bodohnya aku cuma menangis...., tidak melakukan pembelaan apapun tentang semuanya.

Tapi rasanya memberi pembelaanpun tidak akan berguna

karna pasti hanya akan dianggap dalih

bukan alasan

betapa malangnya aku...................

Untungnya.....

kok Tuhan tidak memberikan aku sifat dendam. yah mungkin ada, tapi hanya sedikit, enggak terlalu banyak, Tuhan juga memberi aku air mata yang berlebih. Sehingga ketika marah, aku hanya akan menangis. bukan menghancurkan segala hal. untungnya, untungnya,....

Sehingga ketika semua selesai, aku sudah bisa berperilaku biasa lagi dengan si Boss. mungkin niatnya baik, tapi saking perhatiannya dia padaku, jadi perhatiannya malah seperti amarah...., semoga aku benar...

Dan aku tidak membencinya hingga sekarang. tidak pernah berkata buruk tentangnya pada teman2ku, dan aku masih juga loyal pada perusahaan, masih tetap peduli pada kegiatan mencuci, meski seharusnya aku tidak mencuci. Aku masih rela bekerja disana, menolak semua tawaran pekerjaan dari teman2, menolak semua kemudahan yang akan aku terima jika aku bekerja pada tanteku, menolak tawaran Bapak untuk mendirikan Laundry sendiri, Menolak untuk mengikuti Tes Kerja di Kampus.

Karena aku sayang pada perusahaan ini.

Karena aku sayang pada pekerjaanku.

(Tulisannya jadi g kelihatan, karena aku nangis...., hehe...)

Karena aku tahu, aku pasti bisa membantu banyak orang jika berkerja disini.Mungkin Tuhan sedang melatih kesabaranku. Tuhan sedang mengujiku. Sedang memanaskan aku dengan api supaya aku tidak lagi menjadi tanah liat yang tak berguna, melainkan menjadi sebuah cangkir yang berguna. Semoga saja begitu keadaanya...

Dan semoga aku masih kuat bersabar.

Semoga rancangan surat pengunduran diriku tidak akan pernah aku ketik di komputer dan diprint dalam waktu dekat ini.

semoga................


awal-awal saya tinggal di jogja

Awalnya, saya enggak berniat kuliah di jogja, inginnya sih cari kerja, daripada nganggur di rumah. Tetapi begitu sampe di Jogja, eh, saya malah ditawarin kuliah sama tante saya, di kampus tempat kerja tante. ya saya menyanggupi, meskipun timbal baliknya adalah saya harus kerja keras. Karena orang tua saya, enggak bakalan sanggup bayar kuliah saya.
Akhirnya saya kuliah juga. Awalnya kuliah pagi, brangkat pagi-pagi, kuliah cuma beberapa kali, dan pulang sore. Sekali dua kali saya masih senang, biasalah ketemu teman-teman baru. Tapi makin lama, Saya kok makin eneg saja. bayangin, kuliah jam setengah delapan, habis itu brenti, eh, kuliah lagi jam satu. MakJan, Saya sampe capek nunggu. pulang sore, habis itu brangkat kerja sampe malem.
Sayapun mencari-cari info, akhirnya saya pindah kuliah malam. brangkat jam setengah tujuh, kuliah 3 jam, habis itu pulang. nikmat, kan?. Keuntungan berikutnya, kalo kamu kuliah pagi, dan cari kerja malam, kerjaan yang bisa partime apa aja, coba?paling cuma jaga wartel, jaga warnet,ato waiters di cafe. Nah, kalo kalo kamu kuliah malam, kamu bisa kerja full time, lapangan kerja lebih banyak di siang hari, dan enggak usah bergaul dengan anak-anak kuliah pagi, yang selalu menganggap aneh seorang anak yang pergi kuliah naik sepeda. hehe, masalah ini, kapan2 saya ceritain, deh:P. akhir ceritan saya ganti kuliah malam.
to be continue.....
(ngantuk berat)

Oktober 21, 2007

usia saya

ketika membuat blog ini umur saya 22, masih kuliah di Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta, jurusan management