Desember 18, 2008

Desember

Desember = deres-deresing sumber, begitu yang saya curi dengar dari obrolan simbah Kakek saya waktu beliau sedang main catur dengan mbah Kasan, tetangga sebelah rumah, dibawah pohon mangga di pekarangan belakang. Saya ingat, waktu itu saya sedang main pasaran sendirian di sebelah alat-alat cukur mbah kakek saya. Waktu itu saya terus mikir, wah pinter juga orang jawa, jangan-jangan yang kasih nama2 bulan itu orang jawa. Lha wong Simbah Kakek saya tau singkatannya, je. Dan bener pula, pas bulan Desember memang musim hujan. Sumur-sumur penuh. Bahkan saya bisa menjangkau air dari sumur tanpa timba, langsung diambil pake siwur (gayung bertangkai panjang). Sumur-sumur di sawah yang biasanya kering dibulan-bulan sebelumnya, langsung terisi air sampe atas.

Kemudian ada juga lagu yang sering dinyanyikan Yuni Shara, yang bertutur tentang bulan Desember yang kelabu. Saya pikir benar juga, bulan Desember memang selalu kelabu. Lha wong musim hujan. Bunga-bunga Desember warna orange dan merah yang bentuknya bulat gendut juga bermunculan. Saya selalu heran dengan bunga-bunga itu, bagaimana bisa dia tau kalo itu bulan Desember, coba?. Mungkin karena bulan Desember selalu hujan, ya?

Tapi aneh sekali bulan Desember tahun ini. Cuaca panas sekali. Tidak turun hujan juga berhari-hari ini. Pipi saya sampe terasa panas dan pedih setiap kali bermotor disiang hari. Debu-debu beterbangan banyak sekali. Langit hanya sesekali mendung, tampak awan bergulung-gulung disana, tapi malamnya tidak hujan.Paginya juga tidak. Dan siangnya matahari bersinar sangat terik. Padahal, sejak memasuki bulan-bulan berakhiran -ber, saya sudah menyiapkan mantel saya di motor. Tapi sayang, sekarang musim susah sekali di tebak. Mungkin memang bukan orang jawa yang memberi nama2 bulan itu. Karena sekarang simbah kakek saya ternyata salah. Bulan Desember ini sumur di kos saya tetap saja airnya tidak penuh-penuh.

Yang membuat saya salut adalah bunga desember di rumah saya di Kutoarjo tetap saja muncul. Padahal, kata Bulek saya disana juga jarang hujan. Padahal, terakhir saya pulang, saya tidak melihat keberadaan pohon bunga itu. Benar-benar konsisten bunga itu, ya?

Musim yang aneh. Beberapa minggu yang lalu saya sempat berfikir mungkin musim hujan sudah berakhir, eh, tau-tau hujan lagi. Setelah nyicil seneng karena hujan turun,eh, panas lagi. Aneh sekali. Seaneh minyak tanah yang tiba-tiba susah dicari di kampung saya, padahal belum ada pembagian kompor gas gratis. Dan setelah kompor serta tabung gas dibagi, tiba-tiba saja gas susah dicari. Padahal pohon-pohon sudah tidak sebanyak dulu lagi. jadi, dimana kita nanti mencari kayu bakar kalo semuanya menjadi langka?. hehe. kok jadi enggak nyambung gini, ya...

Januari=hujan sehari-hari. Saya juga sempat mendengar itu dari obrolan simbah kakek saya dengan mbah Kasan waktu itu, saat simbah kakek saya masih buka praktek barber di bawah pohon mangga setelah pensiun. Saat beliau sedang main catur dengan mbah Kasan sambil menunggui peralatan cukurnya yang selalu diminyaki seminggu sekali. Padahal, seingat saya, tidak ada yang datang untuk minta cukur pada mbah Kakek saya. Sesekali Simbah saya mencukur rambut Pakde Waris, laki-laki berbrewok yang sering mondar-mandir di kampung saya. Kadang-kadang juga saya yang akan menjadi korbannya, rela dipotong pendek model laki-laki sepanjang karier SD saya. Biar rambutnya ndak menutupi telinga waktu di sekolah katanya. Tenang sekali waktu itu. Dan semua singkatan2 yang Ia katakan rasanya selalu benar. Seperti Sepeda=asepnya tidak ada. Kuping=kaku tur njepiping. Aneh sekali. Saya kok jadi mikir, kira-kira waktu itu simbah Kakek saya ngobrol apa sama mbah Kasan. :)

Well, sebentar lagi Januari. Kita lihat saja, apakah nanti akan ada hujan sehari-hari atau tidak.

Desember 16, 2008

Desember 06, 2008

dear ika,

orang yang punya banyak keinginan harus bersiap-siap untuk kecewa


Mau nyalah-nyalahin siapa lagi sekarang?. Sudah saya bilang kalo tidak ada yang salah dalam hal ini. jadi kamu enggak perlu menyalahkan mbak Rani, sakit cacar, sakit maag, bus yang berjalan terlalu lambat, kereta yang tidak lewat setiap jam, atau bahkan bumi yang begitu kecil, hingga waktu kamu hanya punya waktu 24 jam sehari. Semua sudah diatur. Kamu hanya perlu berusaha. Tapi kalo gagal. ya sudah, ga ada yang perlu disesali. Semuanya sudah diatur. Dan apa yang kamu jalani hari ini adalah hal paling baik yang sudah Tuhan rencanakan untuk kamu.

Jadi, wis, to, serahkan saja kertas ukuran kwarto dengan fotomu dibagian bawah padanya. Lalu bubuhkan tandatanganmu pada kertas kecil seharga 6000 itu. Lalu hadapi. Jalani saja. Toh 2 tahun bukan waktu yang lama. Hanya 731 hari. Hanya 2 kali waktu bumi mengitari matahari. Kamu hanya perlu menyilang hari-hari yang sudah kamu lewati selama 2 tahun, pada kalender besar dibalik pintu kosmu. Dan nanti semuanya akan baik-baik saja. Kamu hanya perlu menebalkan telinga, perbanyak makan, siapkan lebih banyak balsem dan minyak tawon, minum multivitamin setiap hari, kopi setiap malam, dan anggaran pijat sebulan sekali. Keraskan hatimu, jangan kasihan, jangan sungkan, jangan mengalah, dan jangan menangis.

Kamu bisa merencanakan semuanya lagi. Kamu punya waktu 2 tahun untuk melakukannya. Semuanya akan berakhir saat usiamu 25. Kamu harus janji bahwa kamu sudah punya ilmu lain saat itu. Ilmu yang bisa kamu gunakan di tempat lain. tempatmu sendiri, atau tempat orang lain.

Nggak papa, kok, ka, biarkan semuanya berjalan mengikuti arus. Jangan punya banyak keinginan kalo kamu tidak siap untuk kecewa. Kita hanya perlu melakukan yang terbaik. Dimanapun kita berada. Di Jogja atau di Rumah, semuanya sama saja. Dunia tidak akan kiamat hanya karena kita gagal dalam 1 hal. Semua yang berawal dengan baik, pasti akan berakhir dengan baik. Jadi, iklas, ya, ka, 2 tahun lagi kita coba lagi. Tapi, kalo enggak bisa, santai saja, rejeki ada dimana-mana.


regards, =)

Terimakasih untuk teman-teman yang telah begitu baik mendengar keluhan saya setiap hari. hehe. saya masih disini lagi

November 28, 2008

piye, ka?

Kalo ngomong capek, pasti ada lebih banyak orang yang lebih capek dari saya. Kalo masalah pegel-pegel, jelas lebih banyak orang yang lebih pegel dari saya. Kalo ngomong ngantuk, jelas lebih banyak orang yang lebih ngantuk dari saya. Kalo ngomong sebel, pasti lebih banyak lagi orang yang lebih sebel dari saya. Kalo masalah gondog, yakin, masih banyak lagi orang yang lebih gondog dari saya. Tapi pasti ga ada orang yang lebih penakut mengambil keputusan daripada saya. *dzig!. Jotos diri sendiri* Jadi, piye,ka, mau nyerah?. Bertahan?. Kuat-kuatan?. Atau bikin gara-gara saja biar semuanya berakhir?.

Cuma satu hal yang saya tau, jangan ambil keputusan dalam keadaan emosi. Jadi, ka, sabar, ya.


Sudah lama g posting blog. Alih-alih nulis sesuatu yang positif, saya malah mengeluh, dan pasti tidak ada yang lebih banyak mengeluh daripada saya.haha

November 02, 2008

kapas randu

Simbah saya pernah bilang pada saya, bahwa kita enggak boleh berharap apa2 kalo berbuat baik. Karena enggak ada yang gratis didunia ini. Di dunia akhirat, bahkan.. Berbuat saja. Bahkan doa yang baikpun merupakan perbuatan baik. Nanti perbuatan baik itu akan kembali lagi pada kita. Kalo tidak pada kita, pasti berbalik pada anak kita, adik kita, saudara-saudara kita, sahabat-sahabat kita. Tidak usah khawatir tidak terbalas, karena Tuhan melihat. Dan kalo kita dijahati oleh orang lain, jangan pernah dendam. Tuhan tahu, dan Ia sedang mencatat, nanti suatu saat kejahatannya akan kembali pada dirinya sendiri, kalo tidak dibalas didunia, ya di akhirat.

Dalam bayangan saya, perbuatan baik itu seperti kapas putih kecil yang terbang kesana kemari, Ia lembut, seperti kapuk randu yang baru jatuh dari pohonnya, saat buahnya yang kering jatuh dan menimpa batu dibawahnya, ia terbelah, dan segumpal kecil kapas mentahnya menyelusup keluar setiap kali kita berbuat baik, lalu kapas kecil2 itu terbang kesana kemari. Mengikuti kita. Suatu saat ia akan pergi menghinggapi orang lain. Lalu orang lain itu akan berbuat baik juga pada kita. Dan kapuk randu jatuh lagi dari pohonnya, segumpal kapas kecil menyelusup keluar. Mengikuti orang lain itu. Begitu seterusnya, berturut-turut. Seperti tabrakan beruntun. Hingga kalo ada begitu banyak kebaikan, kita seperti ada didunia hujan kapuk. Rentangkan tanganmu, dan kamu pasti bisa merasakannya, jatuh dengan lembut menyentuh kedua lenganmu.

Tapi tentu saja, perbuatan baik tidak segampang membalikkan tangan ketika melakukannya. Entah bagaimana ceritanya, kaki saya pasti terasa begitu berat melangkah saat seorang buta dengan tongkat kesulitan menyeberang di jalan timoho yang ramai itu. Atau membalikkan laju motor, ketika saya melewati seorang tengah menuntun motornya di tengah hujan, dan ban keduanya tidak bocor. Kemungkinan mereka hanya kehabisan bensin. Dan saya benar2 tau, tidak berat, menanyainya kenapa, kemudian melaju sebentar ke tukang bensin, lalu meminjam botol bensinnya. Tidak berat, tapi susah sekali memulainya. Jelas lebih mudah memaki mobil yang berbalik dengan seenaknya, Atau membunyikan klakson keras2 sambil memaki ketika seorang bapak dengan sepeda sarat mainan anak memotong jalan kita

Dan jelas tidak ada kapuk randu kering yang jatuh dan terantuk batu lalu terbelah dan kapuk putihnya menyelusup keluar. Tidak ada dunia hujan kapuk. Tapi pasti dunia tidak seburuk itu, ya?. Selalu ada manusia lain yang sedang berbuat baik. Mungkin meneriakkan konsep cinta lingkungan kemana-mana, membagi-bagikan barang-barang gratis ke orang yang membutuhkan, atau mbak-mbak dan mas-mas yang pergi ke tempat bencana, Ibu-ibu yang selalu menyiapkan sarapan untuk anaknya, Bapak-bapak kaya yang menyumbang kemana-mana, atau apa saja, hal-hal kecil baik yang kita kadang tidak menyadarinya. Pasti ada dunia hujan kapuk di luar sana. Tapi apa artinya hujan kapuk diluar sana, kalo tidak ada kapuk putih yang berasal dari buah randu kita. Tentu saja, saya masih punya banyak PR.


Trimakasih banyak untuk mbak bersms pedas, namun selalu membuat saya berpikir keras. Keras sekali, terutama untuk kapasitas otak saya yang jarang berpikir. Beruntung sekali saya mengenalmu, mbak

penuh

Wah, enggak terasa, saya udah lama sekali enggak posting blog. Dan selama itu, banyak sekali yang terjadi. Ide-ide berterbangan di kepala, tapi tak pernah ada kekuatan untuk menyalakan komputer dan menulis. Saya penuh sekali akhir-akhir ini. Dari pekerjaan yang ritmenya makin cepat, ujian bahasa inggris-hey, meski saya tetap tidak bisa membedakan akhiran ing dan ed-, belajar bersama anak-anak tetangga kos, novel-novel yang belum terbaca, film-film yang belum tertonton, hutang puasa, sakit gigi, kaki yang selalu kram, jadwal kursus baru, pendaftaran akta IV –yah, meski akhirnya saya terlambat juga. Dan terpaksa menunggu tahun depan, atau mencari universitas lain-. dan ini dan itu dan lain-lain. Aduh penuh sekali. Kadang waktu 24 jam serasa tidak cukup lagi untuk mengcover hidup sehari. Uh uh. Seandainya kita tinggal di planet yang lebih besar, ya?=)

Oktober 02, 2008

Apa yang Tidak Bisa Kita Sukuri Hari ini

2 hari lagi lebaran. Beberapa kali tarawih dikampung benar-benar membawa energi positif bagi saya. Meski sapaan-sapaan tetangga-tetangga saya masih tetap menyebalkan. "Ya ampun Ika, bocah koyo rinjing siki". Rinjing=keranjang besar dari bambu.Huhu. Tapi senang sekali bisa kembali merasakan angin yang bertiup kencang di halaman belakang rumah simbah saya dan menggoyangkan mangga-mangga harummanis yang bergelantungan. Perjalanan tiap pagi ke kuburan pun terasa enteng. Kerikil-kerikil terasa nyaman terinjak kaki -ya ampun, betapa bahagianya tidak ada yang memaksa memakai sepatu disini, sandal pun boleh tidak saya pakai-. Kepasar dengan sepeda kesayangan juga terasa begitu menyenangkan. Ditambah 3 hari tanpa dering telphon. Oh, terimakasih salah satu operator CDMA tidak bersinyal disini. Aduh, senang sekali tidak bisa dihubungi.

Dan kemudian, bagian dari hidup saya yang tidak menyenangkan mesti harus hadapi lagi. Berkabung rupanya bukan alasan untuk tidak kembali kealam nyata. Blus rapih. Sepatu. Hitungan. Komputer. Handphone. Senyuman 5 detik. Wajah bahagia. Bahkan melihat anak kecil diperempatan sana saya iri. Betapa bebasnya Ia.

Perjalanan malam sepulang kerjapun harus saya ikuti kembali ritmenya. Dan agak terhenti sebentar ketika saya mendengar ribut-ribut di pinggir lapangan bola lumayan terkenal di Yogya. Beberapa laki-laki berseragam membangunkan gelandangan dan pengemis yang tertidur disitu. memaksa mereka naik ke mobil. Sebagian meronta. Sebagian pasrah. Dan yang lebih menyebalkan, saya tidak bisa membantu apa-apa. Lebih menyesal lagi karena saya bukan orang shalih. Tadarus saja jarang. Jadi pasti doa saya pada Tuhan agar mereka baik-baik saja tidak dikabulkan. Haha.

Saya tidak pernah mengenal mereka. Tidak pernah tau siapa mereka. Tapi mereka jelas punya keluarga. Mungkin mereka sengaja disana karena menunggu zakat dari para dermawan. Anak cucu mereka menunggu dirumah, berharap Bapak atau Ibu mereka pulang membawa beras, Mie instan, sarden, Gula, Teh, sukur-sukur baju murahan dari pasar, atau sandal bekas dari orang. Siapa tahu. Lebaran kan milik semua orang.

Jadi, apa lagi to, yang tidak bisa kita sukuri hari ini?. Pekerjaan yang layak, tubuh yang sempurna fungsinya. Badan yang sehat. Rumah yang nyaman. Gaji. THR. Perut yang jarang lapar. Tetangga yang baik. Teman-teman yang selalu membantu. eh, lha kok selalu aja ada hal-hal lain yang kita cari untuk dikeluhkan.

Lalu, apa iya, kita pantas berdesak-desakan di toko baju hanya untuk sekadar beli baju buat nanti lebaran. Padahal begitu banyak baju kita bertumpuk dilemari. kemudian berebut membeli kue-kue lebaran di supermarket. Supaya kita dipuji karena kue kita paling enak diantara tetangga-tetangga. Lalu berlomba-lomba membeli parcel paling tinggi. Untuk diberikan pada relasi yang jelas-jelas dia pasti bisa membeli parcel sendiri. Dan mbak-mbak dan mas-mas yang tumplek blek dijalanan itu, yang tujuannya cuma pengen berbuka berdua-duaan, Sampai jalanan harus macet karena mereka. Coba tengok orang-orang yang tadinya ada dipinggir lapangan itu. Apa mereka enggak sakit hati dengan segala tingkah laku ini.

Saya pikir bukan begitu caranya menang.

Ah, bagaimanapun Tuhan selalu terlalu baik. Jadi apa lagi yang tidak bisa kita sukuri hari ini?. Kehidupan yang menyebalkan pun pasti ada sejengkal kisah yang bisa membuat kita tertawa. Kesendirian yang membosankan? Ah, pasti akan ada manusia lain yang menjajari langkah kita. Dosa yang bertumpuk-tumpuk? Pasti akan selalu ada pintu yang terbuka. Tuhan selalu terlalu baik, kan?. Janjinya adalah tidak memberi ujian diluar kemampuan mahlukNya. Hikmahnya ada dimana-mana. Bahkan kisah orang-orang dipinggir lapangan itu juga memberi hikmah pada saya untuk selalu bersyukur. Jadi, apa lagi?

September 25, 2008

sudah pulang

Saya sukses menanamkan dalam otak saya, bahwa kematian itu semata hanya peristiwa alam biasa. Kematian tidak berbeda jauh dengan matinya pohon. Ada pohon yang mati pada saat baru tumbuh. ada juga pohon yang mati pada saat sudah tua. Pemikiran itu yang membuat saya sukses tidak menitikkan air mata pada setiap kematian. Tidak butuh emosi dalam kematian. Kenapa harus menangis tersedu-sedu untuk peristiwa yang biasa?. Kenapa harus menangis menangis untuk peristiwa yang pasti akan kita alami?. Mati berarti mengakhiri sebuah proses, dan mulai memasuki proses baru lagi.

Dan pertahanan saya benar-benar runtuh senin pagi itu. Saat saya menemui Simbah Simak saya yang sudah tidak bernyawa. Dan segala pemikiran aneh-aneh saya tentang kematian pun tidak saya ingat lagi. Saya hanya ingin menangis.menangis.menangis. Ada banyak emosi yang terlibat. Saya tidak bisa mendefinisikannya satu-satu. Padahal malam itu Simbah Simak saya masih tarawih di masjid. Masih membangunkan orang-orang serumah untuk sahur. Masih sempat puasa.

Saya masih ingat sekali malam simbah menyanyi sampe larut malam. menggulung stagen bersama simbah. Pergi kepasar sebelum Lebaran bersama simbah. Tidur dengan baju hangat yang disiapkan simbah. Obat nyamuk yang dibakarkan simbah untuk saya. Makanan yang selalu disimpan di getong beras untuk saya. Tertawa terkekeh-kekeh saat nonton tivi. Menggosok punggung simbah dengan batu apung. Cerita-serita jaman perjuangan versi beliau. Ciumannya menyambut saya pulang. Wajah kecewanya karena saya selalu terburu-buru pulanh ke Jogja. Sayur gori favorit saya. tempe bacem buatannya. Menyuapi adik saya di rel kereta. Pijatannya saat saya sakit. Wajah bahagianya pas saya godain. Cubitannya kalo saya susah bangun. Tangis sedihnya saat saya pergi. Banyak sekali yang simbah saya lakukan untuk saya. Dan saya belum berbuat apa-apa untuk beliau. Terlambat memang kata yang pantas disesali.

Tapi mungkin itu keputusan paling baik yang Tuhan buat untuk Simbah. Mungkin Tuhan kasihan melihat betapa susahnya Simbah saya timpuh saat shalat. Atau kedinginan saat mengambil air wudlhu dari padasan. Saya tahu Tuhan pasti memberi tempat yang baik untuk Simbah saya. Tempat yang lapang, terang, lembut, beralas beledu. Tuhan pasti juga sudah menyembuhkan rematiknya. Memberinya air wudlhu yang hangat. Makanan bergizi. Acara TV favoritnya. Apa saja yang simbah saya butuhkan. Tuhan pasti ingin simbah saya sholat dengan sempurna di sampingnya. Jadi Dia mengambilnya cepat-cepat.

Ah, seharusnya saya tidak terlalu sedih. Simbah simak saya yang baik itu pasti mendapat tempat yang baik. Saya yakin. Karena Beliau wanita paling baik yang pernah saya kenal. ketulusan. Keiklasan. Nrimo. Perjuangan. Rendah hati. Mau berkorban. Taat. Jujur. Dan semua sifat baik yang saya tau. Mungkin beliau memang sudah meninggal. Tapi saya tahu, dia tidak pernah mati. Dia selalu ada di hati saya. Nasehatnya masih ada. Lagu-lagu yang diajarkannya masih terkenang. Senyum tuanya masih ada. pijatannya masih terasa. Saya bangga sekali kecil dan menjadi besar dalam rawatannya.

September 17, 2008

Tenang, ika

Tenang.Tenang.Tenang.sabar.sabar.ambil nafas dalam-dalam. pejamkan mata. dan anggap saja semuanya mimpi. Semuanya akan berjalan dengan ok, kalo kamu berfikir bahwa semuanya akan baik-baik saja.baik-baik saja.baik-baik saja.

::Kata peri kecil warna biru cantik yang masuk ke jendela kamar saya yang tidak tertutup, saat saya di depan komputer. telphon tak berhenti berdering, diburu-buru, dikejar waktu, kaki saya sakit, sebuah batu mengganjal di dada. Dan hampir-hampir airmata saya tumpah.

September 12, 2008

Bicycle memories

Tau tidak apa yang saya pikirkan ketika saya mendengar kata sepeda?

Saya selalu ingat simbah kakek saya. Setiap pulang sekolah, saya selalu diajaknya memancing ke berbagai kali di kampung saya. Kami selalu naik sepeda. Berdua saja. Jangan kira saya suka memancing. Saya tidak terlalu suka duduk merenung di pinggir kali sambil menunggui ikan memakan umpan kami satu-satu. Saya tidak terlalu sabar dalam hal itu. Biasanya saat simbah kakek saya memancing, saya lebih suka mencari bunga-bunga rumput untuk dibuat bando. Saya paling suka bagian berangkat dan pulang memancingnya. Saat saya dibonceng simbah kakek saya yang tua, dengan topi belanda putih dan celana buntung, dan saya kecil ada diboncengan, dengan gagang pancing dibahu, tempat ikan di pinggang, serta bando bunga rumput di kepala saya. Ah, saya suka sekali waktu angin sungai menampar-nampar pipi saya, dan suara derit rantai sepeda di sekitar saya, sesekali bel sepeda mbah kakek terdengar, dan bau rumput dimana-mana. Saya suka sekali.

Tau tidak apa yang saya pikirkan ketika saya mendengar kata sepeda?

Saya selalu ingat sahabat-sahabat saya. Saya sering naik sepeda beramai-ramai dengan teman-teman saya, salah satunya adalah teman saya ini. Kami sering berkhayal bahwa kami adalah lima sekawan yang sedang berpetualangan, kami memasuki daerah baru, dimana akan ada banyak penyamun dan perampok disana, dan kamilah yang akan menangkap perampok-perampok itu. Mangkir pramuka dan keliling-keliling naik sepeda adalah kegiatan favorit kami. Apalagi kalo kami menemukan jalan baru. Wuah, rasanya seperti Columbus menemukan Bahama. Waktu itu motto kami adalah, sebuntu-buntunya jalan, pasti bisa dilewati. Oh, bahkan kami sempat mengikrarkan janji persahabatan kami.

Tau tidak apa yang saya pikirkan ketika saya mendengar kata sepeda?

Saya ingat gambar Yogyakarta tempoe Doeloe, yang ditempel di warung bakso favorit saya. Ada gambar Tugu Jogja disana, dikelilingi pengendara-pengendara sepeda di kanan kirinya. Pasti menyenangkan sekali waktu itu, saat sepeda mendominasi jalan, saat suara kring-kring bel sepeda terdengar bersahut-sahutan, saat kita semua bisa saling menyapa dan tos kanan kiri. Tidak ada asap, tidak ada suara klakson menyebalkan bersahut-sahutan. Pasti kita tidak perlu mengenakan slayer kemana-mana.

Tau tidak apa yang saya pikirkan ketika saya mendengar kata sepeda?

Saya ingat foto simbah kakek saya diatas sepeda posnya, dengan 2 kantong hitam menggelembung di kanan kirinya. Saya ingat pulang, dimana saya bisa keliling-keliling naik sepeda dengan adik-adik dan keponakan-keponakan saya. Saya ingat Ibu-ibu membawa keranjang sarat sayuran, yang pergi ke pasar pagi-pagi buta. Saya ingat Bapak-bapak penjual beras di dekat stasiun kota saya. Saya ingat phanter, sepeda favorit saya yang setia, yang menemani saya ke kampus, ke kos, ke tempat kerja, kemana-mana. Berdua saja. Saya dan sepeda warna hitam .

Dan berita gembiranya adalah, saya punya sepeda lagi. Bukan sepeda cantik warna biru yang saya lihat di basement saphir Square, sekeras-kerasnya saya menabung, saya pasti tidak tega membelanjakan uang sebanyak itu untuk beli sepeda. Sepeda saya tak kalah cantik. Berwarna merah, dengan bel kecil lucu berwarna perak, dengan 5 gigi yang bisa dipindah-pindah. Genjotannya enteng, Dan sedelnya empuk. Aduh, saya suka sekali menaikinya dan angin menampar-nampar pipi saya. Menggelembungkan baju saya. Mengacak-acak rambut saya. Dan kaki saya serasa enteng sekali waktu mengayuh pedalnya. Putaran jeruji rodanya terasa nyaman sekali di hati, Saya sepeti terbang dalam putaran rodanya, aman, nyaman, damai. Apalagi ketika saya merentangkan kedua tangan saya, dan angin menyapu tubuh saya yang berkeringat. Menerbangkan bau rumput dan daun-daun yang luruh. Rasanya sungguh bebas, saya seperti menghilang, menjadi kabut, dan bersatu dengan angin……….

September 10, 2008

Bagamana Rasanya Terbang

Kamu bisa terbang?. Iya, benar, terbang. Sambil mengepakkkan sayapmu. Tidak bisa?. Oh, sudah kuduga. Hei, dengar, ya, Saya punya rahasia. Dan saya hanya akan membaginya denganmu. Berjanjilah kamu tidak akan bilang siapa-siapa. Rahasianya adalah, saya bisa terbang. Iya, benar, saya bisa terbang.

Tidak percaya?. Kapan-kapan, menginaplah dirumah saya, nanti saya akan ajari kamu terbang, Oh, kebetulan dirumah saya ada 1 kamar tidur yang kosong. Tidak terlalu besar. Tapi kamu kan tidak perlu membawa barang banyak. Kamu cukup membawa sayapmu saja dalam tas.

Nanti, 1 jam setelah tengah malam., saya akan membangunkanmu. Ayo, cepatlah bergegas. Kenakan sayap putihmu dipunggung. Cepatlah berjalan. Lewat belakang. Iya, benar, lewat belakang, jangan lewat depan. Ini rahasia, oke?. Jangan sampai tetangga sebelah rumah saya melihat kita terbang. Yak, betul, kita lewat pintu belakang, lewat rumpun-rumpun mawar yang saya tanam di halaman belakang. Hey, bukan benar-benar keluar. Kita hanya perlu melewati batang pohon flamboyant berbunga warna orange yang berbentuk gerbang.

Nah, kau lihat kan, ini dunia yang benar-benar beda. Dunia dibalik gerbang flamboyan. Jangan tengok kebelakang. Kita tidak memerlukan barang-barang di balik gerbang. Kau bisa lihat tidak, cahaya kuning kerlapkerlip seperti kunang-kunang?. Terbang kesana kemari diatas runput setebal beludru yang kita injak?. Ayo, coba lihat lebih jelas. Kelihatan kan kalo itu bukan benar-benar kunang-kunang. Itu semacam peri-peri kecil yang mengeluarkan cahaya dari tubuhnya, Mereka mengenakan gaun pendek berwarna kekemasan, diatas kepalanya ada semacam tiara kecil yang berkilauan. Sayapnya transparan. Dengan glitter warna-warna seperti yang kau pasang di cat kukumu. Lihat kan, mereka bertepuk tangan sambil tersenyum menyambut kedatangan kita.

Ayolah, jangan terlalu lama terpana seperti itu. Sini, saya gandeng tanganmu. Hentakkan kakimu ketanah. Nah, lihatkan kaki kita tidak menginjak bumi lagi. Kita tidak lagi terpengaruh oleh gaya grativasi bumi. Coba gerakkan sayapmu lebih sering. Lihat, kita mulai melayang lebih tinggi. Hey, jangan takut, sini, pegang tangan saya. Tuh, kan kita terbang. Kamu bisa merasakan hawa sejuk cenderung dingin membelai pipimu, kan?. Kita terbang. Tinggi. Tinggi. Tinggi. Tinggi.

Pejamkan saja matamu. Biarkan angin membawamu terbang melayang kesana kemari. Bisa kau cium kan bau daun-daun basah?. Atau angin yang mendesing pelan di sekitar telingamu?. Lihat, kan betapa ringan lenganmu?. Kamu lihat, kerlap-kerlip cahaya peri kecil mengikuti kita. Damai. Nyaman. Perlahan. Dan semua waktu milik kita. Kita bisa bebas terbang, berputar, menari, tertawa.

Kau dengar sesuatu?. Seperti suara tawa?. Ayo ikuti saya pergi kebalik awan. Oh oh, maaf, sebenarnya saya bohong padamu. Ini bukan rahasia, kok. Ini dunia mimpi. Semua orang punya sayap dan bisa pergi ke balik pohon flamboyant berwarna orange. Orang-orang hanya cukup memejamkan matanya. Karena hanya dengan mata terpejam pikiran kita bisa terbuka lebih lebar. Dan kamu bisa menjadi apapun yang kamu inginkan. Meninggalkan dunia nyata yang penat dan pura-pura, rutinitas yang membosankan, pekerjaan yang tak kunjung selesai, hal-hal yang terpaksa harus kita kenakan dan kerjakan, tugas-tugas tak masuk akal, rasa lelah, sedih, lungkrah, ketegangan-ketegangan, ketakutan, amarah, emosi, persaingan, penindasan, kekurangan, dan hal-hal buruk yang hanya bisa kamu temui di dunia nyata. Karena disini hanya ada 4 rasa, damai, damai, damai dan damai. Tak perlu berebut, Disini semua orang akan mendapatkan apa yang ia inginkan. Siapa yang ingin dan tidak ingin mereka temui.

Oke, jadi kamu sudah tau kan, bagaimana rasanya terbang?

Kamu hanya perlu memejamkan matamu. Dan saya akan membangunkanmu 1 jam setelah tengah malam.

September 02, 2008

Yang Bermula dan yang Berakhir

Banyak sekali yang berakhir dan bermula dibulan-bulan ini. Beberapa memang mesti berakhir dan berawal dengan baik. Beberapa yang lain. berakhir dengan tidak baik,dan tentu saja, nanti akan bermula kembali dengan baik. Dan sebagian yang lainnya, sedang bertekad untuk berakhir dan bermula dengan baik.

Dan peristiwa-peristiwa itu melibatkan saya didalamnya.

Tapi yang paling membahagiakan adalah berakhirnya sebuah kisah biru, yang akhirnya bisa membuat saya terbang dengan ringan. Sayap saya sekarang bisa bekerja dengan lebih tenang, otak dan pikiran saya juga bisa sedikit beristirahat dengan nyaman.

Iya. sekarang saya bisa menguasai rumah saya sendiri. Tanpa perlu takut, suatu hari raksasa troll akan datang, menanyakan timun mas, dan mengobrak-abrik rumpun-rumpun mawar saya. Saya tidak perlu lagi menyimpan daun teh kering di tolpes mungil warna biru milik saya, berjaga-jaga suatu hari Troll datang, dan saya siap melenakannya dengan teh tubruk buatan saya.

Saya bisa bernafas dengan lega.

Meski ada lubang sebesar lubang jarum yang masih baru.

Tapi yang lain juga masih membutuhkan saya disampingnya.

Pasti akan ada orang lain yang akan datang ke rumah saya. Kamu bisa melihatnya, kan?. Rumah saya ada diujung jalan setapak dimana pohon bunga flamboyan tumbuh di samping kanan kirinya, rumah saya berwarna biru, dengan gantungan doraemon dan burung kertas warna-warni ada dibalik jendela yang selalu terbuka.

Masuk saja, kalo kamu datang berkelompok, telphon saya dulu, supaya saya bisa siapkan kursi-kursi dihalaman belakang. Kalo kamu mengetuk pintunya dengan keras, saya pasti keluar. kalo saya tidak keluar juga, mungkin saya sedang dihalaman belakang, sedang mengurus rumpun-rumpun mawar saya. Susul saja. Lewat samping rumah.

Tapi jangan minta dibuatkan teh tubruk, ya. Saya tidak punya lagi. Teh tubruk selalu mengingatkan saya pada Raksasa Troll. Saya punya sesuatu yang lain, kopi dari kampung halaman, minuman sachet rasa buah, atau kalo kamu benar-benar ingin teh, teh celup saja, ya?


tidak usah kuatir, biar untuk orang lain saja, sudah saya hapus cepat-cepat, tapi bagaimana saya lupa?

Agustus 31, 2008

Selamat puasa

Seseorang pernah bilang pada saya, kalo sekarang waktu tidak lagi berlari. Ia terbang, kadang meroket, Dan saya setuju sekali dengannya. Apalagi setelah saya membuka kalender saya, dan ta...da... tau-tau, bentar lagi puasa lagi.

Iya, saya kehilangan banyak sekali waktu, dari niatan-niatan yang tidak terwujud, janji-janji yang entah kapan akan terpenuhi, dan tobat-tobat yang tidak pernah bermula. Tapi kok ya Tuhan selalu baik......

Oke, jadi tahun ini saya tidak berjanji apa-apa. Masih untung saya bisa ketemu bulan Ramadhan lagi.

Dan buat semuanya, selamat berpuasa....

Agustus 23, 2008

Kembali ke awal

Blar!!!

Dan kemudian semuanya kembali menjadi berantakan. Padahal, tadinya semuanya sudah berjalan dan terencana dengan ok. Seandainya seseorang mau merendahkan hatinya sedikit saja, mau menghargai pembicaraan orang sedikit saja, atau mengelola emosinya dengan sedikit lebih baik, atau mau berusaha mengalah sedikit saja. Dan seandainya seseorang lainnya mau meredam amarahnya sedikit saja, mau mengerti seseorang sedikit saja, atau mau berbicara dengan nada yang lebih rendah. Sedikit saja. Tentu semua akan berjalan dengan baik-baik saja.

Dan saya juga akan baik-baik saja. Apapun yang terjadi.

oh, atau tepatnya, pura-pura baik-baik saja.

Yah, saya tahu, sebagian besar orang ingin pergi ke tempat lain, sebagian melihat rumput tetangga selalu lebih baik. Wong, kebahagiaan itu seperti pelangi, kok, Ia tidak pernah ada di atas kepala kita, Ia selalu saja ada diatas kepala orang lain. Tapi terus so what?. Toh kita masih juga ada disini. Jadi kenapa kita enggak melakukan hal paling baik yang bisa kita lakukan disini?. Ditempat kita berpijak saat ini. Dan menghormati orang lain saya rasa juga merupakan hal terbaik, kan, mbak?.

Tapi, saya juga tahu, setiap orang punya hak memilih apa yang terbaik dalam hidupnya. Tidak ada orang yang bisa memaksamu untuk kembali. Apalagi saya. Tapi saya menyesal sekali seseorang harus pergi hanya karena masalah sepele seperti itu. Padahal, kalo kita mau duduk tenang dan berbicara kembali setelah hati dingin, tentu semua akan kembali baik. Saya rasa itu hanya masalah emosi.

Senang sekali saya bisa mengenalmu sepanjang tahun ini. dan tahu tidak, kamu orang paling trus terang yang terbaik yang pernah saya kenal. Menyesal sekali kita tidak bisa bertemu kembali seintens dulu. Dan saya masih temanmu, kan?


P.S : oh, dan saya melihat pelangi diatas kepalamu, mbak. :)

terima kasih

terima kasih pada mbak merahhitam untuk awardnya. sudah saya ambil, lho

Agustus 18, 2008

tujuhbelasan

2.4 (Win32)">

Saya selalu menyukai tujuhbelasan, seperti halnya saya juga menyukai Lebaran. Ada persamaan antara lebaran dan tujuhbelasan. Diantaranya, lebaran dan tujuhbelasan sama-sama mempunyai suasana semarak dan penuh kebahagiaan. Bedanya, tujuhbelasan dirayakan oleh semua umat, dan ada lebih banyak makanan di hari lebaran.

Tahun-tahun lalu, sebelum saya terjebak dalam dunia serba artifisial ini, saya selalu punya waktu untuk pulang pas tujuhbelasan. Saya memang enggak ikut serta dalam perlombaan yang diadakan di RT atau RW di kampung saya, tapi sekedar teriak memberi semangat pada kakak saya yang ikut lomba menangkap belut, adik saya yang ikut lomba lari kelerang, atau bahkan menyoraki mbah simak saya yang ikut final lomba memasukkan benang ke jarum, saya sudah cukup senang sekali. Diakhir sore biasanya ada lomba panjat pinang, dengan hadiah yang didapat dari iuran seiklasnya dari rumah ke rumah. Semuanya boleh menyumbang, apa saja yang mereka ingin sumbang, ada yang menyumbang air mineral botol, lanting, brem, rokok, nasi pecel, atau uang sekadarnya. Malamnya, biasanya saya ikut ke lapangan, duduk-duduk melihat pembagian hadiah dan berbagai pentas seni.

Tanggal 17 paginya, setelah upacara di alun-alun kecamatan selesai, saya dan adik-adik pergi ke alun-alun, sekedar beli opak goreng bumbu sambel gula jawa, nasi pecel, gulali merah putih, dan tidak lupa, nonton panjat pinang tingkat kecamatan. Disini hadiahnya lebih meriah, bahkan sampai ada sepeda digantung segala. Lucu, kan?

Tujuhbelasan adalah pesta rakyat kecil-kecilan. Semua orang ikut bergembira.Di khayalan saya, para pahlawan yang telah gugur berdesak-desakan di langit, melongok negrinya sambil saling membanggakan. Lihat, itu lho, rakyat yang sudah merdeka, sedang merayakan kemerdekaan, mereka merdeka karena saya, lho… mungkin itu yang mereka bilang, Dan Saya selalu merasa bahwa pahlawan-pahlawan yang telah gugur itu keren. Bagaimana enggak, mereka mati untuk membela bangsanya, dan nama mereka dihafalkan oleh anak-anak SD. Atau nama mereka dijadikan nama jalan.

Dan beberapa memang, yang masih tidak bisa menikmati kemeriahaan hari merdeka ini, Masih ada beberapa yang untuk makan saja susahnya minta ampun. Atau terpaksa mencabut pendaftaran anak mereka, karena tidak mampu membayar uang seragam sekolah. Atau tua renta yang masih terkantuk-kantuk menunggui dagangan mereka yang tidak seberapa. Atau anak-anak kecil yang harus bekerja karena tidak mampu sekolah. Siapapun, bahkan mungkin orang2 disekitar kita juga.

Dan sebagian dari kita juga menyikapi kemerdekaan dengan terlalu berlebihan. Ayo, coba hitung, berapa banyak uang yang kita habiskan untuk membeli pakaian bagus yang hanya akan kita kenakan ketika kita pesta, atau coba hitung, harga minuman atau makanan di kafe atau lounge tentu berlipat-lipat harganya daripada kita beli esteh dan nasi kucing di angkringan, padahal bapak angkringan itu tentu lebih membutuhkan uang daripada pemilik café atau resto mewah. Padahal kalo suasana cozy aja yang kita inginkan, di angkringan juga enggak kalah cozy, kok. Dan berapa banyak uang yang kita habiskan untuk perjalanan yang mewah itu, kenapa kita harus membelanjakan lebih banyak uang, kalo naik apa aja kita pasti nyampe ke tujuan. Padahal ada lebih banyak orang yang harus mikir sampe ke sejuta kali ketika ingin liburan.

Pasti para pahlawan kita disana mengurut dada dan ingin melemparkan bambu runcingnya kepada kita.

Anyway, selamat ulang tahun, Indonesia, Saya yakin kita pasti akan menjadi lebih baik. Karena pasti masih selalu ada orang yang peduli. Saya yakin.

Agustus 11, 2008

What a nice weekend !!!

Libur dan pergi dari tempat kerja, biasanya seperti mimpi bagi saya.  Saya merasa seperti tidur, dan menghilang sebentar dari dunia nyata.  Libur biasanya saya isi dengan tidur seharian -sampai tetangga saya melongok kamar kos saya, untuk memastikan bahwa saya baik-baik saja-, membaca novel seharian, pulang, atau pergi sendirian.  Apa saja, pokonya jauh-jauh dari tempat kerja.  Dan biasanya mood saya tidak benar-benar sempurna baiknya setelahnya.  Tapi tidak dengan akhir minggu ini.

Padahal akhir minggu ini, saya sangatsangatsangat sibuk sekali.  Dimulai dari Jumat malam yang melelahkan, karena membersihkan kantor, diikuti sabtu pagi duet kerja produksi dengan teman saya -saya kangen, karena saya sudah lama tidak duet nyuci dengan beliau-, kemudian siangnya belanja gelas-gelas plastik untuk mengisi stan pensinya anak smu, sebenarnya nyesel juga, sih, karena malam itu teman saya nikah, tapi ya, gimana lagi, wong saya sudah bayar uang sewa. Malamnya jualan es sampe kecapean, dibantu adik saya.  Tapi enggak sia-sia kok perjuangan saya dan adik saya sampe tengah malam, karena untung kami jualan es, bisa untuk beli hape murah-murahan untuk dia.  Dan itu enggak seberapa, saya lebih senang lagi melihat wajah sumringah adik saya, karena ini adalah uang hasil keringat pertamanya.  

Tidur yang enggak seberapa karena pulang larut sekali itu, juga harus terpotong pagi-pagi, karena harus berangkat ke kantor, disusul, tanpa sempat ganti baju harus segera ke kutoarjo, untuk sekedar bertandang ke rumah teman saya yang menikah malamnya itu.  Sudah terlambat, sih, tapi lebih baik terlambat kan, daripada tidak sama sekali?. Agak menyesal sedikit, sih, karena saya enggak kebagian acara makan2nya, :p. Pulangnya saya membawa untaian bunga melati bekas manten teman saya itu. Eh, kali-kali aja ketularan cepet laku. hehe.Rencananya mau pulang ke Jogja malam itu juga, tapi enggak boleh sama mbak simak, masih kangen katanya.  Dan akhirnya,  malam dirumah dihabiskan dengan cerita-cerita sampai larut sekali.  

Dan pagi-pagi sekali harus pulang ke Jogja lagi, karena adik saya sekolah, dan saya harus kerja.  Tapi ternyata keberuntungan saya enggak berhenti sampai disitu, di tengah jalan, saya di telpon mbak ini, lagi nunggu kereta di stasiun tugu.  Dan selesai mengantar adik saya ke sekolah, saya langsung meluncur ke stasiun untuk menemui mbak ini, eh, mampir ke warung rokok dulu, ding, untuk mbeliin rokok pesanannya.  Sayangnya, kita ketemu kurang-lebih cuma 25 menitan. ceritanya juga cuma sebentar :(.  Agak canggung juga pas pelukan, habis saya belum mandi sejak kemarin sore, je. hehe, maap, ya, mbak, agak bau dikit :p.

Dan mimpi saya kemudian terputus, karena saya harus kembali ke dunia nyata, lengkap dengan kejar-kejaran waktu, senyum-senyum artifisial, dan baju rapih serta sepatu sialan. Begitulah, sebagus apapun mimpi saya, sejauh apapun lari saya pergi, saya tau, saya harus kembali ke dunia nyata, yang ujung-ujungnya selalu uang.

Tapi tunggu, saya enggak menyesal.  Saya senang.

 Dan saya akan menikmatinya. Pasti .  Karena toh saya butuh uang-uang itu, untuk mengunjungi dunia mimpi favorit saya di akhir pekan. 

Agustus 08, 2008

Saya Rentan

Buku terakhir yang sedang saya baca, adalah buku motivasi berjudul, Life is Yours -mematahkan Jerat-jerat manipulatif dan Meraih Kembali Kendali Hidup Anda-. Buku-buku motivasi memang terlihat sangat too good to be true, tapi, kadang saya membutuhkan, untuk memotivasi diri saya sendiri. Buku ini sudah terbit sejak 3 tahun yang lalu, dan saya mendapatkannya dengan harga 6.700, sebenarnya 10 ribuan, sih, tapi ditawar ternyata bisa, kok, :). Well, buku seharga itulah yang mampu saya beli. Saya dapatkan di pameran buku di JEC. Pengen beli buku yang direkomendasi sama mbak ini, sih, tapi sayang, belum turun harga :D.

Jadi, saya sudah baca 2 bab, saya mengisi daftar pertanyaannya, dan teng-teng, ternyata saya termasuk orang yang sangat rentan terhadap manipulasi :). umm, wajarlah kalo saya sering merasa dimanipulasi......

Agustus 06, 2008

shut up and Listen

Hey, tau apa kamu tentang kesedihan,
tentang kehilangan?

Sudahlah,
hentikan semua caci maki,
semua amarah,
semua dendam

kamu hanya perlu
Diam dan mendengarkan
lalu biarkan,
waktu yang mengobati semuanya...

Agustus 02, 2008

Hati yang secuil itu mengcopy dirinya sendiri

Beberapa menyebutnya patah hati, tapi saya bilang tidak.

Beberapa menyebutnya sakit hati, dan saya tetap bilang tidak.

Karena, hati saya tidak berdarah, dan saya masih menggenggamnya erat, dalam genggaman tangan kanan saya. Sedikit cuil, sih, tapi waktu itu, saya meninggalkannya di rumah nenek saya, di Kutoarjo, kota kecil paling cantik yang pernah saya tau. Sebagian besar masih ada pada saya, Saya bawa kemana saja saya pergi. Dan saya membawa mesin fotocopy kemana-mana, jadi, bila saya jatuh cinta pada suatu tempat, suatu hal, atau sesuatu yang lain, saya akan membuat duplikatnya, dan meninggalkannya di tempat itu. Supaya saya selalu ingat, dan akan kembali suatu saat.

Dan ketika saya memutuskan untuk pergi sendirian saja, saya tau saat itu hati saya tidak patah sedikitpun, cuilpun tidak. Karena saya menjaganya agar tetap utuh, saya menangkupkan jari-jari saya rapat, menggenggamnya erat-erat, menggangguk sambil tersenyum, meski saya tahu, tidak ada yang melihat saya. Tapi saya yakin, setan dan malaikat melihat saya, bertepuk tangan, dan mengangkat pedangnya tinggi-tinggi ketika saya melewatinya. Dan saya berjalan angkuh, sambil mendongakkan kepala saya tinggi-tinggi.
Tentu, saya lebih baik.

Dan saya lebih berharga.

Dan saya tidak akan lagi memberikan hati saya secara cuma-cuma, apalagi mencuilinya dan ketika seseorang berbuat baik pada saya, saya memberikan cuilan-cuilan itu padanya. Sampai saya sadar, tidak ada lagi hati dalam genggaman tangan kanan saya, saat saya sadar, ketika saya datang ke tempat baru, dan jatuh cinta pada tempat itu, dan ketika saya ingin memfotocopy hati saya, saya mendapati hati saya cuil-cuil tidak karuan. Hingga kemudian saya tidak pernah memfoto copy hati saya lagi, saya mulai acuh pada semuanya, karena hati saya sudah habis dicuili, untuk diberikan pada satu orang saja.

Lalu ketika ketakutan itu bisa diatasi, mempertanyakan sesuatu yang melahirkan keputusan baru, tiba-tiba saja hati saya yang cuil-cuil itu terbang kembali dalam genggaman tangan kanan saya, cuilan-cuilan kecil itu mengadu pada saya, bahwa disana mereka tidak pernah dijaga dengan baik, dan mereka berterima kasih karena keberanian saya, mereka menjerit-jerit senang, menari-menari dengan saya, dan ketika saya membuka genggaman tangan kanan saya, mereka mendekat, menjerit riang semakin keras, dan bersatu kembali, dan hati saya kembali utuh.

Oh tidak, agak cuil sedikit karena saya meninggalkannya di rumah nenek saya, di Kutoarjo.

Saya merasa berharga sekali, dengan hati yang utuh, dan saya bisa mengcopynya kapan saja saya mau, dan meninggalkan copy-copyan itu dimana saja saya mau.

Saya tau saya akan menjadi 100 persen lagi. Dengan sedikit kenangan, dengan sedikit sakit hati, sekeranjang mimpi, seember cinta, sekotak mimpi, seransel harapan, dan hati yang utuh. milik saya sendiri. Bila ada yang meminta, saya hanya memberikan copynya saja,

Oh, tidak, tidak utuh penuh, agak cuil sedikit, karena saya meninggalkannya di rumah nenek saya, di kutoarjo.
Dan baru saja potongan hati itu menelpon, dia bahagia sekali disana, dia mengcopy dirinya sendiri, hingga sekarang dia tinggal di padasan tempat wudhu simbah saya, di gentong beras, di bawah pohon mangga, di bawah pohon belimbing, di bawah kasur kamar kulon, di kandang ayam, di kebun belakang, di pintu kami yang bisa dibuka atas bawah, di atap tanpa eternit, di sawang-sawang, di depan tivi hitam putih kami, di sumur, di kamar mandi.

Oh iya, dia juga menelusup di hati simbah saya, sampai tiba Sms dari kakak saya,
“Ka, mbah simak, sakit, nakokke kowe, lho. Kapan kowe iso mulih, mbah simak kangen, jare”.

Dan hati saya tertusuk sampai berdarah, bagaimana mungkin saya mencuili hati saya sampai habis, untuk orang yang tidak pernah menjaganya, dan memberikan secuil saja untuk tanah kelahiran saya, dan seseorang tua yang lemah menjaganya sampai besar sekali, saya malah memikirkan cuilan-cuilan brengsek yang lain.

Hebat benar, Jogja, sampai jarak puluhan meter susah saya lewati untuk pulang. Tapi, lihat, minggu ini saya tidak akan meleset. Saya akan memotong hati saya jadi 2. Meninggalkannya di hati simbah saya, sehingga saya makin rindu untuk pulang seminggu sekali.
Saya janji. Pasti,

Juli 17, 2008

Saya terlibat

Saya terlibat.


Iya, betul, saya terlibat,

Dalam ritme pagi di kompleks kos-kosan saya. Bergabung dengan Ibu soto, ibu angkringan, Ibu kupat tahu, Ibu tahu sumedang, Simbah yang punya warung, mbak yang yang kerja di amplas, Ibu yang kerja di Pabrik keripik belut, dan Bapak Bakpao.


Yah, bangun pagi dan berperang dengan rasa kantuk sama sekali bukan keahlian saya. Biasanya saya bangun pagi-pagi, melawan rasa kantuk dan dingin, menunaikan kewajiban, dan tidur lagi, sampai jam 7, setelah itu bangun, mandi kecibang-kecibung, pakai baju, beli bubur gudeg telur, dan brangkat kerja.. Saya tidak pernah melihat Ibu dan Bapak soto sebelah kamar saya berangkat ke jalan raya untuk jualan soto yang paling lezat itu. Biasanya saya hanya ketemu Bapak MLM yang suka menawari obat pelangsing, sedang gosok gigi dengan riang gembira, sambil sesumbar bahwa MLM lah yang membuat dia hidup tenang tanpa terburu-buru pergi ke kantor. Hmmm, mungkin dia mengikuti seminar MLM tiap malam.


Biasanya saya selalu kalah bila berperang melawan rasa kantuk. Entah memakai strategi apa si kantuk itu hingga selalu bisa membuat saya bertekuk lutut, dan menyerah. Dan bangun pagi, mandi, dan cuci piring, jelas bukan kebiasaan baik yang saya miliki. Biasanya saya menunggu samapai piring saya habis, gelas saya habis, sendok saya habis, baru cuci piring, atau menunggu pakaian saya habis, baru berangkat mencuci.


Tapi semuanya berubah.


Sekarang saya harus bangun, dan memenangkan pertandingan saya dengan rasa kantuk. Ya, saya harus menang. Saya meninjunya keras-keras, memasukkan sinar matahari pagi untuk membunuhnya, dan menggulung kasur supaya dia tidak datang lagi. Atau menyiramnya dengan kopi pahit biar dia kabur. Semuanya bermula sejak adik saya nomor 4 datang, dan tinggal bersama saya. Dia membuat piring saya cepat habis, sehingga saya harus cuci piring tiap hari. Dia butuh sarapan, hingga saya harus cepat-cepat mengantri gudeg di pasar talok, dan saya harus cepat-cepat membereskan kamar, karena kamar kami yang seumprit itu makin sesak dengan 2 penghuni bila berantakan. Dia butuh sekolah jam setengah tujuh, hingga saya harus memanaskan motor lebih pagi karena harus mengantarnya.

Tapi saya senang, karena setiap hari saya menang melawan rasa kantuk, mendorongnya keras-keras hingga dia tidak berani menghinggapi mata saya.

Dan saya sungguh senang-senang-senang sekali, karena saya jadi terlibat dalam ritme pagi yang harus dikejar cepat-cepat oleh tetangga-tetangga saya yang baik hati semua itu. Saya senang bisa ikut serta di sumur umum kami, bercanda sambil cuci piring dan mencuci baju, kemudian antri kamar mandi. Saya senang bisa mengantarkan anak tetangga ke sekolah sekalian dengan adik saya. Saya senang bisa ikut serta memanaskan motor rame-rame, dan memenangkan pertandingan itu karena suara motor saya paling keras.

Saya senang, bisa mengikuti pagi yang cepat berlalu itu. Saya senang tinggal di kos-kosan orang-orang kecil yang rajin bersyukur, pedagang-pedagang yang selalu baik hati, yang slalu menyapa saya dengan senyum mereka yang ramah, yang tercetak cantik dari wajah kehitaman mereka yang tanpa make up, yang kadang menawari saya dagangannya, yang peduli sekali dengan saya, karena bila hari minggu saya kerja, mereka selalu menyesalknnya. Saya senang, dan meski kadang saya tetap tidak suka berangkat kerja, saya selalu mendapat energi posotf dari ritme pagi yang mereka jalani. Saya menyukainya, dan saya tidak iri lagi dengan teman-teman yang kos di tempat kos yang mahal. Saya menyukainya, dan saya bersukur karenanya.


Dan Gusti, mohon beri kami rejeki yang melimpah, agar tahun depan kami masih bisa memperpanjang kos-kosan kami yang kecil ini, agar saya tidak berpisah dengan Bapak2 dan Ibu2 yang baik hati itu……..

surat cinta

Dear…….,

Beberapa hari ini, entah kenapa, aku merasa ada sesuatu yang hilang, bila tidak melihatmu. Rasanya seperti gerimis yang menetes-netes di hati, bila sehari saja, aku tidak melihatmu pias wajahmu di sela-sela hari yang penuh. Entah bagaimana aku menamakan rasa ini.

Lihat, bunga di taman kota juga butuh kumbang, untuk membuatnya mekar dan indah menawan, Dan engkau tahu, layaknya aku seperti bunga-bunga itu, yang enggan tersenyum ramah pada dunia, bila engkau tidak dapat menemani langkahku.

Jadi, ijinkanlah aku berlutut di hadapmu, untuk menghantarkan secangkir rasa, yang mungkin bisa kusebut cinta. Ijinkanlah aku memasuki hatimu, untuk menebar bunga-bunga rasa berwarna merah jambu ini. Dan maukah engkau berhenti sebentar, dan menggandeng tanganku, agar aku dapat berjalan beriringan denganmu, melewati hari-hari yang kadang penuh ini,

Tentu aku tidak akan pernah memaksamu, sampaikan jawabmu pada bintang-bintang, dan aku akan menunggu, sampai bintang yang kau pilih mengerling dan tersenyum padaku………..


Haha, gimana romantis enggak? Berasa kembali ke jaman SMP- SMA ga?. Hihi, itu surat cinta buatan saya untuk tugas Mos adik saya, kok. Sudah saya buat supaya norak dan wagu. Tapi kalo ada yang berminat, dan bersiap menyampaikan jawabnya pada bintang-bintang, boleh kok….. :p

Juli 10, 2008

Try to be a good sister

Dalam sebuah mobil asing, muntah-muntah tiada henti, saya tidak tau dibawa kemana oleh ibu saya, waktu itu ada lelaki asing, berambut panjang, yang baik hati pada saya dan ibu saya. Ibu menyuruh saya memanggilnya Oom, dan saya memanggilnya begitu. Beberapa tempat asing saya kunjungi, Orang-orang asing tidak berbahasa jawa. Sampai saya bertanya pada Ibu saya, kemana kami ini?, kenapa kita tidak pulang ke Kutoarjo? Menemui Andi dan mbak kakek-mbah Simak. Kemudian saya menangis tiap malam. Minta pulang.


Lalu kemudian Ibu dan Lelaki yang saya panggil Oom itu mengantar saya pulang, pada Mbah Kakek dan Mbah Simak, pada rumah di desa kecil yang semua orang berbahasa jawa, pada adik laki-laki dan teman-teman yang selalu mengajak saya main karet. Dan Ibu pergi dengan Si Oom. Hanya pulang beberapa tahun sekali, dan setiap kali Ibu pergi lagi naik kereta, saya selalu kekamar mandi, mandi dan menangis, sambil membayangkan kereta terlambat, atau sudah pergi, atau keretanya tidak pernah datang ke stasiun, hingga ibu saya tidak jadi pergi. Tapi, ha-ha, doa jelek tidak akan terkabul, bukan?


Sampai beberapa tahun kemudian Ibu pulang bersama si Oom, membawa 2 orang adik kecil yang tidak saya kenal. Ibu bilang itu adik2 saya. Saat itu saya tau, saya punya 3 orang adik yang harus saya sayangi. 1 adik tinggal bersama saya, 2 adik lainnya tinggal bersama Ibu dan Si Oom. Saya tidak pernah melihat mereka bertahun-tahun kedepan, hanya membaca cerita ibu tentang mereka dalam surat-surat ibu, atau mengirimi adik perempuan saya gambar-gambar komik buatan saya. Saya tidak pernah dekat dengan kedua adik saya terakhir.


Dan kemudian saya lulus sekolah, saya pergi ke Jogja, dan Ibu saya memutuskan pindah ke kutoarjo, Ibu, suaminya dan ketiga adik saya, kakak perempuan saya, dan 3 ponakan saya berkumpul di kota kecil yang paling saya cintai itu. Sedang saya di Jogja sendiri. Saat itu, kadang saya merasa tersisih, tapi pulang merupakan kegembiraan yang tidak terkira, keluarga saya berkumpul semua.


Tapi Ibu saya pergi lagi, saat dirasa kehidupan di Tanah kelahiran saya tidak terlalu menjanjikan. Setiap saya pulang, Ibu tidak ada di rumah, tapi begitu saya sampai di Jogja, Ibu saya pulang. Saya sering sekali tidak berjodoh untuk bertemu dengan Ibu, sampai kami harus janjian jika ingin bertemu di Kutoarjo. Tapi saat itu Ibu lebih sering pulang untuk menegok adik2 saya, daripada jama saya kecil dulu. Kalo saya protes, Ibu selalu bilang “Seharusnya kamu bangga, nduk, karena kamu mandiri, tidak bergantung pada Ibu”. Oh, padahal saya ingin mendengar “so sorry, sweety, bukan maksud ibu berbuat begini, maaf, ya”, dan saya benci dipanggil ‘nduk’, rasanya kok imut banget gitu…


Lalu setelah saya lulus kuliah dan bekerja, Adik perempuan yang dulu sering saya kirimi gambar komik itu datang, bersekolah di Jogja., dan beberapa hari ini tinggal di kos-kosan saya. Ibu dan si Oom menelpon tiap malam, memastikan bahwa si gadis kecil itu sudah makan, dan mewanti-wanti saya untuk menjaganya, merawatnya, menolongnya kalo butuh bantuan, mengantarkannya daftar sekolah dsb, dsb, oh, saya bahkan lupa apa Ibu secemas itu waktu saya masuk SMK.


Tapi tidak ditelpon tiap hari pun saya akan menjaganya, memenuhi kebutuhannya sebisa saya, mengantarnya daftar sekolah dsb, membagi makanan saya dengannya, meminjamkan pulsa saya padanya, berbagi kamar denganya. Tentu saja, karena saya kan kakak yang baik, bahkan pas adik saya hampir hilang di Bis pun, saya juga menangis, takut, dan marah-marah pada pengelola trans jogja, mana mungkin saya menyia-nyiakannya. Saya tahu saya tidak akan mengecewakan Ibu saya, dan si Oom baik hati itu. Saya akan belajar, tidak iri, dan mencoba mengerti bahwa semuanya berjalan sebagaimana mestinya. Bahwa semuanya adalah pembelajaran, dan saya sedang ditempa didalamnya. Tentu. Saya janji. Pasti.


Best Teacher I ever had

“Sampai jumpa dan tetap semangat…’ Inget, ga? Pernah denger kata-kata itu? Beberapa waktu yang lalu sempat ada kuis yang menggunakan kalimat itu untuk mengakhiri setiap episodenya. Saya juga inget sekali, dulu pas jaman SMK, saya punya guru yang selalu mengakhiri pelajarannya dengan kata-kata itu. Sambil mengepalkan tangannya, diakhiri dengan lambaian tangan. Namanya Pak Owo, dan saya kagum sekali dengan beliau, seorang guru yang pintar melucu, pintar menyanyi dan pintar membuat puisi. Dan yang pasti, dia selalu bersemangat.

Dan beberapa hari yang lalu, pas adik saya nomor 4 datang ke Jogja, dia membawa album foto saya jaman sekolah dulu. Isinya foto-foto saya sama temen2 sekolah. Eh, lha kok di album foto itu masih tersimpan sepotong puisinya Bapak guru saya, ditulis di atas kertas ijin terlambat sekolah. Gini lho, puisinya…

Kusimak satu-satu pilar-pilar kebohonganmu

Tegak terpaku tebalkan keangkuhan

Kegetiran kau tanamkan

Dibenak nan beku-biru

Dan


Kuraih satu asa atasmu

Mumpung hari masih sore

Sementara tak pantas bila

Kau harus berbaring dan tidur

Masih banyak yang harus

Terselesaikan.

Saya sih enggak tau puisi itu untuk siapa, mungkin juga untuk istrinya. Tapi dasar sok pengagun rahasia, saya kok ya masih sempat-sempatnya nyimpen itu puisi. Hihi. Aih, jadi inget berbagai tingkah konyol saya pas jadi muridnya…. Dan bagaimana dengan bapak itu sekarang?. Oh, sekarang dia masih mengajar Matematika disekolah saya yang lama. Dan saya kadang masih suka smsan sama beliau. Kadang juga sama istrinya. Hihi.Setiap tahun juga selalu bertukar surat selamat ulang tahun, karena kebetulan hari ulang tahun kami sama.

Tentu saja, karena masih banyak yang harus terselesaikan. Dan saya akan selalu bersemangat, pak. Pasti. Lihat saja nanti.


Juli 02, 2008

mengadu pada yang mengatur

ketika mataku tak lagi bisa melihatMu,
jangan bilang kalau aku buta
ketika telingaku tak mampu lagi mendengarMu,
jangan bilang aku tuli

aku hanya tak bisa melihat kebenaran
atau merasai indahnya nikmatMu
aku takut tersesat
aku takut jarakku semakin jauh dariMu

namun aku tak punya keberanian
mendekatiMu
aku hanya ingin mengadu,
menghadapkan mukaku padaMu
boleh Kau tampar
boleh Kau pukul
boleh Kau lempar
karena aku sepenuhnya milikMu

dan aku hanya ingin mengadu
karena hanya Kau yang maha segalanya

Juni 25, 2008

saya benar-benar pemarah

siang, disebuah toko kertas, dari keliling2, bawaan di motor udah banyak banget, pengen eek, dan embak pramuniaga disitu nulis nota lama banget, sepertinya dia mengukir setiap hurufnya
saya : mbak, cepetan dikit, dong, saya tu sakit perut, mbaknya lelet banget, sih
mbak : iya, mbak, tunggu bentar, ya, tadi kertas karbonnya berapa?
saya : 10 lembar, kan tadi mbaknya yg ngitung,
mbak : oh iya, ding, eh, mana ya, kalkulatornya? (kebingungan nyari kalkulator)
saya : mbaknya ni lama bener, sih? cuma 500 kali 10 aja pake kalkulator.
mbak : (diem aja sambil merengut dan nulis di nota)

malem, habis pulang kantor, nyari meja kecil untuk tempat kibot komputer. di meja kasir toko buku.
mbak : lima belas ribu, mbak, ini barangnya
saya : nih, (nyerahin lima belas ribu, memandang sinis pada meja kecil di atas meja kasir.
saya : mbaknya, ni, g punya kresek, ya?
mbak : g ada, mbak kresek yang sebesar itu, adanya juga cuma ditaliin
saya : (melotot, bentak si embak) lha kalo gitu, kenapa enggak ditaliin?
mbak : (cepet2 ngambil rafia, naliin meja kecil saya, sambil cemberut, sementara teman2nya diem sok enggak tau)

siang, di bank, habis keliling2, peluh bercucuran
mbak : antrian no 27
saya : (maju ke depan, nyerahin uang ke mbaknya)
mbak : (sibuk ngitung dan milahin uangnya) mbak, besok tu, kalo nabungin uang, dipisah2 dulu, lima puluh sama lima puluh, seribu sama seribu (oh, catet, g ada senyum diwajahnya)
saya : mbak, uang itu baru saya dapet dari mana-mana, saya harus cepet2 naruh itu dibank. mana saya sempat ngatur2 dulu
mbak : kasihan, mbak kalo ada yang antri
saya : (nengok ke belakang), mbak, saya ini antrian yang terakhir. g ada orang tuh. lagian milah2 uang itu kan tugas mbaknya, kok mbak malah protes. di laundy aja, g ada yang pernah nyuruh pelanggannya untuk misahin baju yang luntur dan yang enggak luntur, kok. mbak nya ini g pernah dapet pelajaran pelayanan prima, ya?
mbak : (merengut, menyerahkan buku tabungan)
saya : ( enggak kalah merengut, merebut buku itu dari tangannya, sambil janji ga mau dilayani sama embak judes ini lagi)
mbak : antrian no 28 (catet, ya, g ada kata terima kasih, ada lagi yang bisa saya bantu, atau senyum pura2 khas pegawai bank)
saya : (dalam hati: tunggu, mbak, saya akan tulis di surat pembaca kelakuanmu hari ini, tunggu aja, berjalan keluar sambil nengok kertas antrian, nomor 28 masih diposisi paling atas)
satpam: trimakasih, mbak, selamat siang
ah, ternyata pak satpamlah yang dapat pelajaran pelayanan prima

pulang, malem ketemu sama bapak2 tetangga yang getol banget nawarin obat pelangsing dan nyuruh2 ikut MLM
bapak2 : eh, mbak ika, baru pulang ya? kok malem terus, mbak pulangnya?
saya : iya, pak
bapak2 : wah, mbak ika, sih, saya ajak ke acara *-**** g mau, kalo disana, mbak, g usah kerja sampe malam juga bakal kaya
saya : lha Bapak, kenapa masih ngontrak disini kalo udah ikutan itu?
bapak2 : ah, uang saya tu saya tabung, mbak, untuk persiapan anak kuliah. dengan jam kerja mbak ika yang sepanjang ini, kalo di *-****, mbak ika sudah bisa beli laptop, motor, bahkan sudah bisa keliling dunia.
saya : (marah, muka memerah, dan rasanya ingin melemparkan sepatu saya kemukanya), pak, saya mau kaya, miskin, itu terserah saya, saya mau pergi sampe tengah malem juga urusan saya, daripada bapak mrospek2 g jelas gitu, mending bapak minum sendiri obat pelangsing bapak itu, jualan obat pelangsing kok badannya gendut gitu.


Ah, saya memang pemarah........

Juni 23, 2008

kidung dari desa

Pernah enggak kamu bersukur karena kamu tinggal dengan kedua orang tuamu?, atau paling enggak, kamu pernah menghabiskan masa kecilmu dengan mereka?. Pasti jarang terpikir, ya?. Iya sih, itu hal normal dalam kehidupan, tapi bagaimana kalo sejak kecil, kamu tidak pernah tinggal bersama orang tuamu?. saya pikir, kamu harus bersujud sukur ribuan kali karena dikaruniai hal yang sangat biasa itu. Ada banyak orang yang bahkan tidak pernah bertemu orang tuanya. Dan saya iri dengan kamu.

Tapi, sejak kecil tinggal bersama nenek kakek juga punya sisi positif, setidaknya itu yang seharusnya membuat kamu iri pada saya. Saya tau simbah kakek dan simbah simak saya sayang sekali pada saya, pernah lho, waktu kecil dulu, saya jatuh dari pohon, berdarah-darah di lutut, kening dan baret-baret dimana-mana, waktu itu saya menangis meraung-raung. Tau enggak apa yang mbah kakek saya lakukan?. Beliau keluar dengan arit teracung ditangan, sambil teriak, “sopo sing nibake ika?”. Hihi, padahal saya jatuh sendiri. seharusnya saya juga sujud sukur karena itu, ya?.

Begitu juga sabtu malam minggu kemarin. Pas saya pulang ke desa kami yang cantik, malamnya saya tidur dengan simbah simak saya, empet2an di dipan kecil dari bambu, dikamar kami paling selatan. Eh, lha kok malam itu saya seperti nostalgia, mbah simak dan saya nyanyi lagu2 jaman beliau kecil, dan menceritakan kembali kisah2 tentang keong mas, timun mas, andhe2 lumut, si gudik, tidak lupa tentang panji asmoro bangun dan dewi sekartaji-nya. Waktu itu saya iseng2 mencatat syair lagu2 itu. Simak, ya…


BOMA

Mimi, Boma ojo lali

Kowe tak kandani

Rungokno sing titi

Bocah-bocah iku-ku

Kudu sing mituhu

Saben dino kudu mlebu

Lali wulangan, yen Ibu kondangan

A ngisin-ngisini cah sekolah ngono kuwi.


ESUK_ESUK

Esuk-esuk srengengene uwis metu….sibu

Nyuwun pangestu kang putro bade sinau…sibu

Grip lan sodo wis cumepak eneng kotak….bapak

Bedug-bedug srengengene eneng tengah….simbah

Bungah-bungah kang wayah wangsul sekolah….simbah

Putra-putri emoh gelang emoh kalung….biyung

Putro kakung mbangun turut bopo biyung…..biyung


TENG_TENG

Teng-teng jame wis muni, jam setengah wolu

Iku mertandani murid podo mlebu

Tinggowo piranti praboting sinau

Sinau diwulang, diwulang Ibu guru


MOTOR-MOTOR CILIK
motor-motor cilik, sing numpak blenek

Numpak liyat-liyut, ngantuk teklak-tekluk.

Eneng grobak mandeg, grobake isi babi.

Pak Gede cungar-cungir

Grok-grok-grok


TIKUS PITI

Tikus piti ingkang noto baris

Kodok ijo sersane

Kadal walang do jagongan

Jangkrik upo tetegaran

Kemonggo kang nuntun

Panci tekek wis cumawis kulak sembagi

Celaret kalung gumbolo….


WITING KLOPO

Jawoto ing ngarso podo

Salugune wong wanito

Kulo sampun njajah projo

Ing Ngayojo-Surokarto

Mulo akeh wong ayu dasar priyayi

Nanging durung klebu ati

Aduh gusti

Sun rewangi pathi geni

Pitung dino pitung wengi


CEMPO

Cempo, yoruwo,

Pakananmu opo, yo ruwo

Pupu gending, ding-ding-ding

Rowang-rawing, wing-wing-wing

Bung kecebung

Jarane jaran buntung

Sing nunggang doro menggung

Ejleg kenong-ejlek kegung

Nini towok mendem gadung


KEMBANG JAGUNG

Kembang jagung Omah kampong

Ning pinggir lurung

Jejer 3 sing tengah bakal omahku

Dupo munggah guwo,

Medun ing bon rojo

Metik kembang suko

Dicaoske kanjeng romo

Mundur kuwi ajur

Maju kuwi tatu

Jokno sak balamu

Ora wedi sundukanmu

Iki lho, dodo satrio


IKAN CUCUT

Ikan cucut, mandi dilaut

Terkena ombak, manona tergoyang buntut-tergoyang buntut

Andeng-andeng diatas mulut,

Jangan mandeng, manona nanti kepincut-nanti kepincut


TUL JAENAK

Tul jaenak, jae katul jaedi, kuntuk noke banyak ndase bajul gari siji

Abang-abang gendera londo, kidul kono kuburan mayit,wedak pupur nggo golek duit.


GAMBANG SULING
Gambang suling

Kumandang swarane

Tulat-tulit, kepenak unine,

Unine, mung ndreyokake

Barang lan kentrung

Ketipung suling

Sigrak kendangane


BEDUG TIGO

Bedug tigo.

Datanarso guling

Padang bulan ing latar tenguk-tenguk

Lingguh dewe.

Angine mangudud ngidul,

Saya ngeres rasaning ati

Ora sanak ora kadang

Sayekti nandang prihatin

Duh nyowo gondelan rogo…

Yah, gitu deh hasilnya, masih ada banyak sebenarnya, tapi saya keburu dimarahin Ibu, karena udah jam 1 malem, ketawa cekikikan dan mbah simak harus segera istirahat. Hihi. Minggu depan, kalo saya sempat pulang, saya catet lagi sisa lagu yang lain. Mungkin ada beberapa yang tau?. Atau ada lirik yang salah?. Maklum lah, simbah simak saya sudah tua, beberapa memorinya mungkin udah hilang. …

Juni 21, 2008

sebuah awal

Dan kamu tahu, apa?

Saya sendirian saja. Menikmati kemana kaki saya melangkah. Berhenti pada suatu tempat, sebentar, memandang di kejauhan. melewati hamparan air hijau-keruh-jelek-berlumut yang diam. Terhampar dari timur ke barat, menyisakan kejayaan masa lampau yang kini tumbang diterpa modernisasi.

Dan berhenti disini sungguh membuat dada saya sesak. slide-slide peristiwa lalu seakan berputar kembali. Menawarkan saat-saat tak kenal lelah. Kala refresing tidak pernah menjadi prioritas, bahkan terpikirpun tidak. Dan roda yang tak kenal lelah berputar. Hanya aku dan si dua roda, dari timur ke barat, selatan ke utara, dari subuh hingga tengah malam.

Hanya waktu itu yang rasanya bisa saya banggakan. Tapi, hanya orang bodoh saja, kan yang terus terusan melihat kebelakang ? bukankah kita hanya perlu melihat spion sekali-kali?, bukannya memelototinya terus menerus?

Dan dimanapun saya berada, alih-alih bersyukur, saya malah terus mengutuki.

Ya, bersama kamu saya juga cukup senang.

Tapi sendirian, berpikir dengan otak saya sendiri, tanpa seorangpun di kota ini yang mengenal saya, atau akan marah bila melihat saya bersandal jepit dan berjeans robek sungguh membuat saya senang tak terkira. Setelah berhari-hari hidup dengan kepura-puraan, kebohongan-kebohongan, senyum-senyum artifisial, atau tatapan 'oh, aku kagum', padahal dalah hati saya mencibir atau bahkan perut saya mual ingin muntah. Begitulah, kadang munafik bisa menjadi nama tengah saya.

Tapi sudahlah, menghirup udara disini banyak-banyak, merasakan ia masuk sedikit-sedikit kedalam paru-paru saya, merasakan angin sejuk menampar lembut pipi saya, dan mendengar kicau ratusan burung yang terbang diatas danau jorok jelek itu sudah cukup mengobati hati saya yang kadang mati rasa. Andai saya tau dari dulu, tentu saya akan lebih sering kesini, bukanya mengunci pintu rapat2, dan larut dalam mimpi buruk.

Yah, dusun cantik, mungkin beberapa jam disini saya tidak boleh mengatakan bahwa engkau cantik. Saya memerlukan waktu bertahun-tahun untuk memutuskan suatu tempat cantik atau brengsek. haha. Tapi lihat, saya menggambar bunga banyak-banyak pada buku tulis saya. Trimakasih banyak. Disini saya senang menjadi diri saya sendiri, dan saat ini, saya tidak ingin bertukar tempat dengan siapapun.

Tapi, saya tidak tau kalo saya sudah kembali. ha-ha

Juni 16, 2008

sore dihari hujan

Beberapa hari ini, saya sempat kehilangan motivasi. Malas terus bawaannya. Umm, sebenarnya syndrome ini sudah muncul berbulan-bulan yang lalu, ding. males, capek, sebel, gondog rasanya enggak hilang-hilang dari otak saya. Begitu nemu motivasi, semangat lagi, sayangnya cuma sebentar. Sebentar banget. habis itu males lagi. Saya jarang termotivasi tiap hari.

Sampai saya terlibat sebuah percakapan, dengan orang biasa, 24 tahun, cowok, dan saya benci sekali dengan penampilannya, atau tigernya, atau baju-bajunya yang nyaris semua mahal, oh, atau parfumnya, yang baunya selalu lebih wangi dari saya. Disebuah tempat, saat kami sama-sama terjebak oleh hujan yang turun deras. Awalnya biasa saja, seperti pertemuan-pertemuan kami sebelumnya, olok-olokan garing dan guyon-guyon najis biasa. Tapi, entah bagaimana awalnya, kami jadi terlibat pembicaraan tentang hidup.

Yah, hidupnya memang terasa lebih beruntung dari saya, Si paijo ini punya bapak kontraktor, kakaknyapun diplomat. Tapi, oh, tidak, rupanya saya hanya orang berpikiran sempit yang tidak pernah membuka otak saya baik-baik, rupanya jauh sebelum dia menikmati hidup selayak itu, dia juga pernah kelaparan, jualan koran, jadi badboy, diperlakukan buruk oleh keluarganya, dan sebagainya.

dan Ia sempat tidak melakukan apa-apa selama tiga tahun, hanya untuk berpikir tentang hidup. Sampai kemudian ia tahu tujuannya, meski tujuannya itu enggak bisa ia ucapkan dengan kata-kata, dan Iapun bangkit dengan suntikan motivasi yang terus menerus. Ia menyadari kesalahannya. Menelaah setiap konsekuensi dari pilihan-pilihannya. Tentu saja, kita kan tidak bisa memilih opsi A dengan konsekuensi opsi B. Kalo kita memilih jadi bisnisman sukses, dan konsekuensinya adalah waktu kita sempit untuk keluarga, enggak mungkin kita memilih jadi bisnisman, dengan konsekuensi seorang guru, misalnya. Umm, sepertinya benar. Dan diotak saya, seperti terbangun gerbang-gerbang, ada tulisan diatasnya, di samping kiri malaikat membacakan manfaat, di samping kanan iblis menyetelkan video yang berisi konsekuensi-konsekuensi. Bertukar-tukar antar gerbang baik dan gerbang buruk.

jadi sekarang, disanalah paijo berada, dia memilih untuk mengikuti arus saja. Menjadi apapun kelak dikemudian hari dia nggak masalah. Dia hanya mengambil kesempatan-kesempatan yang ada, mengikutinya kemanapun kesempatan membawanya. Tentu saja sambil berfikir, katanya. Dan pas saya tanya apa obsesinnya 5 tahun yang akan datang, Ia bilang tidak tahu. Dia tidak membayangkan apapun. Tapi, dia memiliki motivasi yang tinggi untuk mengikuti arusnya, sambil tetap berfikir, sehingga bila dia rasa arusnya buruk, ia akan pergi bersama arus lain yang lebih baik. Ia pasrah, mau mati besok, 2 jam lagi, atau nanti kalo sudah tua. Katanya itu motivasinya, menemui Tuhan, untuk bertanya macam-macam padaNya. Itulah yang membuatnya bersemangat untuk hidup. Hey, padahal, dia tidak memutuskan menjadi apa kelak.

Dan saya, kemudian hanya berkaca-kaca, memandang mata dan bibirnya bergantian, sambil sesekali menengok hati saya. Oh, betul, betapa malangnya saya, saya belum tau hidup, dan tidak pasarah, jadi mungkin kalo saya meninggal, saya akan meninggal dalam keadaan penasaran. hehe. Sungguh rupanya saya tidak membuka mata dan telinga saya dengan baik. Banyak tempat belajar, dan saya memilih untuk menutup mata dan telinga saya kuat-kuat, mengabaikan setiap pertanyaan dalam otak saya, karena saya pikir itu konyol. Saya malah memilih berlari kepada kegiatan-kegiatan yang saya tidak tau maknanya. Kegiatan-kegiatan busuk yang bisa membuat saya melupakan pertanyaan-pertanyaan itu. Hingga kemudian saya seperti mengambang. Saya memasuki gerbang dengan malas-malasan. Tidak mengindahkan malaikat yang mencoba memperingati saya, dan menguap pada iblis yang sibuk menujuk-nunjuk videonya. Dan begitu ada didalam, saya menyalah-nyalahkan malaikat dan iblis itu, padahal, kesalahan sepenuhnya ada pada saya.

Saya memang perlu berfikir, menemukan motivasi-motivasi saya, bukannya sekedar memaksa diri saya untuk berbuat sesuatu. Dan akhir sore itu paijo hanya bilang, sudahlah, itu cuma bullshit, g usah dipikirin, itu depend on dirimu sendiri, kok. Waktu kemudian hujan berhenti, kami sama-sama beranjak, Oh, God, waktu itu saya sadar, saya terlambat untuk masuk les bahasa Inggris....

Juni 12, 2008

cita-cita

Waktu kecil, saya bercita-cita jadi astronot. Keren kan? saya bisa pergi ke bulan, ke planet lain selain bumi, dan pergi melayang-layang dalam dunia yang tidak bergravitasi. Tapi makin lama, semakin saya besar, cita-cita saya semakin sederhana, setelah jadi astronot, cita-cita saya berubah menjadi pemadam kebakaran, habis itu mau jadi penulis, setelah itu jadi pengusaha, jadi wanita karier, dan setelah saya tau semuanya tidak mungkin, sekarang saya malah bingung kalo ditanya apa cita-cita saya.

Dan saya semakin bingung saja kalo ditanya apa tujuan hidup saya. Menjawab apa tujuan hidup saya, tidak segampang seperti menjawab pertanyaan 'mau kemana, ka, hari ini?'. Saya pikir, tujuan hidup adalah sesuatu yang sakral, krusial, dan super penting. Sampai-sampai, saya takut mau menentukan apa itu. Hingga suatu hari, ketika saya bertanya, bagaimana caranya memotivasi diri sendiri, dan kemudian saya ganti ditanya, kamu punya tujuan?. kalo kamu jelas mau pergi kemana, kamu pasti selalu termotivasi untuk menuju kesana. kalau ada hambatan disatu jalan, kamu akan segera pergi mencari jalan lain. Kalo jalan lain juga tertutup untukmu, kamu akan meminta bantuan orang lain untuk mengantarmu kesana. Itu sangat berbeda bila kamu hanya pergi tanpa tujuan, ketika jalan menuju tujuanmu tertutup, pasti kamu akan cenderung untuk balik ke rumah.

Saya hanya duduk melongo, menerawang, mencoba mencari tau, dengan kapasitas otak saya yang begitu kecil ini. Tapi, tujuan hidup enggak sesederhana itu. Mungkin tidak, tapi bisa aja sederhana seperti itu. Tujuan hidup itu, kalo kamu memikirkannya, kamu akan merasa sangat terharu sekali, sampai kamu bisa meneteskan air matamu. Itu bisa terjadi pada semua orang. bahkan penjahat sekalipun. karena sekeras2nya hati manusia, dia punya suatu titik dimana dia merasa sangat emosional.

Jadi, insinyur, pengusaha, dosen, itu bukan cita-cita?. bukan, itu keinginan, cita-cita itu tujuan akhir, kalo seseorang sudah jadi insinyur, pengusaha, dosen, apa habis itu sudah?. semuanya sudah berhenti?. Tidak kan?, setelah itu seseorang akan terus mencari, mempunyai keinginan-keinginan lagi. Kalo seseorang tidak tahu tujuan hidupnya, ia tidak akan tau ia akan per kemana,
akan melewati jalan yang mana, dan ia bebas menyerah kapan saja ia mau.

Dan sekarang saya sedang melongo, didepan gerbang hidup saya, yang tidak ada tulisan apa-apa diatasnya. Oke, saya belum tahu saya akan pergi kemana. Dan saya sedang mencari-cari, sedang menyusun peta saya. Saya tidak tahu bagaimana caranya. Tapi saya akan mencoba. Mungkin beberapa gerbang yang akan saya masuki salah, tapi saya yakin gerbang-gerbang itu saling berhubungan. Jadi kalo saya salah gerbang, saya bisa mengambil jalan memutar, dan menemukan gerbang awal lagi yang belum bernama itu.


Ah, ini hanya obrolan saya dengan pak Juragan, mungkin saya sedang diracuni :D



 

Juni 05, 2008

Gerbang itu bernama menikah

kalo aku, mei, aku pengenya menikah 1 kali. Menikah itu prosesi sekali seumur hidup. Makanya sekarang aku sedang mendalami ceweku, kita kan enggak bisa sembarangan menentukan seseorang untuk jadi temen selama sisa hidup kita”

Begitu ucapan teman saya, yang pagi itu membangunkan saya jam setengah tujuh pagi dengan dering telpon saya. Dan Ia Cuma ingin bercerita tentang desakan ceweknya untuk segera menikah. Dan saya hanya bisa mendesah resah, sambil mengernyitkan kening, yang saya tau dia tidak akan melihatnya. Oh, sungguh betapa beruntungnya teman saya itu.

Menikah, ummm, saya tidak yakin kalo itu bisa menjadi prosesi sekali seumur hidup. Kita kan enggak tau siapa jodoh kita. Bisa aja orang yang kita nikahi itu bukan jodoh kita, jadi kita harus cepat2 menceraikannya, untuk segera mencari orang lain, sambil menebak-nebak, orang ini jodoh kita bukan, ya?. Terus, bagaimana dengan orang yang enggak nikah?. Atau cewek yang enggak kebagian jatah cowok didunia. Secara, cowok sama cewek, 1 banding 5, kan?. Memang Tuhan enggak menciptkan jodoh untuknya?. Jadi, saya pikir, menikah itu gambling.

Kadang, kalo saya dapet undangan manten dari teman sekampung, yang dapet orang dari lain kota, saya sering bilang gini ke dia, eh, na/ra/ta, kok kamu tega, sih, ninggalin kita yang sudah kamu kenal bertahun-tahun, demi seorang lelaki yang baru kenal beberapa bulan yang lalu?. Dan mereka biasanya bilang gini, Lha dia kan ngasih nafkah sama aku, lha kamu kan enggak. Tapi, nanti kamu kan harus nyiapin bajunya, sarapannya, nuruti semua kata-katanya, membersihkan rumahnya, memberikan anak-anak untuknya, dsb,dsb. Lalu teman saya menjawab lagi. Yah, itu kan memang kewajiban. Jadi menikah itu seperti karyawan dan juragannya? Kamu saya beri nafkah, dan kamu mengurus keperluan saya. Begitu?

Tapi, bener enggak sih, kita butuh menikah?. Bener enggak sih, perempuan selalu membutuhkan lelaki sebagai pelindung? Oh, atau sebagai pencari nafkah? Atau ,pemberi kehangatan kala malam, atau teman sharing saat kita penat, atau phatner untuk meneruskan keturunan kita?. Bukannya kita bisa mendapatkan bukan hanya dari lelaki yang menjadi suami kita?.

Atau, ada juga temen saya yang bilang, gini, manusia itu orangnya super ngeyel, dikasih tau apa aja, juga pasti bawaannya ngeyel, maka timbullah agama itu, a artinya tidak, gama artinya kocar-kacir. Jadi agama itu ada supaya manusia tidak ngeyelan dan kocar-kacir tanpa aturan apapun. Bukankah agama juga mengajarkan reward and punishment? Dimana yang berbuat salah dapat dosa, sedang yang berbuat baik dapat pahala. Dan menurut agama, zina itu dosa, sedang menikah itu ibadah. Maka manusia itu diberi aturan menikah, dan mereka hanya dapat berhubungan suami istri dengan orang mereka nikahi itu. Supaya manusia berbeda dengan anjing, kucing dan hewan lainnya. Dan menikah itu untuk menghindari dosa Zina.

Dan bagi saya, menikah itu seperti sebuah gerbang, Dan kita boleh aja enggak melewatinya. karena hidup itu menurut saya adalah rangkaian-rangkaian, gerbang pilihan. Disetiap gerbang, ada gerbang lainnya, terserah kita mau pilih gerbang yang mana, Gerbang2 itu seperti labirin. Bisa aja saling berhubungan, ada beberapa gerbang yang menjebak, ada juga gerbang yang benar. Nah nanti akan ada suatu masa, kita berhadapan dengan gerbang dengan tulisan menikah diatasnya. Gerbang dengan tulisan itu menikah itu mungkin akan kita dapatkan setelah kita melewati gerbang dengan tulisan “menerima pinangan pacar’,atau ‘menerima perjodohan dari orang tua’, ‘melarikan diri dengan pacar’’, “hamil diluar nikah”, dll, Dan kita tidak harus melewati gerbang itu, karena disamping gerbang menikah, ada lagi gerbang lain, seperti gerbang ‘tolak lamaran”, “melarikan diri dari rumah”, “putus dengan pacar”, “single parent”, Atau bisa aja kita enggak pernah berhadapan dengan gerbang itu karena kita enggak pernah melewati gerbang2 sebelumnya. Mungkin kita tadinya memilih gerbang “hidup selibat”, “gila”, “bunuh diri”. Nanti, kalo kita memilih atau terpaksa memilih, atau dipaksa memilih gerbang dengan tulisan menikah diatasnya, akan ada gerbang2 lain setelah itu, ada gerbang “bertengakar”,, “hamil”. Berhenti kerja”, “Cerai”, “bunuh diri” dan sebagainya2. Habis itu, terserah kita mau melewatinya 1 kali, 2 kali, 3 kali, bahkan seribu kali sekalipun.

Begitulah, Tapi melihat ibu, ayah dan anak2nya kadang membuat saya ngiler dan mupeng. Dan kata-kata “laki-laki yang baik untuk wanita-wanita yang baik, sedang laki-laki yang buruk juga untuk wanita-wanita yang buruk “, benar-benar bisa membuat saya bergidik ngeri.. Entahlah, teman-teman saya sudah akan melewatinya, dan saya bahkan masih jauh dari gerbang-gerbang yang memungkinkan saya untuk menuju gerbang itu. Ah, mungkin saya hanya pesimis…

Juni 01, 2008

di (ke)tag

Hayah, kok ya ada juga yang mau nge-tag? mau main tag2an, ya, mbak?
Yawis, g popo....

I'am Passionate about
1. Sleeping
Ini adalah kegiatan favorit saya, selain untuk kesehatan, tidur juga hobi yang sangat irit. Kalo sudah tidur, saya seperti orang mati, bahkan pas ada gempa jam 12 malam, beberapa bulan yang lalu, saya enggak bangun, walo tetangga2 saya pada berlarian semua.hehe, eh, tapi biarpun gitu, saya juga kadang2 kancilen, ding...
2. Buku Cerita
sebenarnya saya pengen nulis buku, tapi saya enggak suka baca buku yang model buku2 kuliah gitu, bawaannya angop2 terus. saya suka novel anak2 bikinannya Astrid Lindgern, Enid Blyton, komik2 bikinannya Fujiko F Fujio, Walt Disney, RL Stine, dan Novel2 misteri.
3. Naik Speda
Tapi sekarang, karena saya enggak punya sepeda, sedang phanter masih sakit parah. Saya cuma bisa ngiler liat orang naik sepeda. Dan begitu pulang ke Kutoarjo, biasanya saya langsung tancap!!!!!. Naik sepeda dan merasakan hembusan angin dipipi saya, membuat saya merasa damai, hilang semua penat dan bosen. Yang ada hanya angin, angin, angin....

Mostly I say
1. Hayah
2. emmmm
3. oooo...
4. Eladalah
5. Mosok, sih
6. Ah tenane
7. wu....
8. Alah-alah
9. Sek, to

I've Just finished reading
1. Da Vinci Code (hayah, maklum baru bisa beli pas pameran)
2. A Childs Game (Ini juga setelah dikorting jadi 7000 perak per buku)
3. Ayat-ayat cinta (Hasil nggataki anak tetangga sebelah kamar)
4. Diatas segala puncak sukses (ini sudah ngendon 2 tahun di kamar, berhubung mau diminta yang punya, jadi terpaksa diselesaikan).

Before I die, I want to
1. Naik sepeda dari Jogja sampe Kutoarjo

I Love listening to
1. Radio
2. Hujan yang jatuh diatap seng rumah simbah saya

What my friends like me about
1. emmm, saya enggak yakin

Last year I learn
1. Bilang tidak itu sulit.
2. Jangan terlalu memikirkan orang lain, untuk menentukan keputusan2mu.
3. emmm...


Yak, selesai. Sekarang saya juga pengen ikut main, ah, tapi, siapa yang di tag, y? ummmm, yang mampir baca blog saya aja deh, awas kalo g ngaku. Jangan sok jadi pengagum rahasia, deh..(hayah, narsis pol!!). kalo enggak, tak ketak sisan....

Mei 25, 2008

pecundang?

semua orang pernah melakukan kesalahan. tinggal bagaimana Ia menyikapi kesalahan itu, yang memilih menjadi pecundang seumur hidupnya, akan mencari kambing hitam atas semua akibat dari kesalahannya itu, Ia akan cenderung mencari pembenaran atas dirinya sendiri, orang lain lah yang salah atas semua yang terjadi. Sedangkan seorang yang bermental juara, akan berusaha menelaah kembali kesalahan-kesalahannya, kemudian, melakukan sesuatu hal sehingga kesalahannya tidak berlanjut lagi.
ah, dan saya pikir kadang saya memang pecundang......

Mei 21, 2008

memori telo godog

"simbah, masak ora?"
"ora, nok. tapi simbah nggodog telo ning mburi"

lagi lewat rumah deket kos2an saya, pas denger suara mbak2 yang cuma tinggal berdua sama embahnya, sepertinya si mbak baru pulang kerja. mungkin dia lapar, mau makan, dan nanya sama embahnya. 

Saya jadi inget simbah simak saya, hobinya juga nggodog telo, dengan santan kental dari pohon yang kami punya sendiri, dimasak sampe santannya habis.  Sehabis maghrib, biasanya mbah simak menemani saya dan adik saya belajar, sementara mbah kakek nonton berita sambil ngemil telo godog itu.  sambil tangannya membawa tebah yang ia kibatkan setiap kali ada nyamuk diatas kepala kami.  Sementara mbak simak ikut melihat buku2 kami, sambil mulutnya mengunyah telo godog. sunyi. saat itu hanya suara tv yang terdengar, kadang juga kecapan mulut kami yang menguyah kudapan murah meriah itu.  atau kibatan tebah dari batang lidi pohon kelapa kami yang dibawa mbah kakek.

Dan sekarang saya hanya bisa mengenangnya sambil menyusut hidung saya supaya saya tidak menangis.  Tinggal di Jogja sendirian benar2 membuat saya menyesal tumbuh besar dan menjadi dewasa.  Inginnya mengenang dan kembali ke masa2 saya berumur 4, 5, 6, 7, 8, 9,  saat itu semuanya kok rasanya mudah.  sendiri enggak sendiri semuanya sama aja. asal saya masih bisa nyari daun2 untuk saya potong2, asal saya masih punya kotak rokok bekas untuk tempat tidur gambar barbie saya, asal saya masih punya mbak kakek yang ngasih sangu, atau mbah simak yang nggodog telo tiap ada rejeki, semuanya gampang, mudah.....

Dan saya kok ingin kembali ke masa itu.

halah, ini saya lagi kena penyakit kasihani saya lagi.  seharusnya saya memang lebih banyak bersukur daripada ngeluh.....