Desember 16, 2009

perempuan dan pahlawannya

perempuan hampir 1/4 abad sdh tdk sabar menunggu hari ini. ia berjalan dg ringan menuju gerbang kenangan. penjaga kenangan berdiri di dpn gerbang, tersenyum, dan membukakan pintu untuknya. perempuan hampir 1/4 abad memasuki gerbang kenangan, dan melihat dirinya, setahun lebih muda, tengkurap diatas dipan bambu sambil menulis, berbaring disampingnya, wanita tua favoritnya, berusaha keras mengingat syair lagu yg ia tembangkan. sesekali keduanya tertawa-tawa saat menceritakan hal2 lucu. ia dan mbah simak, pahlawannya. waktu itu malam sudah larut, smua penghuni rumah sdh terlelap. tapi ia & mbh simak masi sibuk mencatat syair2 lagu jawa yg dulu sering ia dengar. mereka kancilen. seakan tau, bhwa malam itu adalah kali terakhir mereka tidur se-dipan.
perempuan menyusut hidungnya & mengusap sdt matanya diam2. kehilangan mbah simak slalu membuat hatinya teriris.
perempuan hampir 1/4 abad melihat dirinya lagi, dalam usia jauh lbh muda, masuk rumah lewat belakang. ia tampak kelaparan saat membuka gentong beras. sayur gori 2 hari yg lalu. tinggal semangkuk kecil. disembunyikan mbh simak dlm gentong, hanya untuknya. sayur gori paling enak didunia, dimasak sampe lunak. ia melemparkan tas & langsung makan tanpa membuka seragam. mbah simak yg hendak memasang kembali stagennya menghampiri, lalu menjewer telinganya,
'ka, sepatune dicopot ndisik, lagi maem. cah wedok ora elok ngunu kui'', katanya.
perempuan tertawa kecil mengenangnya.
ia kangen mbah simak. ia kangen dongeng2nya. kangen tangan tua yg menyuapkan nasi ke mulutnya, saat ia merecoki mbah simak makan. ia kangen jeweran-nya saat tak mau bangun pagi. kangen senyum tua didepan pintu menyambutnya pulang. kangen kedatanganya tengah malam ke kamar utk membenahi selimut & melepas kacamata yg sering terbawa tidur. kangen wajah khawatirnya saat ia plg telat, padhal ia sdh smk. kangen mencium tangannya stp pulang dr masjid. kangen lemper yg ia bwa pulang dari kondangan. kangen omelanya saat ia lupa mengisi padasan. kangen mencium pipi keriputnya tiap kali pergi ke jogja. kangen pelukannya.
kangenkangenkangen.
perempuan hampir 1/4 abad meninggalkan gerbang kenangan dg rongga dada kosong. hatinya tertinggal dirumah mbah simak.


tikus piti ingkang noto baris, kodok ijo sersane, kadal walang do jagongan. jangkrik upo tetegaran. kumonggo kang nuntun. panci tekek wis cumawis kulak sembagi. celeret kalung gumbolo.
tembang favorit saya. lucu membayangkan hewan2 itu jagongan sambil ngopi2.

kopi, hujan, dan sahabat

hey, mari sini. duduk sini.
kita bisa membicarakannya sambil minum kopi, bukan?. sambil melihat tirai hujan dibalik jendela. sini, berikan tanganmu.
jangan takut. ada aku. mungkin tak pernah benar-benar ada disampingmu. tak pernah benar-benar mengerti masalahmu.
tapi membangunkanku tengah malam benar-benar mengusikku. suaramu tersendat, ditingkahi isak yang susah payah kau sembunyikan.
ini telingaku. kupinjamkan untukmu. maaf tak bisa menepuk bahumu atau memelukmu. maaf karena kalimatku tak pernah menjadi lebih baik dari tahun ke tahun.
semua, pasti baik-baik saja. pasti baik-baik saja. kau tau, baik-baik saja. pasti. percayalah.


...karena sahabat adalah seseorang yang memberimu kepercayaan. apa adanya...

Oktober 22, 2009

marah

Karena marah seperti menancapkan paku di tembok, yang akan selalu membekas bagaimanapun kau mencoba mencabutnya, maka sebisa mungkin saya berusaha menahan amarah saya. Dan sialnya, menahan amarah rasanya seperti naik bis bagi saya. Kepala saya pusing,dada sesak, perut seperti diaduk-aduk, lidah pahit, bahu bergetar dan saya pasti muntah.

Dan sekarang, disinilah saya, duduk menghadapi es-entah-apa-namanya-itu, mencoba mendinginkan otak, lapar (karena sarapan pagi tadi saya muntahkan semua), mata panas dan mencoba mengendalikan hasrat untuk membunuh seseorang *ya,ya, ini terlalu hiperbolis=)*.

Saya tidak tau kenapa saya bisa menjadi begitu pemarah. Bahkan beberapa teman ketika saya tanya apa kesan pertama mereka ketika melihat saya, sebagian besar mengatakan hal yang sama: pemarah. Dan saya akan menyangkalnya habis-habisan. Saya bukan pemarah, hanya bersumbu pendek, lebih pendek dari sumbu mereka.

Padahal segala hal yang terjadi diluar kendali kita hanya 10% saja, 90% lainnya adalah sikap yang bisa kita kendalikan untuk membuat hari kita tetap baik-baik saja. Dan saya sedang mencoba fokus pada 90% itu. Meski rasanya seperti naik bis, bahkan kadang rasanya seperti menahan nafas beberapa puluh detik di dalam air,hingga paru-parumu seolah hendak meledak, saya akan memilih untuk menahan amarah, paling tidak, dg bgtu,saya tidak akan melukai tembok siapapun.oh,saya lupa saya sudah janji untuk tidak membentak siapapun.
Dan aduhh, konyol skali saya berkeluh-kesah seperti abg 16 tahun yang sedang jerawatan. Seharusnya saya lebih dewasa dari ini. Tapi saya akan mencobanya. Pasti.

Oktober 16, 2009

Sesaat lagi

Sesaat lagi kau akan mengetahui perbedaan yang halus antara bergandengan tangan dan merantai jiwa,
Dan kau akan mengetahui bahwa cinta bukan berarti sandaran, dan teman bukan berarti rasa aman,
Dan kau akan mulai mengetahui bahwa ciuman bukanlah kontrak dan hadiah bukanlah janji,
Dan kau akan mulai menerima kekalahan dengan kepala tegak, dan mata terbuka, dengan kebesaran Hati seorang dewasa, bukan dengan kemurungan anak-anak,
Dan kau akan belajar membangun semua jalanmu hari ini karena esok terlalu tak pasti untuk rencana.
Sesaat lagi kau akan mengetahui bahwa sinar matahari bisa membakar kalau kau menerimanya terlalu banyak.
Karena itu tanamilah kebunmu sendiri dan hiasilah jiwamu sendiri, daripada menunggu seseorang untuk memberimu bunga.
Dan kau akan tahu bahwa kau sungguh-sungguh dapat memikul beban……
Bahwa kau benar-benar kuat,
Dan kau benar-benar berharga,

Author unknown,
Taken from chicken soup for the soul

Oktober 02, 2009

Hujan dan Jenny

Jenny menyeruput teh hangat dari cangkirnya. Jam 04.30. Dan Ia masih ada di Lobby kantor. Beberapa menit yang lalu, Pak Slamet, OB sekaligus panjaga kantor membawakan teh hangat untuknya. Kantor tempatnya bekerja sudah sepi sejak jam 3 tadi. Hanya ada dirinya, Pak Slamet, dan Pak Satpam di Posnya.

Ia menyesal nekat menyelesaikan pekerjaannya hingga lewat jam kerja, dan akhirnya terjebak hujan dikantor. Sudah 2 kali Anto, suaminya, menelphon hendak menjemputnya pulang. Tapi Jenny berkeras tidak mau dijemput.

"jangan keluar rumah saat hujan!!" Katanya tegas pada suaminya.

Jenny benci hujan. Sangat benci. Segala hal akan ia lakukan untuk menghindari hujan. Menjelang musim penghujan, Jenny akan memanggil tukang untuk mengecek semua atap rumahnya. Ia tidak mau ada setetes air hujanpun masuk kerumahnya. Pada saat musim hujan, ia akan mendengarkan prakiraan cuaca baik-baik setiap pagi. Ia berangkat pagi-pagi sekali kalau diramalkan akan hujan menjelang siang. Bila pulang terjebak hujan, ia akan menunggunya sampai reda betul. Kalau terpaksa sekali ia harus pergi pada saat hujan, ia akan meminta suaminya untuk berkendaraan sepelan mungkin. Hingga suaminya merasa merayap. Bukan bermobil.

Jenny benci langit yang menghitam karena hujan. Ia juga benci gemuruh suara air hujan. Bila suara hujan terdengar, Jenny cepat-cepat menyumpalkan earphone ketelinganya. Ketika ada berita tentang banjir dan hujan deras, ia akan menggumam, "hujan jahat. benar-benar jahat". Meski sering diolok-olok karena menjadi orang yang paling sibuk saat musim penghujan, Jenny tidak peduli.

Hujan selalu mengingatkannya pada Kiran, sahabatnya, bertahun-tahun yang lalu, saat dunia putih abu-abu masih lekat dilaluinya.

Waktu itu hujan lebih deras dari hari ini. Petir beberapa kali terdengar. Jenny menyeret-nyeret Kiran, sahabatnya, menyusuri koridor-koridor kelas menuju parkiran. Ia harus pergi saat itu juga. Padahal anak-anak lain lebih suka menunggu dikoridor sambil duduk-duduk menunggu hujan reda. Terlalu deras untuk pulang saat itu.

"Jenny, tunggulah sampai hujan reda. Ini terlalu deras. Acarnya pasti molor." Kiran mengingatkan Jenny.

Tapi jenny berkeras.

"Ga mungkin, Kiran, penulis sekaligus artis sepopuler dia jadwalnya padat. Ga mungkin molor. Ayolah Kiran, kapan lagi kita bisa bertemu dia?" Pintanya memelas pada Kiran.

Akhirnya, Kiran, sahabatnya yang baik hati itu menurut diseret-seret ke tempat parkir motor.

Mereka berdua segera menuju ke toko buku tempat launching buku penulis favorit Jenny. Kiran membawa motor dengan pelan. Tetesan air hujan yang menghantam kaca helmya, ditambah jalanan yang licin, membuatnya agak susah melihat.

"Lebih cepat, Kiran, acaranya hanya bersisa setengah jam lagi." Desak Jenny.

"Jalanan licin, Jen, kita tak akan terlambat, kok." Teriak kiran, berusaha mengalahkan suara hujan yang menderu-deru disekeliling mereka.

Jalanan sepi. Hanya satu dua kendaraan yang nekat lewat dalam cuaca seburuk itu. Itupun kendaraan beroda empat.

Lalu semuanya terjadi begitu cepat. Tiba-tiba jenny merasakan tubuhnya terpental. Samar-samar ia mendengar suara ban berdecit beradu dengan aspal licin. Lalu suara benturan. Dan gemuruh hujan. Rasa sakit menyerangnya. Seperti ribuan jarum yang menusuk-nusuk kulit. Kepalanya terasa begitu berat. Seperti baru saja dihantam sebuah batu besar. Susah payan Jenny berusaha bangkit dan memfokuskan pandangannya yang berkunang-kunang. Tetapi guyuran hujan membuat lukanya bertambah pedih. Ia melihat tubuh sahabatnya terbaring di aspal dengan posisi yang mengerikan. Tubuhnya menggelepar di tengah kubangan warna semerah darah. Jenny merangkak tersaruk-saruk ingin menjangkau tubuh Kiran. Air hujan yang mengalir di aspal segera menjadi merah bercampur dengan darah Kiran. Jenny ingin berteriak minta tolong. Tapi tapi suranya hanya berupa dengusan. Itupun segera hilang ditelan gemuruh air hujan. Tak satupun kendaraan lewat. Semua suara tertelan gemuruh hujan. Ia benci hujan. Hujan membawa darah Kiran kemana-mana.

Tak ada yang menyalahkannya atas kematian Kiran. Tapi Jenny tak pernah bisa lari dari rasa bersalahnya. Seandainya tidak memaksa Kiran. Seandainya tidak jadi pergi. Seandainya tidak hujan. Sejak itu ia membenci hujan. Air hujan yang mengalir di aspal dalam pandangannya selalu berwarna merah. Semerah darah Kiran waktu itu.

Jenny mengusap setitik airmata disudut mata. Jam 5.10. Hujan seudah mereda. Tapi Jenny tidak segera bersiap-siap untuk pulang. Ia akan menunggu sampai hujan benar-benar reda. Perlahan Ia meraih cangkir dan menyeruput kembali tehnya yang sudah dingin. Ia melihat pak Slamet melewatinya dan membuka pintu depan.

"Jangan dibuka, pak, Nanti airnya masuk." pintanya pada Pak slamet.
"sudah reda, kok, mbak jenny, tadi bapak lihat pelangi, tapi dari belakang tidak terlalu jelas. nah, disini lebih jelas. mari kesini, mbak Jenny, ayo melihat pelangi. cantik,lho. jaman dulu, katanya, pelangi itu jembatan para bidadari. mereka mau mandi di sungai." Ujar pak Slamet tanpa menghiraukan larangan jenny.

Tak urung Jenny penasaran juga. Ia lupa kapan terakhir kali melihat pelangi. Ia mengikuti pak Slamet menuju pintu. Dan benar saja. Jenny melihat pelangi diujung sana. Melengkung setengah lingkaran. Dengan warna-warna selaras yang menawan. Jenny takjub sekali. Cantik. Tampak sangat indah dengan latar belakang biru cerah.

Tiba-tiba jenny menyipitkan matanya. Sepertinya ia benar-benar melihat bidadari turun dari langit. oh, bukan, bukan bidadari, Itu Kiran. Jenny yakin sekali. Ia tak pernah lupa pada rambut keriting dan senyum jenakanya. Ia melambaikan tangan kearah jenny. jennny ingin sekali datang kesana dan memeluk Kiran.

"Nah, cantik, kan, mbak. ini lho, yang bapak suka dari hujan. ia meninggalkan pelangi saat pergi. Seperti kehidupan ini, mbak, ga mungkin cobaan datang terus-terusan. Pasti ada berhentinya. Kalo kita sabar, nanti ada hadiah seindah pelangi menunggu kita. ckckckc, seandainya biadadarinya benar-benar ada, ya, mbak jenny..." Ujar Pak slamet diikuti tawanya yang terkekeh-kekeh.

jenny tersenyum. Pikirannya tak lepas dari Kiran. Mungkin ia tidak akan terlalu membenci hujan lagi. Ia akan menanti hujan, dan menungguinya sampai reda dengan sabar. Lalu akan memangang ke luar ruangan dan mencari pelangi dari sudut yang paling pas. Sehingga ia bisa melihat Kiran. Turun dari langit, meniti pelangi. Jenny rindu sekali pada Kiran. Pada senyum jenakanya, pada tawanya, pada olok-olokannya, pada kebaikan hatinya.

Jenny memandang kembali kearah pelangi. Ia masih melihat Kiran disana. Mengerling kearahnya. Tiba-tiba Jenny merasa dadanya begitu hangat.

***

ihhhh, penyakit susah tidur dan guyuran hujan membuat saya jadi mellow seperti ini:D

September 26, 2009

Septi, gadis kecil yang tak pernah ada

Bagaimana mungkin kamu merasa kehilangan, padahal kamu tak pernah memilikinya.

Saat melihatnya dari video Handphone berdurasi 3 menit milik teman saya, dan saya langsung jatuh hati pada gadis kecil itu. Pipinya begitu merah, tembem cantik dengan bulu-bulu halus disekelilingnya. Matanya terpejam. Tanganya menggapai-gapai dalam sarung tangan kecil warna biru muda. Bibirnya bergerak-gerak lucu,seakan-akan tak sabar menanti susu cair yang akan disuapkan padanya dengan sendok kecil. Saya ingin sekali menggendongnya. Saya membayangkan bau minyak telon, baby oil dan bedak bayi yang beraroma khas. Saya juga ingin menyentuh kulitnya yang pasti lembut sekali. Juga pipinya yang mengundang untuk dicium habis-habisan. Aduhhh, gemas sekali saya melihatnya.

Kemudian teman saya memperlihatkan video yang lain. Masih gadis kecil yang sama. Telanjang. perutnya menggelembung seperti balon. Matanya terpejam. Kaku. Tubuhnya membiru. Teman saya bercerita bahwa gadis kecil itu akhirnya meninggal diusia yang ke 12 hari. Saya tercekat dan terdiam. Bagaimana mungkin gadis kecil selucu itu pergi begitu cepat?. Benak sayapun dipenuhi bayangan si gadis kecil, terkubur sendirian. dikerubungi belatung. membusuk.

Dia adalah Septi, gadis kecil yang tak pernah ada. Tidak pernah saya kenal. Anak teman saya yang beberapa bulan lalu menikah, dan meminta saya menjadi juru foto jadi-jadianya. Tempat tinggal yang berpindah-pindah membuat saya lost contact denganya. Sekarangpun dia entah dimana. Kawan saya yang lain yang mengabarkan berita ini pada saya. Beberapa hari yang lalu ia lewat karena hendak pulang ke tanah jawa.

Kasihan Septi, gadis kecil itu pasti tak akan pernah tau sandiwara apa yang dimainkan ayah dan ibunya. Ia juga tak tahu, bagaimana mungkin orang-orang yang seharusnya melindunginya tega melakukan hal-hal jahat padanya. Bahkan sebelum ia dilahirkan. Ia tak tahu. Orang yang merawatnya hanya tau tiba-tiba perutnya menggelembung, dan tau-tau ia sudah tak bernyawa dengan tubuh biru. Bahkan tak ada yang mau repot membawanya kerumah sakit untuk mengetahui sebab kematiannya. Toh tak ada yang berkepentingan juga kata mereka. Mendengar cerita teman saya, saya seperti mendengar suara derit kerikil yang tidak sengaja tercampur dengan kapur saat dipakai untuk menulis di papan. miris.

Saya tidak mengenalnya. Saya menyesal sekali ia hanya berusia 12 hari. Seharusnya ia tumbuh besar dan menjadi gadis kecil berbaju renda-renda yang lucu. Meski saya tahu Tuhan selalu mempunyai jawaban atas semua pertanyaan, hati kecil saya masih menyalahkan ayah ibunya. Saya tidak pernah tau apa penyebab kematiannya, teman saya pun tak tau. saya hanya teringat cairan-cairan pekat yang diminum ibunya. Tapi entahlah

Sampai sekarang saya tidak bisa melepaskan pikiran saya dari gadis kecil itu. Gadis kecil yang tak pernah ada. kecil. terpejam. kaku. perut sebesar balon. tubuh membiru. Hanya wajahnya terlihat begitu damai. Mulutnya seakan membentuk senyuman. Mungkin malaikat membisikan sebuah rahasia padanya. Bahwa disana, di surga, ada bidadari cantik baik hati yang akan merawatnya dengan penuh cinta.


Tulisan ini saya tulis tanpa ijin sebelumnya. Tidak ada yang bisa dimintai ijin.

September 18, 2009

Pelayanan yang memuaskan

Mulutmu tajam seakan kau lebih baik dari aku, lebih baik dari segalanya.
Atau kau memang sempurna.
Bre/Sempurna


Emang, ada hubungannya antara pelayanan dengan lagunnya Bre itu?. Jawabannya ada. Karena, kalo tidak mendapatkan pelayanan yang bagus dari pemberi service, biasanya mulut saya berubah menjadi tajam. hehe.

Ya.ya. Itu salah satu sifat buruk saya, yang saya ingin buang jauh-jauh. Tapi, susah sekali menghilangknnya. Saya hanya bisa menekannya kuat-kuat. Biasanya kalo mulut saya mulai gatal ingin mengkritik si pemberi service, saya akan memalingkan muka, menenangkan gemuruh-gejolak hati saya *jaaah, bahasanya*, menghitung sampai sepuluh dalam hati, pergi, dan berusaha tidak akan datang ke tempat itu, kecuali -tentu saja- terpaksa.

Beberapa hari yang lalu saya mengalaminya lagi. Jadi ceritanya, saya mau mbenerin hape saya yang jadul dan bisa bikin tetanus kalo dipegang karena banyak karatnya itu, ke sebuah tempat service ponsel besar di kota tempat saya tinggal sekarang ini. Ya, saya memang harus menebalkan lagi muka saya yang sudah cukup tebal ini, karena hape saya jelas akan menjadi satu-satunya hape dari jaman prasejarah dikota ini. Tapi semua orang punya barang kesayangan, bukan?. Saya tau saya begitu cerewet, karena itu saya menunggu suasana sepi, baru menanyakan perihal hape saya., Apakah hape yang terendam diminuman yang bisa bikin kita jadi 100 persen ini masih bisa diperbaiki?. Kalo ia rusaknya apa, berapa biaya servicenya,berapa harga sparepart yang harus diganti, garansinya, dan sebagainya, dan sebagainya. Tapi belum apa-apa, si Embak cantik-putih dan rambutnya di rebonding *ihhhh* itu menjawab pertanyaan saya dengan tidak sopan dan menjurus ke tingkat pelecehan. mungkin karena tampang saya kere, jadi ia pikir saya cuma nanya-nanya aja.

Hasilnya adalah, muka saya merah padam dan dada saya seakan mau meledak *hiperbolis banget, si, ka*. Akhirnya saya pun mengkritik si embak itu habis-habisan. menjelaskan tentang pentingnya bersikap ramah pada pelanggan dan bla-bla-bla-etc-etc. Hingga sang owner keluar, meminta maaf, menjelaskan dengan nada suara yang lebih lunak, dan memarahi si embak-rambut-rebonding itu. haha. Akhirnya saya memang tidak jadi memperbaiki ponsel saya itu. Pertama karena saya sakit hati, kedua karena ternyata memang mahal.

Beberapa kejadian tentang pelayanan yang tidak memuaskan pernah saya ceritakan disini.Kejadian yang lain lebih banyak lagi. Saya tidak tau saya yang menuntut terlalu banyak atau memang mereka yang kurang bagus memberi service.

Enggak adil, ya, kalo saya hanya menceritakn bagian jelaknya saja. Ada juga kok tempat yang memberikan service bagus. bukan perusahaan besar. Hanya sebuah tempat rental film di pojok jalan Timoho, Jogja. Tempatnya kecil. Harganya 500 rupiah lebih mahal daripada tempat lain. Tapi servicenya memuaskan menurut saya. Embak disana tidak terlalu cantik. Rambutnya juga tidak direbonding. Tidak putih pucat juga. Biasa saja. Bahkan mulutnya tidak henti-henti berasap *eh, jadi inget embak favorit saya, hey, mbak!!!!*. Dia menyapa saya dengan ramah, meminjam KTP saya dengan sopan -deselingi joke tentu saja-. Dan Ia hafal semua sipnosis film di tempat ia bekerja. Hebatnya, hanya dengan menyebutkan film favorit saya sebelumnya, ia langsung bisa memberikan rekomendasi sederet film bagus dan menceritakan semua sipnosisnya tanpa menjelaskan endingnya. Ajaibnya, semua film yang ia rekomendasikan cocok dengan selera saya. Dan catat, Ia langsung hafal nama saya.

Saya punya buku faavorit tentang perlayanan yang bagus. Judulnya Good Service is Good Busuness, ditulis oleh Catherine DeVrye. Penjelasannya mudah, disertai contoh kasus yang pas dan bahasanya pop. Intinya si, sama dengan yang tercantum di buku-buku pelajaran manajemen jasa jaman sekolah dulu. Beri perhatian penuh pada pelanggan, hingga ia merasa sebagai orang penting bagi kita. Buat semua penjelasan menjadi menguntungkan baginya, bukan bagi kita. Dengarkan kebutuhannya, dan beri solusi sebaik mungkin. Dan yang terpenting, berikan pelayanan lebih dari yang ia harapkan. Terus terang, saya lebih menyukai buku ini, daripada buku yang harus saya pelajari waktu sekolah dulu. Buku-buku teks jaman sekolah dulu selalu membuat saya mengantuk. Efeknya lebih dahsyat daripada dongeng sebelum tidur dicampur ctm. hehe.

Aduh, saya kok malah eneg dengan tulisan saya ini, ya. Kesannya saya sok tau dan belagu banget. Belagak jadi pakar service excellent aja. lha emangnya kamu siapa, ka, minta dilayani sebaik-baiknya. ehem. saya konsumen. dan konsumen masih raja, bukan?. -Padahal dulu, kalo ada yang bilang gitu, saya jawab, 'tapi penjual adalah kaisar'.hehe-. Anggap saja ini curcol. Dan, ayolah, kalian juga pernah bukan mendapatkan service yang tidak baik?. nggondog, kan rasanya?. yah, kadang-kadang rasa nggondog menbuat saya jadi sok tahu.=)

Eh iya, ada yang kelupaan. Ada kejadian konyol pas saya untuk pertama kalinya menggunakan jasa warnet di kota ini. Jadi warnet satu ini bersistem paket deposit. Depositkan uang anda sekian rupiah, dan anda bisa akses sekian jam lebih murah daripada paket perjam. Anda akan menerima ID dan passwordnya. Dan anda bisa mengecek sendiri berapa sisa waktu deposit anda. Nah, karena saya menyukai Gober Bebek, dan kadang mengikuti tingkahnya, saya selalu mengecek sisa waktu saya setiap selesai akses. dua tiga kali masih oke. semua sisa waktu sesuai. Tapi, pada saat kedatangan ke empat, ding-deng, sisa waktu saya tinggak 2 menit. Padahal saya yakin sekali masih punya sisa waktu 1,5 jam.

Seperti yang kalian duga, saya protes dan meminta perincian pemakaian deposit saya. Si mas-mas operator menyambungkan saya dengan ownernya, karena ia tidak punya wewenang untuk itu. Akhirnya si owner mengalah. -kebetulan ia tidak ada, jadi hanya per telephon saja-. Saya mendapat free akses 3 jam dari warnet tersebut. oke, saya terima. entah apa yang barusan dibicarakan dengan ownernya, karena pada saat memberikan kupon pada saya, si mas operator bermuka masam dan berbicara dengan nada tidak sopan cenderung melecehkan pada saya. Yak. kalian betul, muka saya kemudian merah padam, dan dada saya rasanya mau meledak *hiperbolis lagi*. Sayapun kembali bermulut tajam-seakan kulebih baik dari Dia-lebih baik dari segalanya-hehe. Dan bertelephon lagi dengan si owner, mengeluhkan mas operator padanya. Nah, ini bagian konyolnya, sang owner malah meminta saya untuk memeklumi si mas opertaor, karena ia sedang bermasalah dan keluarganya broken home. please, deh,memang apa peduli saya?. dia mau broken home, broken heart, broken wing, bahkan broken legs skalian, melayani kan pekerjaannya. Konsumen datang dengan membawa beban masalahnya sendiri,selain membawa uang. Ia meminta solusi. Jadi, pasti menyebalkan sekali kalo diminta memahami masalah si pemberi jasa, dan memakluminya. Saya langsung merekomendasikan buku itu pada si owner.

Jadi, dalam memberikan pelayanan yang excellent, prinsip yang tidak kalah penting adalah, bukan bagaimana kita tersenyum kepada pelanggan, tapi bagaimana caranya membuat pelanggan tersenyum karena kita.

Ah, sudahlah, saya malah jadi tampak lebih sok tau lagi.=)

Berjubel-jubel

Seorang teman baik pernah mengeluh pada saya, katanya sekarang waktu serasa berlari. Rasanya baru kemarin ia berpacaran, tau-tau sekarang buah hatinya sudah berusia 2 tahun. Ia merasa sekarang jarum jam berputar semakin cepat dari hari ke hari. Ah, saya tidak setuju dengannya. Bagi saya, waktu sekarang terbang. Dengan kecepatan tinggi tentu saja. Sepertinya baru kemarin tanggal 1 Ramadhan, dan wuzzzz, tiba-tiba sekarang Ramadhan sudah hampir habis.

Seperti kota-kota lain, kota kecil tempat sekarang saya tinggal menjadi semakin semarak. Cenderung bising malah. Tiba-tiba saja truk-truk besar berdatangan. Mereka parkir berderet-deret memenuhi badan jalan. Memuntahkan muatannya pada setiap gudang. Biskuit, baju-baju, minyak, telur, sirup, bumbu-bumbu, beras, dan kebutuhan-kebutuhan lainnya. Hotel-hotel kecil mulai ramai. Orang-orang bermuka asing mulai tampak disana-sini. Mereka memakai baju-baju bagus untuk ukurannya. membawa serta anak dan istrinya, bersiap-siap pulang ke jawa. Wakil-wakil dari perusahaan besar berdatangan, dan membagi-bagikan kupon sembako murah. kembang api dan bunyi mercon turut serta menambah kemeriahan. Pasar yang tadinya jam 8 malam mulai berkemas kini memperpanjang jamnya. Sampai lepas tengah malam. Dan semua orang tampaknya takut kehabisan bahan makanan dan pakaian. Semuanya tumplek blek jadi satu. Membuat kota kecil yang tadinya tenang ini menjadi ramai siang dan malam.

Jangan tanya apa saya menyukainya. Tentu saja saya tidak pernah menyukai suasana yang bising dan penuh orang seperti ini. Saya tidak pernah habis pikir dengan mereka. Bukankah lebaran berulang setiap tahun?. Tapi kenapa kebisingan dan ke-amburadulan-nya terus berulang?. Kenapa si harus membeli apa-apa mepet waktu begini?. kenapa enggak jauh-jauh hari sebelumnya. Atau kenapa enggak pas habis lebaran?. Harganya pasti jauh lebih murah. Dan tentu saja, tidak perlu berjubel-jubel seperti ini.

Saya juga bukan pe-belanja atau teman belanja yang baik. Beberapa hari yang lalu teman saya memaksa saya untuk menemaninya belanja baju selepas maghrib. Dan belum-belum, saya sudah membuat 2 pelayan di 2 toko baju sakit hati. yah, begitulah, lagi-lagi saya tidak bisa mengerem mulut lancang saya untuk tidak mengkritik pelayanan si embak-embak itu. Iya, saya tau, bekerja berjam-jam dengan pengunjung yang membludak membuatnya lelah. lha tapi apa peduli saya, saya kan calon pembeli yang potensial -ehm, maksud saya teman saya-. Dan bagaimanapun, konsumen masih raja, kan?. Akhirnya saya melepas teman saya belanja sendiri. Saya lebih memilih minum segelas es campur di trotoar sambil ber-facebook dengan hape dekil saya.

Saya sih lebih baik tidak membeli apa-apa kecuali terpaksa daripada harus menjadi sarden hidup dipasar yang penuh manusia. Lagipula lebaran kan tidak harus merubah kita menjadi mahluk paling komsumtif didunia, kan?.

Hmmm, mungkin karena saya masih berstatus single saja, sehingga saya menjadi begitu sinis dengan orang-orang yang berjubel-jubel itu. Mungkin karena saya masih hanya memikirkan kebutuhan diri sendiri saja. Jadi saya tidak terlalu memusingkan kegiatan belanja ini-itu dan memasak ini-itu menjelang lebaran. Bagi saya, asal tempe masih diproduksi dan bisa nangkring di piring saya tiap hari aja, udah berasa lebaran setiap saat. Mungkin pikiran saya akan berbeda sama sekali ketika saya menikah dan berkeluarga kelak. Karena pada saat itu kebutuhan bukanlah kebutuhan saya sebagai pribadi tunggal saja. Tapi juga kebutuhan anggota keluarga yang lain. Kan tidak mungkin hanya karena saya benci kebisingan, saya jadi tidak membeli apa-apa untuk lebaran. Mungkin saya hanya akan mencari cara yang lebih praktis saja.

Jadi, saya tidak menyalahkan mereka yang berdempet-dempetan dipasar itu. Mungkin karena ndilalah THR diberikan mepet pas hari raya, hingga mereka harus belanja pada saat-saat ini. Mungkin mereka tidak mau malu kekurangn snack saat sanak saudara datang pas lebaran hingga mereka harus berbelanja sebanyak itu. Mungkin akan ada banyak tamu hingga mereka harus memasak aneka masakan banyak-banyak. Atau mungkin mereka menyukai sensasi belanja sambil berdesak-desakan begitu. Sekali setahun, kan?. Dan, yah, ini lebaran, jadi sudah sepantasnya dirayakan.

Hanya mungkin cara mereka kurang praktis. Dan agak terlalu berlebihan. Hingga terkesan brutal dan tidak terkendali. Sepertinya semua pelajaran dan pelatihan menahan diri sebulan ini jadi terlupakan. Mungkin tidak perlu sebanyak itu. atau seheboh itu.

Saya jadi inget kata seorang uztad -entah siapa namanya saya lupa-. Katanya Ramadhan seharusnya menjadi pesantren kilat bagi kita. Setelah lulus, dan kita kembali ke 11 bulan biasa lainnya, seharusnya, kita bisa mengamalkan apa-apa yang kita pelajari dan telah kita latih di bulan Ramadhan.

Ehm, saya kok jadi terlihat kayak-bener-bener-nya-aja. Padahal, waktu yang terbang itu benar-benar berasa terbang percuma aja. Rencana-rencana yang telah tertulis masih berupa rencana. belum di-follow-up sama skali. -eh, kok malah curhat- oke, yuk mari kita kembali ke fitri, semoga bulan-bulan berikut setelah ini, semua kesabaran, pengendalian, dan keiklasan yang kita pelajari bisa tetap kita praktekan.=D

September 13, 2009

belajar sopan


Bagaimana mungkin mengajarkan keindahan sekuntum mawar dengan sebilah pedang*

Siang yang panas dan berdebu remah-remah pasir -haha. remah pasir gitu-. Dan puasa yang tanpa sahur. Sama sekali bukan perpaduan yang harmonis, ya?. Mungkin kalo terbuat dari lilin, saya sudah habis meleleh. Saat itu saya sedang talking-talking bullshit sama teman didepan tempat kerja ketika terdengar teriakan dari arah mas-mas yang sedang nongkrong di pinggir jalan.

"Heh. buang tu rokoknya. ini bulan puasa."

Paman tukang pentol yang saat itu sedang menghisap rokok sambil memukul-mukul mangkoknya kaget.

"Itu, rokok yang kamu isep itu. Kamu ga tau apa kalo ini bulan puasa?. orang-orang lagi puasa. kamu jangan merokok seenaknya." Teriaknya lagi. Kali ini sambil berjalan mendekati gerobak pentol milik si paman. Matanya mendelik garang. Urat-urat lehernya bertonjolan.

Paman pentol pun buru-buru mencopot rokok, dan membuangnya. Diikuti grundelan-grundelan pelan. mungkin kalo keras g berani kali. hihi.

"Nah, gitu, buang. jangan ngomel-ngomel. kalo enggak, gerobak pentolmu aku tuang semua. ini bulan puasa. kamu jangan bikin gara-gara."

lha, saya pikir si Mas-mas itu yang bikin gara-gara.



hmm, begitulah fragmen siang ini. Yang mengingatkan saya pada FPI, taliban, dan lain-lain entah-apa-namanya-itu. Yang seenak-enaknya rsak sana-rusak sini hanya karena orang-orang lain enggak sepaham-sealiran dengan mereka. Seolah-olah mereka paling bener sendiri aja. Emang harus gitu,ya, cara mengingatkan orang lain yang mereka pikir sedang berbuat salah. Saya benar, jadi saya sah-sah aja maki-maki sampeyan, karena sampeyan salah.

Lucu. padahal kita hidup berdampingan denga orang-orang yang berbeda keyakinan, agama , aliran dan paham. Jadi rasanya aneh kalo kita harus maksa-maksa orang lain untuk menghormati kita yang sedang berpuasa dengan cara kasar dan enggak sopan sama sekali. Bagaimana mungkin mengajarakan kesopanan dengan cara yang tidak sopan, coba?. Kenapa kita yang harus minta dihormati?. kenapa enggak kita aja yang menghormati mereka, orang-orang yang memilih untuk tidak puasa itu. siapa tau mereka memang punya alasan yang logis. -Meskipun logis enggak logis juga tetep aja bukan urusan kita-. Lagian orang yang memilih untuk menghormati orang lain enggak akan direndahkan, kok. ,

Anyway, saya pikir, puasa enggak puasa itu urusan antata manusia dengan Tuhannya masing-masing,ya. bukan urusan manusia satu dengan manusia yang lainnya. Jadi, dia mau puasa, kek, enggak, kek, dosa juga dosa sendiri. Bukanya kalo kita marah-marah malah akan mengurangi pahala kita?. Iya kalo puasa kita kualitasnya bagus. nah kalo enggak. kita kan enggak bisa seenak-enaknya maksa orang lain untuk mengikuti apa yang kita lakukan, bukan?.

Aduh, kok saya jadi terlihat sok tahu gini, ya?. hehe. Intinya. saya sebel aja kalo liat orang puasa, langsung sok-sokan belagak paling bener sendiri dan berasa bau sorga aja -ihhh, kayak dirinya enggak aja-. Menganggap orang yang enggak puasa itu temenya setan. Dan sok-sokan ngajari sopan pada orang lain dengan cara yang enggak sopan. Saya pikir, selalu ada cara baik lain untuk mengajari sopan santun. Karena, bagaimanapun, tidak mungkin mengajarkan keindahan sekuntum mawar dengan sebilah pedang.....



*lupa darimana dapat kata-kata itu. kayaknya dari majalah Islami apa gitu. hehe.
gambar diambil dari sini

September 07, 2009

48 menit 22 detik bersamamu

"seta, sibukkah?, kalo enggak, bolehkan aku menelphonmu?" tulis saya di telphon selular. Kemudian saya mengetikkan nomor yang tidak ada di phonebook saya, karena saya sudah hafal luar kepala.

5 menit berselang.
30 menit berlalu. Ah, tak apa, toh beratus-ratus SMS yang saya kirimkan juga tidak berbalas.
1 jam terbang sudah. Ya. ya. saya kan bukan siapa-siapa.

Bip.bip.bip. "ga sibuk kok, telephon aja sekarang." Balasan darinya. Singkat. Jelas. Tanpa basa-basi. Saya girang sekali. Cepat-cepat saya mengambil selembar kertas, dan mulai menulis daftar pertanyaan.

1. Bagaimana kabarmu?
2. Apa kegiatanmu sekarang?
3. Bagaimana kuliah akta IV-mu?
4. Bagaimana usahamnu?
dan bla-bla-bla-bla. Hingga terkumpul 20 pertanyaan dikertas saya. Hanya untuk jaga-jaga, siapa tau saya jadi gagu dan tak bisa berpikir cepat. Lalu saya menekan kembali kombinasi nomor yang saya hafal luar kepala itu.
085228097XXX
1 kali tuuut
2 kali tuuut
3 kali tuuut
4 kali tuuut
Saya mulai putus asa. Mungkin sebenarnya ia tidak benar-benar berniat ingin bertelephon. oke, 1 kali lagi dan saya menyerah.

"Halo" Saya mendengar suaranya. Jernih. Bening. tenang. dalam. Masih sama seperti 2 tahun yang lalu.

"Halo?. Seta?". Saya akhirnya mampu memanggilnya. Dan saya mulai tertawa girang. oh, bukan girang. Gugup tepatnya. Hingga saya tidak sadar ketika air mata saya mulai leleh disudut mata. Saya cepat-cepat mengerjapkan mata.

"kok ketawa?". Aduh, suaranya merdu sekali. memantul-mantul digendang telinga saya. Seperti suaranya 2 tahun yang lalu. Begitu dekat. Rasanya bibirnya menempel di telinga saya.

Saya menyusut hidung dan menghapus air mata diantara tawa senang saya.

"Aduh, aku senang sekali bisa menelphonmu lagi. sampai grogi, ni"

Ia menghela nafas. Saya bisa mendengarnya dengan jelas disini. Ah, saya suka sekali memandanginnya saat menghela nafas. Jakunnya naik turun saat itu. Saya bahkan masih bisa merasakan nafasnya di leher saya.

Lalu Ia ikut tertawa. Saya suka sekali melihatnya tertawa. Kedua sudut mulutnya akan tertarik melengkung keatas. Disudut mulutnya membentuk garis tepat dibawah tulang pipi. membingkai bibirnya yang merah basah. pipinya menggembung, dan kepalanya menyipit. Wajahnya jadi tampak jenaka sekali saat itu.

"Aku malu, Seta, sudah lama sekali tidak mendengar suaramu."

Saya mendengar tawanya kembali. Biasanya saya cemberut kalo ia tidak berhenti menertawakan saya. Dan Ia akan mengacak-acak rambut ikal saya dengan tangannya yang kekar dan berotot. Atau Ia akan memeluk dan membawa kepala saya kedadanya, hingga saya bisa mendengar jantungnya berdetak cepat saat ia terpingkal-pingkal.

"seta, jangan ketawa, aku malu."

"maaf,maaf, kamu lucu, si, kenapa juga harus malu padaku?"

Saya tersenyum, walau saya yakin, Ia tidak bisa melihat senyum saya.

Lalu obrolan bergulir. Tentang pekerjaan. Kegiatan saat ini. Cuaca. Jejaring pertemanan. standar. pertanyaan-pertanyaan umum seperti saat kau bertemu sahabat lamamu.

Dan airmata saya meleleh makin banyak.

Setiap jeda dari pertanyaan diisi dengan diam. Saya tidak tau apa yang ia pikirkan. Saya hanya merasa Ia sengaja membangun jarak dengan saya. mungkin maksudnya supaya kami tidak sedekat dulu lagi.

Padahal dulu Ia adalah seorang pencerita yang baik. Kami bahkan tahan bercerita 5 jam nonstop setiap malam. Dan esok paginya kami akan terkantk-kantuk di kantor. Tapi kami tidak peduli. Setiap malam, kami akan menghabiskannya berdua, bersama bergelas-gelas minuman berbusa. dan seribu cerita tanpa henti. Lalu saat kami kelelahan, saya akan menyandarkan kepala saya didadanya, terus begitu sampai saya ketiduran.

"Seta, pertanyaan itu tadi aku susun dikertas, lho, supaya aku g kehabisan kata-kata karena gagu"

"oh iya?. Jadi, ada yang kurang, kah, wawancara kita hari ini?"

Kami tertawa bersama.

"oh, sudah habis, kok"

"kali-kali ada yang kurang".

Lalu ia menguap.

lalu diam lagi.

Saya pun memutuskan pembicaraan. Dulu, saya ingat, setiap kali hendak pulang dari apartemen saya, ia akan memeluk saya erat-erat, dan memcium kening saya lama-lama. ah, bahkan saya masih seperti mencium bau parfumnya sekarang. menguar dari lengan jaket hitamnya yang melingkari bahu saya.

48 menit 22 detik. Saya melirik timer di telpon selular saya. Itu saja sudah cukup. setelah 2 tahun tak pernah bertemu muka. Saya menyimpan kertas-kertas saya. Ya. Ya. Saya berbohong padanya. Ada satu pertanyaan yang belum saya beri tanda centang di kertas ini. Pertanyaan nomor 17. Apakah kamu sudah jatuh cinta lagi?.

Saya takut menanyakannya. Saya takut kalo jawabannya ya.


p.s : hey, you, ini memang agak dibesar-besarkan. dan, ayolah, jangan cuma jadi secret-reader saja. beri saya kritik. hehe.

Finally, I Called Him Bapak

Mungkin karena sejak pertama kali diperkenalkan dengannya, saya memanggilnya Oom, saya jadi kebiasaan memanggilnya begitu. Bahkan setelah Ia menjadi Suami Ibu saya bertahun-tahun yang lalu. Kami, -saya, kakak saya dan adik saya- tetap memanggilnya begitu. Berkali-kali Ia meminta kami memanggilnya Bapak, atau Papah seperti 3 saudara kami yang lain. Ia menyelipkan keinginannya itu setiap kali ada kesempatan, Bahkan Ia menyebut dirinya sendiri Bapak sebagai kata ganti orang pertama tunggal ketika berbicara pada kami. Kami sudah pernah mencobanya, tapi tiap kali memanggilnya Bapak, maka kami tak akan mampu menahan gelak tawa kami. Aneh sekali memanggilnya dengan sebutan itu. Tidak ada maksud apa-apa. Hanya canggung saja. Dan rambutnya yang senantiasa panjang membuatnya makin aneh ketika dipanggil Bapak. Lagipula kami merasa Ia lebih keren bila dipanggil Oom, tampak lebih muda. =)

Meskipun tidak pernah tinggal dengan Ayah saya sebelumnya, sehingga saya tidak pernah punya perbandingan apapun untuknya, saya selalu merasa yakin, bahwa Ia adalah Ayah paling baik di dunia. Ia selalu lembut pada kami. Tidak pernah memarahi atau berkata kasar pada kami sekalipun. Ia juga tidak pernah membedakan antara kami, dan adik-adik saya yang lain. Dia adalah orang yang paling ribut mencarikan makanan kesukaan kami masing-masing saat kami berkunjung kerumahnya. Saya bahkan sempat geli sendiri padanya, pasalnya, karena saking inginnya memanjakan kami, semua pedagang makanan yang lewat depan rumah dipanggilnya satu-satu. Agar saya bisa merasakan semua masakan sunda katanya, -yah, tapi bagaimanapun, lidah saya tetap susah bersahabat dengan makanan serba aci dan daun-daunan mentah-.

Saya masih ingat ketika Ia memalingkan muka, berusaha menyembunyikan airmatanya, saat saya bercerita betapa payahnya saya bersepeda bolak-balik antara kampus dan tempat kerja. Atau saat Ia begitu kecewa ketika saya menolak uang semesteran yang ia tawarkan saat keadaan ekonomi keluarga mulai membaik. Sungguh, saat itu saya tidak berniat menyakiti hatinya. Saya hanya tidak suka berhutang budi saja. karena saya tidak pernah tau akan bisa membalasnya atau tidak. Dan saya ingat sekali, betapa air mukanya berubah menjadi kecut saat saya memanggilnya Oom keras-keras dikerumunan undangan misuda saya.

Ah iya, ia juga selalu berusaha melucu disetiap kesempatan. Sibuk tertawa-tawa saat kami saling bercerita dalam bahasa jawa, padahal saya tau, ia tidak terlalu paham bahasa jawa. Ia juga tidak pernah marah saat kebingungan mencari rokoknya yang kami sembunyikan karena ia terlalu banyak merokok. Ia hanya akan tertawa dan berjalan ke warung sebelah untuk beli permen mint. Dan yang lucu, Ia selalu mengingatkan saya untuk makan teratur setiap kali menelphon. Padahal, saya bahkan makan melebihi porsi makan orang normal. hehe.

Semuanya terasa biasa saja. Sampai saya pergi jauh dan tidak bisa pulang sebulan sekali. atau bahkan 6 bulan sekali. Tiba-tiba saja kau akan menjadi begitu sentimentil ketika kau mengingat keluargamu, saat kau jauh dari mereka. Tiba-tiba saja air matamu jadi gampang sekali meleleh saat mereka menelphonmu dan bertanya kapan akan pulang. Karena, memang benar, bahwa kasih sayang tidak akan mengenal kedalamannya sampai saat berpisah tiba.

Kemudian saat Ia menelphon, menanyakan kabar saya, -dan tentu saja, pertanyaan kapan pulang,ka?-, saya ingin sekali memanggilnya Bapak. Ia terdiam sejenak. dan berkali-kali mengucapkan kalimat syukur pada Tuhan, karena saya memanggilnya demikian. Saya tidak pernah tau, bagaimana mungkin seseorang menjadi begitu berbahagia hanya karena saya merubah panggilan padanya dari 1 suku kata menjadi 2 suku kata. Toh panggilan apapun yang saya berikan padanya tidak pernah merubah apa-apa. Ia tetap orang tua saya. Saya menundanya terlalu lama bukan karena apa-apa. Hanya canggung saja. Bukan karena tidak mau menerimanya atau apa. kalo alasannya itu si, malah jadi terlalu disinetronisasi.

Kedepannya saya memang harus membiasakan diri memanggilnya Bapak, dan berusaha untuk tidak tertawa setelah mengucapkannya. Canggung, sih, tapi tak apa, kalo itu membuatnya bahagia. Jadi, siapa yang peduli siapa ayah biologismu kalo kau punya Bapak sehebat ia. Iya, kan, Oom?, eh, Bapak?. =)

Juli 31, 2009

Terharu dan Kemudian Lupa

Namanya Hasan. Usianya belum genap 14 tahun. Tubuhnya kecil, kulit kehitaman, dan rambut tipis keriting. Di hari Senin siang yang cerah, dan matahari bersinar ramah, kau tidak akan mendapatkannya duduk rapi dibangku sekolah manapun. Kau tidak akan mendapatkannya berdesak-desakan antre sambil tertawa-tawa bersama teman-teman di kantin sekolah manapun juga. Kau bahkan tak akan dapat melihatnya berdiri sambil bercanda dengan riangnya sambil menunggu sopir papa menjemputnya pulang di pintu gerbang sekolah manapun juga.

Karena Ia ada disini. Dibawah pohon kelapa, diatas kayu-kayu ulin yang disusun membentuk bangku panjang. Diantara puluhan kelapa muda. Duduk menunduk, sambil menusukkan tusuk sate pada udang-udang putih. Air mukanya tenang. Tangannya lincah. Kakinya telanjang. Dihadapannya disusun berderet saus, kecap, bumbu bawang buatan mamaknya dan panggangan dari kaleng bekas biskuit, -yang biasa kau borong sambil berdesak-desakan saat menjelang lebaran, seakan-akan kau akan menghabiskan semuanya-. Beberapa tusukan sate sudah Ia buat, lalu Ia terdiam, memandang jauh ke lautan. Memandangi buih-buih ombak, dan pengunjung-pangunjung berseragam PNS laki-laki perempuan yang berjalan-jalan.

Jangan tanyakan rumus phitagoras, Piramida makanan, atau penyair-penyair angkatan pujangga baru padanya. Dia sudah lupa. Tanyakan padanya harga udang tiap kilo, berapa tusuk udang yang bisa Ia jual tiap hari, dan berapa uang yang ia setorkan ke mamaknya setiap sore. Tanyakan padanya kenapa dua adiknya yang tak berbaju mengikutinya, tanyakan rasanya udara subuh yang menggigit, dan ia harus turun ke pantai, tanyakan bagaimana rasanya ditinggal ayah, tanyakan bagaimana rasanya tidak bisa membayar uang seragam olahraga waktu SD,Tanyakan padanya kenapa tidak sekolah, tanyakan padanya kemana Mamaknya pergi sesiangan ini.

Tapi, jangan harap ia akan menjawabnya dengan kalimat lengkap. Jangan beri pertanyaan essay, beri pertanyaan dengan jawaban ya atau tidak, ah, yang lebih sederhana lagi, anggukan atau gelengan. Dan jangan bertanya tanpa membeli. Hanya 2000 rupiah pertusuk, dan kau akan mendapatkan udang bakar dengan rasa seadanya. Iya, hanya 2000 rupiah saja. bahkan kadang kalau tercecer, kau tidak akan merasa kehilangan, bukan?. Tapi baginya, sangat berarti.

Tanyakan padanya apakah Ia ingin sekolah kembali. Dan kau hanya akan mendapatkan gelengan kepala. Tapi saya tau, dia bukannya tidak ingin sekolah kembali. hanya, mungkin Ia hanya malas berandai-andai dan berujung kecewa. Atau, mungkin Ia tidak tega meninggalkan kedua adiknya sementara ibunya bekerja.

Pernah Ingat, apa kau pernah berfikir demikian saat usiamu 14 tahun kurang sedikit?. Atau yang kau ingat adalah rengekanmu pada mama untuk membelikanmu tas baru. Atau pintu kamarmu yang kau banting keras saat Mama tidak mengizinkanmu keluar malam minggu?. Dan lihat, anak kecil dibawah pohon kelapa itu sudah memikirkannya. Padahal hal itu terlalu kompleks untuk dipikirkan seorang anak kecil. Jadi, meski ia sudah lupa rumus phitagoras, piramida makanan, atau penyair-penyair angkatan pujangga baru, tapi saya tau, anak itu tidak pernah berhenti berfikir.

Saya tidak tau siapa yang salah, tapi kalau saja di sebagian hartamu yang menjadi haknya benar-benar kau berikan, mungkin kau tidak akan menemukan Hasan-Hasan lain. Atau jika UUD yang berbunyi fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara masih ada, boleh jadi ia adalah tanggung jawab negara. Tapi tak taulah, saya hanya bercerita saja, kok.

Dan saya memang hanya pecundang saja. Yang berada di tempat dan waktu yang tidak tepat. sok sentimentil dan berlagak baik hati, namun tidak berbuat banyak. Beberapa waktulagipun saya mungkin akan lupa. Karena itu saya menuliskannya disini. Supaya ketika saya lupa, saya bisa menengoknya kembali. Saya pesimis akan menemukannya 12 tahun lagi sebagai dokter. Atau pilot. Atau anggota DPR. Meski hal itu tetap mungkin terjadi.

Jadi apapun Ia nanti, tetap saja dia istimewa, setidaknya dimata saya. Kesabarannya hatinya menginspirasi saya.....

Juli 24, 2009

mimpiku sederhana

prolog: saya ndak suka menulis pake kata aku sebagai kata ganti orang pertama tunggal. karena kesannya kasar dan ndak sopan. Tapi kali ini saya pake kata aku. Supaya terlihat egois. hehe.

Mimpiku seberhana, hanya ingin hidup berdua saja denganmu. Dirumah kecil kita yang dari bambu. Didesa kita, di samping surau, dikelilingi hamparan sawah-sawah. Tak perlu kau belikan aku ac, angin sawah yang sejuk sudah cukup menghilangkan panasku. Tak perlu kau belikan aku bathtube, diujung sana, ada sungai dimana aku bisa berendam sepuasnya. Tak perlu kau belikan aku mobil, berjalan kakipun aku tak akan mengeluh, asal nanti malam, ketika aku terbangun karena lupa menyalakan obat nyamuk, aku masih melihatmu tertidur disampingku, diatas dipan bambu yang berkeriat-keriut tiap kali kau berguling.

Mimpiku sederhana saja. Kau bekerja di sawah, dan aku akan memasak dirumah. Tak perlu kau repot-repot belikan aku kompor gas, atau ricecooker, atau microwave, cukup kau buatkan aku tungku dari tumpukan batu bata. Carikan aku kayu bakar. Nanti aku akan kumasakkan kau nasi liwet, tumis kangkung, tempe bacem dan ikan asin. nanti siang, sehabis dhuhur, aku antar ke dangau di tengah sawah tempat kau biasa beristirahat setelah selesai mencangkul. jangan lupa tiupkan aku lagu-lagu riang dari serulingmu. dan ambilkan aku bunga padi yang sering kau selipkan di dalam ikatan rambutku.

Mimpiku sederhana. Tak perlu kau ajak aku ke salon mahal, Toko perhiasan, dan restorant mahal. Aku bisa membuat samphoku sendiri dari daun mangkoan yang tumbuh di pinggir rumah. Aku bisa membuat perhiasanku sendiri dari bijih jola-joli dan kulit kerang. Dan kalau kau kadang bosan masakanku, kita bisa pergi ke warung mbok Sum, di ujung kampung. Tentu saja dengan sepeda jengki phoenix-mu, berpura-pura jadi sepasang remaja yang kasmaran, dan kita ngiras nasi pecelnya yang paling enak di dunia.

Mimpiku sederhana. Sedikit uang tabungan untuk sekolah anak-anak kita kelak, baju-baju sederhana yang bisa kujahit sendiri, dan senyum hangatmu setiap pagi. Tentu saja dengan banyak cinta. yang kau tampiaskan dalam keseharian kita. lewat burung-burung, padi yang menguning, alas tanah tumah kita, caping besarmu yang tergantung disaka rumah, ani-ani kecil yang terselip di dinding bambu rumah kita, air kendi yang menyegarkan, sentuhan lembut tanganmu setiap malam, dan desauan angin desa yang membelai pipi. Sederhana saja. Seadanya saja. Itu saja sudah cukup.

Jadi maafkan aku, bila tak bisa membagi mimpi ini kepada gadis manis bertutup kepala di ujung sana. Dia terlalu cantik untuk mimpi yang sederhana ini. Lihat, sepatunya pasti kotor bila menapak di tanah becek depan rumah kita, bedaknya akan hilang karena kepanasan dan keringatan, baju halusnya yang mahal pasti robek jika tersangkut ilalang, tanganya yang halus itu pasti nyeri bila mengambil air disumur. Dia terlalu mewah untuk mimpi yang sederhana ini. Jadi,pergilah kalian berdua, dan silakan ciptakan mimpi kalian sendiri. Tak perlu khawatirkan aku. Tentu saja mimpi sederhana ini bisa kunikmati sendirian. bersama secangkir teh hangat, sebuah novel tebal, dan sepiring pisang goreng, sambil menikmati gurat-gurat sore, dari jendela rumah bambu kita........


arghhhhhhhhhhhhh, kok jadi melankolor gini.....

Juli 22, 2009

Become old and weak

Dia tertidur meringkuk di bangku teras. Tidak berbaju. Hanya mengenakan celana pendek krem lusuh. Matanya terpejam. Kerut merut di dahi dan sekeliling matanya, menunjukkan betepa tuanya ia. Kulitnya kendur. Tato-tato bekas kejayaan masa mudanya tampak buruk dan tak layak menempel lemas di punngungnya, tampak tumpang tindih terlipat kulitnya yang bergelambir. Sesekali ia mengigau, menceracau tak jelas.

Jam 6 nanti, anak perempuannya yang galak dan judes akan membawanya ke kamar mandi umum. Menyeret-nyeretnya dengan tidak sabar. Sedang ia harus berjalan tertatih-tatih, menyeret kedua kakinya yang lemah. sambil berteriak-teriak.

Saya tidak tau apa yang ada dalam pikirannya, kepalanya sama sekali tidak transparan. Saya mengira, ia pasti menyesal telah menjadi tua. Menjadi lemah, dan tidak bisa mengurus dirinya sendiri.

Dan percaya atau tidak, mungkin, beberapa tahun lagi, kalo masih ada umur, kita bisa saja menjadi seperti dirinya. Tua. Lemah. Tak berdaya. Tak berpenghasilan. Penyakitan. Dan anak-anak yang tidak tau terimakasih.

Saya pernah bertanya perihal dia dimasa muda. Mereka bilang, Bapak bertato itu dulunya seorang jawara kampung. preman paling ditakuti disini. Sungguh sangat berbeda sekali dengan keadaanya sekarang.

Tidak ada yang salah memang. Bahkan berandai-andaipun juga tidak berguna. Apapun dia dahulu pada masa mudanya, ketika tua akan mengalami hal yang sama. Tua, buruk rupa, lemah, tergantung pada orang lain. Bahkan mbak-mbak dan mas-mas berdahi licin, dan seolah bau sorga itu. Tidak ada yang bisa kita lakukan saat masa itu tiba. Tak ada yang tahu apakah nanti anak-anak akan berbakti atau tidak. Miskin atau kaya. Sakit atau sehat. Dan asuransi akan berjalan dengan baik atau tidak, Apapun itu, kita akan sangat tergantung pada orang lain.

Tapi, saya percaya satu hal, bahwa perbuatan baik akan selalu berbalik pada kita. Dan kualat itu benar-benar ada. Jadi, seandainya nanti kita tua seperti mereka, akan ada orang baik yang menolong kita.

Jadi, mbak-mbak cantik, yang hidung kalian minta dibedaki tiap 5 menit sekali, yang berjengit nggaya ketika menginjak lumpur, yang menutup hidung saat tunawisma bau berpapasan dengan kalian di trotoar, lihat disana, ibu tua renta yang mengais sampah itu , nenek yang tidak beralas kaki itu, dan disana, lihat, kan, ibu tua keriput yang terbaring lemah di dipan bambu si rumah reot itu, berkompres air bawang merah. Coba pasangkan wajah kalian disana, mungkin, itu dirimu beberapa tahun kedepan.

Dan, hey, mas-mas ganteng, yang bertubuh atletis, yang harga parfum kalian seharga gaji bapak saya sebulan, lihat itu disana, bapak tua itu, yang punggungnya bongkok, yang berjalan tertatih-tatih menyeret kakinya , tangannya gemetar saat memegang benda, bibirnya menceracau. mungkin saja, wajah itu akan berganti menjadi wajah kita, beberapa tahun kedepan......

Juli 04, 2009

Best Town I Ever Had

Kota kecil ini jelas tidak secantik Edensor,seperti dalan novel milik Andrea Hirata, ata semenarik Negeri Senja dalam cerpen milik Sena Gumira Ajidharma, tidak segemerlap Paris dengan Eifellnya, tidak semanis venesia dengan kanal-kanalnya, tidak secantik Amsterdam, sebersih Tokyo, Denpasar, Yogyakarta, atau Bandung sekalipun. Kota kecil itu hanya Kutoarjo, kota paling cantik dengan sejuta kenangan, yang saya yakin sekali, hati saya, tertinggal disana.

Tidak ada yang istimewa disana. Tidak ada Mall, tidak ada Twentiwan, tidak ada resto siap saji khas Amerika, dan tidak ada obyek wisata yang menarik banyak turis. Tidak ada. Tapi tanpa itu semua, kota kecil ini tetap cantik, menawan, dan mempesona, setidaknya bagi saya. Kenangan-kenangan yang tersimpan dalam benak membuatnya tampak demikian. Maka ketika saya tahu, bahwa hati saya berhianat pada saya, dan tidak mau mengikuti saya pergi, saya iri sekali dengan hati saya itu.

Disana dia pasti masih bisa duduk-duduk dibawah pohon mangga favorit saya, sambil makan siang, di tikar pandan lusuh milik simbah simak saya. Ketika sore menjelang, Dia masih bisa pergi ke stasiun kereta dekat rumah saya, duduk-duduk di rel, sambil ikut menyuapi adik saya yang susah makan. Besok hari minggu, dia pasti keluar membawa sepeda jengki favorit saya, berkeliling kampung menyusuri sungai, mencari-cari jalan baru seperti dalam novel-novel petualangan. Malam nanti dia akan duduk di depan tivi hitam putih kami, ikut menonton berita malam, atau kethoprak, atau Mbangun Ndeso bersama senyum hangat dua kakek nenek dan adik laki-laki favorit saya. pasti dia akan tersenyum mengejek pada saya. Meski kehidupan tidak melulu bergelimang harta, meski hanya makan daging setahun dua kali, tapi dia akan tetap tersenyum, dan bahagia sekali bisa berhianat pada saya, membiarkan saya hidup tanpa hati dalam rongga dada saya.

Hey, jangan tertawa dan memperolok saya, sekali-kali cobalah pergi dari kota cantik itu, pergilah 10 kilometer, 100 kilometer, 500 kilometer, sebrangi lautan, lewati batas negara, lalu tengok rongga dadamu baik-baik, kau tidak akan mendapatkan hatimu menempel disana dengan tenang. Kau lupa tidak memasukkannya dalan koper, ya?. Haha dia pasti tertinggal di kota cantik itu.

Sekali-kali pulanglah, lalu bandingkan segala hal paling indah dengan kepulanganmu, dan menemukan hatimu kembali. kau akan tahu bahwa tidak akan ada yang mengalahkan nikmatnya pulang. Lihat, ranjang masa kecilmu masih ada, pohon yang biasa kau panjati masih tumbuh dan berbuah, boneka-boneka mu masih ada di buffet, sepeda jengkimu masih terantai di gudang, jalanan yang kau lewati masih beraroma sama. Dan Ayah Ibumu yang kian renta menyambutmu hangat didepan pintu rumah, senyum mereka tak pernah berubah, masih seperti yang kau lihat saat kau pertama kali melihat dunia. Pelukan hangatnya masih terasa nyaman bukan?. masih seperti yang kau rasakan saat kau masih kecil dan sakit meriang bertahun-tahun yang lalu, bukan?. Berjalan-jalanlah keliling rumah, keliling kampung, sapa hangat tetangga-tetanggamu yang kian tua pasti menenteramkan hati, dan angin yang membelai pipimu masih terasa seperti angin tahun-tahun yang lalu. sejuk. mempesona.nyaman. Lalu kau akan menemukan hatimu kembali ke rongga dadamu, seiring bunyi peluit kereta dari stasiun sebelah.

Percayalah, saat itu, kau akan tahu, bahwa Edensor, Negeri senja, Venesia, Paris, Amsterdam, Tokyo, Yogyakata, Denpasar, Bandung, tidak secantik kota kecil ini.

Mei 18, 2009

terjebak

watel melon watel melon
papaya papaya
banana banana banana banana
pinepel pinepel


Fira, gadis kecil cantik dikuncir dua itu menyanyikan lagu yang saya ajarkan 3 hari yang lalu dengan suara keras. Sayang Fira tidak bisa melafalkan huruf R dengan jelas. -eh, beberapa hari yang lalu mamanya cerita, Fira nangis karena kepedasan makan sambel, pas ditanya Mamanya kenapa makan sambel, Fira jawabnya gini, "disuruh mbak Ika, biar bisa ngomong R". jadi malu banget sama Mamanya Fira- Saya dan anak-anak kecil lainnya bertepuk tangan dan tertawa. Fira juga ikut tertawa. Menampilkan gigi depannya yang gigis.

menyenangkan sekali menjadi Fira dan teman-temannya. Pasti tidak ada yang lebih membahagiakan selain menjadi anak-anak, ya. Kau hanya perlu bermain, bermain, dan bermain. Menjelang maghrib nanti Mama memanggilmu, menyuruhmu pulang, makan, belajar mengeja huruf, dan tidur. Saya jadi iri. Menyesal sekali waktu itu menolak pil anti dewasa yang ditawarkan Pippi pada saya. Sepertinya saya terjebak dalam tubuh yang selalu dewasa. *halah*

pasti sangat menyenangkan sekali ya, ketika kau tak perlu tumbuh besar, dan tetap menjadi anak-anak. Kau tak perlu bekerja, tak perlu memasak, tak perlu mencari uang, tak perlu berpura-pura. tak perlu berfikir tentang ini, tentang itu, tak perlu berbasa-basi. Tak perlu berfikir, orang lain sakit hati-tidak, ya, kalo ngomong gini, kalo ngomong gitu. Huh. Sayang sekali Waktu terus berjalan. Tidak ada lagi acara pasaran dan bekelan *hayo, ada yang tahu bekelan, ndak?*. Yang ada sekarang adalah Perempuan dewasa, baru saja berumur 24 tahun, dan tidak menjadi siapa-siapa. Dan perasaan menyesal karena keterjebakan ini harus saya buang jauh-jauh, karena, kalo sudah terjebak dalam tubuh dewasa, njur terus piye?.

Mei 15, 2009

thanks for believe me

(bener ndak, ya nulisnya, kalo ndak, malu ni, sama gurunya pedapa,hihi)

Saya menyesal sekali waktu saya memutuskan untuk meninggalkan kota tempat saya tinggal dulu, meninggalkan pekerjaan saya yang -ehm- kadang saya rindukan. Meninggalkan orang-orang baik yang sudah saya kenal bertahun-tahun. Orang-orang yang memberi inspirasi, orang-orang yang tidak akan membiarkan saya kelaparan, yang risih melihat saya bersepatu jebol. Tapi, saya pasti akan lebih menyesal kalo tidak pergi dan tidak mencoba hal-hal baru. Dan saya sangat menyesal sekali ketika mengetahui orang-orang di tempat lama jadi berpikiran lain tentang saya. Tapi, saya pasti akan lebih sangat menyesal bila tetap disana dan mengeluh sepanjang hari. Seakan-akan saya mahluk paling malang didunia.

Lalu ketika seorang teman baik mempercayai saya, saya kok malah jadi seperti diketok pake palu. Tidak, mbak. Tidak perlu mempercayai saya, tidak perlu menuruti hatimu. Dengarkan orang lain, dan percaya saja pada mereka. Saya toh tak punya penjelasan apapun, dan tidak pandai mendebat. Sayapun tak pandai membela diri. Jadi, saya diam, dan saya pergi.

kalau kau ragu, dengarkan saja orang lain. kau tidak perlu menangis setiap semua orang berbicara tentang saya. Saya bukan apa-apa. Dan tidak pantas mengeluarkan airmata untuk saya. Jangan cemaskan saya, tak perlu kau repot-repot hendak ke nenek rumah saya. Saya tidak disana. Tidak dimana-mana. Dan tidak perlu airmata untuk saya. hey, saya tidak seberharga itu. saya bukan siapa-siapa, ingat?

Toh ketika saya pergi, saya sudah memikirkan hal itu, saat orang pergi yang mudah diingat biasanya keburukannya saja, bukan?. ingat orang-orang yang pergi sebelum saya? apa yang akan kita bicarakan tentang mereka? sedikit kebaikan dan lebih banyak keburukan mereka, kan?. Karena manusiawi sekali jika orang lebih menyukai mencari keburukan orang lain daripada kebaikannya. karena hal itu jauh lebih mudah.

Jadi, jangan percayai saya. percayai saja orang lain.

Saya baik-baik disini. 24 jam dikurangi 8 jam milik saya sepenuhnya. Tidur saya nyenyak, makan saya teratur, dan jalan-jalan sekarang jadi lebih bisa dilakukan. Ah iya, telpon saya masih 2, hanya yang satu tidak bisa dipake. Tapi, jelas tidak sesetres dulu lagi ketika ada panggilan masuk. tidak lagi berbunyi sesering dulu. Dan tidak ada lagi acara menutupi telpon dengan bantal, guling, kasur supaya tidak terdengar. Supaya saya tidak merasa bersalah ketika tidak menjawabya. =). kalo saya tidak menelphonmu, saya hanya takut menangis saja. kau tau, kan, betapa cengengnya saya, lha wong, mengingatmu saja saya sudah membuat mata saya pedih, je. apalagi bila berbicara denganmu. saya bisa menangis darah nanti.

bagaimanapun, kau membuat saya tersanjung. oh, iya, saya punya utang membuatkan tabel perkalian untukmu, ya?. maaf tidak bisa memenuhi. Saya menyesal sekali. Padahal disini saya membuatkan banyak tabel perkalian sampai seratus untuk banyak anak. maaf, ya. Dan terimakasih, telah percaya pada saya. Meski seharusnya tidak perlu.

Mei 08, 2009

sinetron dengan judul perempuan

"halo Amel, sakit, ya, makanya Amel jangan nakal, kalo nakal Amel sakit, kan?"
Amel menggeratakkan giginya. Tangannya mengepal, matanya melotot.
"Kakak jelek, awas, ya, nanti kalo amel sembuh, Amel akan buat perhitungan."
Amel. Usia 7 tahun. kelas 2 SD. tinggal dengan nenek dan ibunya yang bisu. Bapaknya minggat. Hobinya nonton sinetron dengan judul-judul perempuan. dan tebak, darimana ia mendapatkan kata-kata seperti itu?

Tersanjung

teman itu seperti bintang, kau tidak selalu bisa melihatnya, tapi kau yakin, ia selalu ada

malam dan dermaga kayu ulin ditepi sungai besar merupakan perpaduan yang menarik untuk segerombol perempuan yang tidak bisa tidur. Langit cerah. seperti selembar kain hitam yang terhampar diatas kepalamu. Dengan bintang-bintang yang mengerling setiap saat. Dan bulan sipit yang melengkung. Seperti sobekan ditengah-tengah kain hitam. Sungguh cantik. Cahaya-cahaya kecil dari sampan yang bolak balik seperti cahaya kunang-kunang. suatu malam yang harmonis. Dan saya menjadi bagian dari mereka. bergerombol tanpa alas kaki. menggenggam telinga cangkir plastik biru berisi kopi 2 rasa.

Bercerita dan tertawa. kehidupan. cinta. pekerjaan. hal-hal yang menyenangkan. hal-hal yang menyebalkan. mimpi-mimpi. Saya mendengarkan. menyimak baik-baik. berkomentar kadang-kadang. Sampai obrolan kami menyerempet ke arah cowok paling cakep-paling kaya-pacar mereka-tempat tidur. Saya diam. Tidak berkomentar. Saya berdiri diujung lingkaran. Orang baru. Yang hanya berniat sebentar saja tinggal disana. Saya tidak bisa berfikir bagaimana hal itu bisa menjadi sesuatu yang membuat seorang perempuan tersanjung. saya malah memikirkan tentang pelecehan. penghinaan. bukankah kalo kita mencintai, seharusnya kita menjaganya, bukan merusak?

Maaf, teman, saya tidak bisa berkomentar, saya tidak mau menyakiti hati kalian dengan komentar saya yang pasti sinis dan pedas. Tersanjunglah, dan semoga semua berjalan sesuai rencana. kalo tidak, kau tau, saya ada, beberapa bulan kedepan mungkin asih disini. ya, dikamar pojok, dan saya tidak akan pernah berkata, 'apa kubilang'

Mei 01, 2009

Sebenarnya baik

Teman: Ibu titik-titik itu sebenarnya baik, kok, ka, cuma memang kelihatannya cerewet aja
Saya: kalo baik, kenapa juga harus capek-capek berpura-pura menjadi menyebalkan?

Iyah, kenapa sih, orang yang katanya sebenarnya baik, suka berpura-pura menyebalkan?. kalo baik, ya, tunjukan kalo dari awalnya baik. ndak salah, kan?. enggak usah pura-pura jadi orang jahat yang pemarah. enggak usah sok menyebalkan. bukannya dicintai sejak awal lebih baik daripada sempat pake acara dibenci segala?. Toh banyak solusi yang akan ketemu tanpa harus pake marah. Marah itu seperti menancapkan paku di tembok. biarpun sudah dicabut kembali. di dempul, di cat lagi. tetap aja temboknya pernah bolong. Lagian, apa gunanya kalo ternyata baik tapi sebelum terbukti sempat membuat banyak orang sakit hati?. kenapa si kalo kelihatanya baik dan ternyata memang baik juga?. *tuh, kan saya mulai enggak positif lagi*

kapal

Saya baru beberapa kali naik kapal laut. ikut kapalnya kapten Hook, ikut Bartolomeuz Diaz keliling dunia, ikut popeye melaut, kadang ngikutin Tintin juga. pernah naik kapal berhantu di Ghostship. bahkan pernah ikut Titanic. Iya waktu itu satu dek dengan Leonardo. Hihi. Itu cuma perjalanan saya nonton pilem aja,kok. Aslinya saya belum pernah naik kapal laut. paling banter naik getek dikampung dulu. Sambil gemetar megangin sepeda saya takut nyebur. Kendaraan favorit saya ya, kereta api. tapi yang ekonomi, sekali naik kereta api bisnis saya malah muntah. hihi. kata mbak ini, saya memang balung kere. kalo naik kendaraan lainnya, saya takut muntah. eh, pernah enggak muntah, ding, pas perjalanan Surabaya-Yogyakarta waktu itu, tapi itu setelah minum 6 biji antimo dan 4 butir ctm. Jadi tidur terus selama perjalanan. bangunnya pas sampe Jogja, itupun setelah dibangunin ma pak kondektur.

Tapi, kali ini saya benar-benar naik kapal laut. Ayo, silakan bilang saya ndeso dan katrok.ndak papa, kok, wong memang iya. hehe. Dan yang paling hebat adalah, saya berhasil enggak muntah. yeeee...*lompat-lompat*.

Saya jelas jadi mahluk paling ndeso di kapal itu. Saya takjub sekali waktu sauh diangkat. kau akan merasakan perlahan-lahan kapalmu maju. bergoyang-goyang kedepan belakang dengan lembut. lalu tengok ke arah belakang, kerlap-kerlip lampu kota seperti jajaran obor kecil yang ditata melingkari lautan. ombak tenang, hanya riak kecil yang berkejaran. meningkahi buih yang dihasilkan oleh mesin kapal ini. Mereka seperti bercanda. buihnya cantik. putih seperti air setelah kau memcuci baju dan membilasnya. Ada disekeliling kapal. Semula besar, tapi kemudian menjauh dan buihnya mengecil.

lalu lihat disekelilingmu. Aneka kapal kecil berlampu merah kuning berkerlip-kerlip di sekitarmu. Seprti mengirimkan kata halo yang tidak terdengar. pelan.pelan.pelan. kapal-kapal itu mulai tak terlihat. Sesekali terlihat kerlipnya dikejauhan. Lalu mereka mnghilang. Menjadi titik kecil di lautan yang luas.

Dan kamu kemudian sendirian. lihat, samudra seprti tak berujung. mereka menempel pada langit. bundar. dan jauh. hanya kamu dan orang-orang dikapal ini. Bayangkan kalo kamu jatuh ke samudra. kau tak akan terlihat lagi. kau hanya akan menjadi sebuah titik kecil dilautan. lalu kau akan sadar bahwa kau bisa mati kapan saja. mungkin terjatuh ke laut. dan dimakan ikan. Jadi sangat tidak pantas bukan bila kita nggaya dan jumawa?. menganggap diri paling hebat. membunuhi orang-orang seperti menyemprotkan obat nyamuk pada nyamuk-nyamuk. pasti. Tidak ada yang terlewat dari-Nya. Semua bermakna. Semua diatur. Dan saya yakin. Sejauh apapun saya pergi. Secepat apapun saya berlari. ketika orang-orang disekeliling saya adalah orang-orang asing. Dia melihat saya. Malaikat-malaikatnya duduk dibahu saya. sibuk mencatat. (dan malaikat kiri pasti lebih sibuk dari malaikat kanan).

Ketika sore menjelang, kau bisa melihat bola api raksasa berwarna orange menggelinding di ujung sana. ke garis horizon tempat bertemunya samudra dan langit. Ia mengerling nakal pada saya. sambil menguap, lalu langit disekelilinya dipenuhi pijaran warna orange. Sungguh cantik. Seperti semburat merah di pipi mbak-mbak SPG. Bahkan ini lebih cantik. kau sperti melihat pipi raksasa. Tersenyum malu karena ketahuan menguap. perlahan sekali ia menggelinding mundur. Ditingkahi gumpalan-gumpalan awan kelabu yang menari-nari. Dan Kau menjadi bagian mereka. karena mereka terlihat begitu dekat.

Lama-lama bintang orange itu menghilang. meninggalkan semburat orange dan awan-awan kelabu yang melayang-layang dekat diatasmu. dekat sekali. Sedekat suara Azan dari dek atas. Suara azan di tengah samudra. Disana, di tempat yang kau bisa terjatuh dan mati. kau akan merasakan sensasinya. Kau akan merasakan keajaibannya.

demo

mahasiswa adalah agent of change. Rezim orde baru runtuh karena mahasiwa

Teman: Dulu pas aku jadi mahasiswa juga demo terus, lho, ka. wah, kalo pas demo tu berasa keren banget. arak-arakan. teriak-teriak. Kamu dulu di kampus juga suka ikut demo nggak, ka?
Saya : ndak, mbak, ndak pernah.
Teman: Rugi dong, kamu, ka, semua temenku pernah ikut demo, lho, kami memperjuangkan suara kami. enggak diam aja dengan kebijakan pemerintah. lha terus kamu ngapain aja pas kuliah?. masak sih, enggak ikutan demo?
Saya : Ya kerja, dong,mbak. Memang demo bisa membayar segala uang kuliah saya?. lha, demo itu berapa sks-e,mbak? kok banyak yang ikut?
.......
percakapan sambil nonton berita di tivi. jadi inget perjalanan gowongan-gramedia-babarsari. Terban-golden kampus-dagen. Terban-Janti-Dagen. Tukangan-Condong catur-Dagen. Rute saya kerja, kuliah dan kos. Dan semua saya tempuh dengan phanter, sepeda tua warna hitam, sepeda kesayangan saya. oh, phanter, namamu tercetak dibetisku.hehe.

April 17, 2009

meika

Hihi. lucu juga memberi judul posting dengan nama sendiri. Heeh, nama saya meika, Ayo, kalian pasti menebak kalo saya anak nomor satu dan lahir bulan mei bukan? (alah, kegeran kamu,ka!). Betul, saya lahir bulan mei, tapi saya bukan anak pertama. (siapa yang peduli,ka!). Dilingkungan keluarga dan tetangga sebelah rumah, saya biasa dipanggil ika. Tapi kalo teman2 sekolah memanggil saya mek, aneh, tampak jelak dan enggak nyambung, kan?.

Gara-gara nama panggilan yang jelek itu, saya jadi balas memanggil nama teman-teman dengan suku kata pertama namanya. misalnya, teman saya Fuad, saya panggil fut, Teman saya Supriyadi, saya panggil Sup, teman saya Brefi saya panggil Bref, Teman saya Tukiyah, saya panggil Tuk, teman saya suharyanto, saya panggil Su. Untuk nama yang terakhir ini, saya punya pengalaman buruk. Jadi ceritanya pas saya masih SMK, saya suka nyambi kerja partime disebuah Toko baju pas liburan. Suatu hari teman saya itu datang, mengunjungi saya, bersama teman-teman sekampungnya, nah, saya menyapanya gini, "alo, su, piye kabare?". dan belum lagi Ia menjawab, teman-teman sekampungnya, ada yang ngomong gini,"apik-apik wae, leng!" pada saya. gubrak. saya langsung malu. hihi.

Saking seringnya memakai nama ika di lingkungan keluarga saya, saya dan simbah kakek saya sampe lupa, lho, kalo nama panjang saya Meika. Jadi ceritanya pas saya mau masuk SD, saya diantar mBah Kakek. Dulu mau masuk SD ada tesnya dulu. Tesnya gampang, cuma disuruh nulis nama sendiri sama tebak-tebakan huruf sama ibu guru. Karena dasarnya saya pinter, saya diterima. Penerimaannya juga lucu. Nama-nama anak yang diterima di panggil pake pengeras suara. nah, rupanya mereka sudah memanggil nama saya berkali-kali. Tapi saya ataupun mBah kakek saya enggak ngeh. Kami sama-sama lupa. Sampe Ibu guru yang ngetes saya menghampiri kami.
"Simbah, meniko, wayahipun ketampi, kok mboten mlebet-mlebet?"
Baru deh kami inget kalo nama saya meika. Sesuai dengan surat kelahiran saya. hihi.

Begitulah.

Nama saya juga enggak berarti apa-apa lho, saya pernah tanya ke Ibu, kata ibu, biar gampang ngingetnya aja, sama seperti saudara-saudara saya yang lain, lahir bulan mei, ya meika, lahir bulan maret, ya mariana, lahir bulan juni, ya yunita, lahir bulan Puasa yang Rhamadhoni, cuma andi, adik saya nomor 3 yang enggak ada hubungannya sama bulan, dia diberi nama Bayu, karena pas mau lahir, ibu duduk-duduk di bawah pohon mangga belakang rumah sambil menikmati semilir angin. hihi. Jadi, kalo ada yang tanya nama saya artinya apa, ya, enggak ada, cuma penanda aja. hehe. (lagian, siapa juga yang mau tanya, ka!).

Jadi, ada sekelumit cerita tentang nama kamu?


note: jadi pengen pasaran di bawah pohon mangga sambil nungguin simbah kakek meminyaki peralatan cukurnya.

April 10, 2009

puding susu saus blueberry


Siang-siang yang panas ini,karena ndak ada kerjaan, saya bikin cemilan enak di kos-kosan. Saya sampe heran sendiri, disini saya bikin makanan-makanan terus, balas dendam karena pas di jogja saya ndak punya waktu untuk masak-masak. Dan korbanya adalah teman-teman kos saya yang langsing-putih-cantik-kaki panjang itu. mereka saya paksa memakan masakan-masakan saya, dan harus belang enak, enggak peduli gimana rasanya, kalo enggak mau saya akan nangis bombay sambil pura-pura tersinggung. Sengaja saya buat yang banyak gula, banyak kelapa, dan banyak susunya, biar kegendutan semua. hehe. Tapi kalo dimakan sedikit enggak papa, kok, enggak akan sampai kegendutan. jadi, kalo kalian ada waktu, silakan coba, enak, lho, lumayan buat cemilan kalo siang pas panas-panas. simak ya...

bahan-bahan:
-1 gelas susu kental
-1 gelas gula pasir
-4 gelas santan kental
-2 bungkus agar-agar warna putih
-2 butir telur, ambil kuning aja
-1 gelas sirup blueberry, atau strawberry, atau jeruk, atau apa aja, deh,
-4 sendok makan manisan pepaya. atau kenari. atau kismis. atau apa aja yang kamu punya


Caranya:
-campur susu, gula pasir, santan kepala, dan agar-agar, masak di atas kompor sampai mendidih
-ambil satu sendok adonan panas, lalu campur dengan pituh telur, aduk-aduk bentar, masukkan lagi ke dalam panci, didihkan lagi.
-tuang adonan agar-agar ke dalam cetakan.taburkan manisan pepaya. tunggu sampai dingin dan keras.
-potong-potong agar-agar yang sudah keras, lalu siram dengan sirup blueberry.


nah, gampang,kan, ayo dicoba, puding susu saus blueberry ala chef ika. =)

nikah siri

Saya sering nonton berita. Berita krimminal adalah favorit saya. Pembunuhan, pencurian, penculikan, perampokan. Saya senang sekali karena ternyata masih banyak orang yang lebih malang dari saya. hehe. ndak gitu, ding. Saya nggak sejahat itu, kok, saya suka kasus-kasus itu dipublikasikan terutama bagian ancaman hukuman bagi pelakunya. Supaya orang-orang diluar sana berfikir ribuan kali dulu sebelum melaksanakan niat jahatnya. Tapi, waspadalah, kejahatan terjadi bukan hanya karena ada niat dari pelakunya, tetapi juga karena ada kesempatan. begitu kata bang napi.

Cerita saya ini adalah tentang nikah siri (walah, apa hubungannya dengan berita kriminal, coba?). ndak ada, si, tapi beberapa bulan terakhir ini kasus-kasus nikah siri juga sering di publish di layar kaca, je.

Nah, saya dari dulu selalu beranggapan bahwa kejadian-kejadian kriminal dan acara nikah siri-nikah sirian itu selalu terjadi di tempat yang jauh dari saya. mungkin di kota lain, daerah lain, pulau lain, negara lain, belahan dunia lain. pokoknya jauh-juah dari saya, deh. Saya hanya mau melihat dari televisi aja, atau baca beritanya di koran aja, bukan melihatnya langsung, kenal dengan orangnya langsung, atau bahkan masuk kedalam peristiwa itu langsung. Saya lebih suka jadi penonton saja.

Tapi pagi ini saya menyaksikan dengan kepala saya sendiri prosesi pernikahan siri teman saya, disini, dipulau paling besar di Indonesia dengan banyak rumah yang tidak menempel tanah. Kebetulan waktu itu saya diminta menjadi tukang foto gadungannya -bener-bener gadungan, kerna saya enggak bisa memotret dengan bagus, ditambah saya sangat suka makan gadungan-. Tidak ada persiapan apa-apa. Karena teman saya ini memang sebenarnya tidak mau menikah. Tapi karena usaha untuk menggugurkan kandunganya semua gagal, akhirnya ia memaksa pacarnya untuk menikahinya. 2 hari sebelum hari H, teman saya sibuk mencari penghulu,sudah 5 orang penghulu yang kami datangi, tapi tak satupun yang mau menikahkannya. Hingga penghulu yang ke 6 yang bersedia. Itupun setelah tawar menawar dan sepakat untuk membayar 600 ribu rupiah untuk pak penghulu. -heh, benarkan menikah harus semahal itu?-.

Pas hari H, mempelai laki-laki datang ke kos kami, sendirian, bahkan seorang temanpun tidak ia bawa, orang tua juga tidak. Ibu kos membuat soto menggala -semacam sop dengan singkong rebus sebagai pengganti nasi-, Bapak kos memakai kemeja batik coklat favoritnya, mempelai wanita memakai kain, blus, dan kerudung serba kuning -milik ibu kos-, serta make up seadanya hasil karya teman-teman saya yang lain. Saya hanya memakai jeans pudar dan kaos oblong serta sandal jepit saja -sambil saya berdoa, semoga nanti saya harus melepasnya-, sementara teman-teman yang lain masih memakai daster kebesarannya. Tidak ada yang berdandan istimewa pagi ini. Padahal sebuah peristiwa penting akan dilaksanakan.

Kami menyewa taksi -mereka menyebut taksi untuk angkutan kota serupa metromini- menuju kerumah bapak penghulu. Tidak ada sambutan apa-apa disana, Bapak penghulu mempersilakan kami masuk, berbasa-basi sebentar, dan langsung memulai upacara pernikahannya. Ia bertindak sebagi penghulu sekaligus wali bagi mempelai perempuan, bapak kos dan pak sopir sebagai saksi, dan saya si tukang foto. jepret sana jepret sini, saya enggak peduli bagus apa enggak, yang penting gambar manten pas ijab Qobulnya kelihatan.

Lalu prosesi pernikahan itu selesai dalam waktu 15 menit. Mempelai laki-laki menyerahkan mas kawinnya, kami bersalam-salaman, pak penghulu menerima 600 ribunya, dan mempelai memperoleh "surat nikah"-nya. Dan tau tidak apa yang disebut surat nikah itu?. Hanya berupa 2 lembar kertas yang dirobek dari tengah-tengah buku tulis-ingat kertas ulangan yang kau pakai saat SMP?-. Berisi nama, usia, alamat masing-masing mempelai, serta pernyataan bahwa keduanya telah menikah, dan ditanda tangani oleh pak penghulu, pak sopir dan Bapak Kos. Saya tidak ikut tanda tangan. Baru saat itu saya sadar kenapa foto-foto saya jadi begitu penting, karena, siapapun bisa membuat surat nikah semacam itu, dan foto adalah bukti peguat kalo-kalo mereka tertangkap satpol pp.-Heh?, segampang itukah menikah?, jadi buat apa lembaga pernikahan kalo kita bisa menikah seenaknya?, dengan alasan agama pulak-

Kami pulang, dan kedua mempelai disambut dengan percikan beras kuning oleh ibu kos. Katanya itu menghilangkan semua kesialan. Ibu kos dan Bapak kos mengundang tetangga kanan kiri untuk ikut makan bersama kami. Juga sebagai pengumuman bahwa teman kami sudah menikah, dan tidak perlu menggrebeg mereka.

Mbak teman saya itu sekarang tinggal dengan suaminya di losmen sewaan dekat tempat kos kami. Mereka menungggu sampai si bayi lahir dan kemudian akan berpisah. Seseorang bersedia merawat bayi itu.

Saya sangat menyesalkan bagian yang ini. Ketika mahluk kecil lucu dari segumpal darah itu menjadi korban dari ayah ibunya -yang mengatasnamakan cinta untuk kejadian yang menyebabnkan sperma bertemu sel telur-. Seharusnya kedatangannya di sambut dengan kebahagiaan, dengan lantunan doa,bukan dengan cairan pahit-pekat yang akan membuatnya kepanasan, merontokkan bagian-bagian tubuhnya, merusakkan otaknya. Apa susahnya coba, waktu itu pake pengaman. kamu boleh bercinta dengan siapa saja, dimana saja, kapan saja, toh dosa dan penyakit-penyakit yang akan kamu derita kamu yang tanggung semua. Tapi plis, jangan sampai kamu atau pasanganmu hamil, karena dengan begitu ada mahluk kecil tidak berdosa yang akan menjadi korban.

Dan disore yang cerah, ketika saya berkunjung ke losmen teman saya, mendengarkan cerita-cerita nya, saya kok tidak bisa mengerem mulut lancang saya untuk menyalahkannya. Kenapa, sih, waktu itu enggak pake pengaman, kan murah, cuma 1500 aja, kasihan anakmu, kamu tidak tau orang yang merawatnya baik apa tidak, kamu tidak tau anakmu itu akan tumbuh sehat atau tidak, kau sudah minum banyak obat, bukan?. Dan tau tidak apa yang dikatakannya?, Sekali-kali kamu coba berdua-duan dengan pacarmu, lalu nikmati sensasinya ketika kamu bercinta, nanti, coba kamu ingat, apa kamu sempat berfikir tentang pengaman. Saya pun hanya bisa menelan ludah saya dengan susah payah.


catatan: tulisan ini sudah mendapat ijin dari orang yang bersangkutan

April 03, 2009

mie instan gulung isi bayam



siang di kos, hujan, lapar dan jam kerja masih nanti sore. Biasanya saya ke perpustakaan daerah. baca buku-buku jadul milik pemda yang sebagian besar adalah buku-buku pertanian. Atau jalan-jalan di tepi sungai, nonton orang-orang mengambil ikan-mengambil, ya, benar-benar mengambil, dengan ember berujung bambu, bukan memancing-. Tapi karena hujan, saya jadi ndak bisa ngapa-ngapain. Eh, tiba-tiba ada ide membuat cemilan. Jadi, ya saya iseng-iseng membuat makanan ini, hasilnya enggak mengecewakan, kok, cenderung enak malah. mau coba? saya beri resepnya, ya, silakan coba sendiri di rumah. enak dan murah, kok.

Bahan-bahan:
2 bungkus mie instan (merk apa aja, yang paling murah juga ndak papa)
2 butir telur ayam
1 ikat kecil bayam

bumbu:
3 siung bawang putih
6 biji merica
garam secukupnya
(atau kalo enggak ada, bumbu yang ada di mie instannya juga gapapa. cukup tambah garam aja)

caranya:
-Rebus mie instan sampai matang
-Rebus bayam sampai empuk
-haluskan semua bahan bumbu.
-campur telur ayam, bumbu, dan mie instan, letakan diatas plastik lebar
-masukan bayam ke tengah-tengah mie instan
-gulung mie instan. ikat kedua ujungnya erat-erat.
-kukus gulungan mie instan tersebut.
-setelah matang, angkat mie instan, keluarkan dari plastik dan potong-potong.
-kocok telur ayam, masukan potongan nie instan gulung, lalu goreng sampai matang


Nah, gampang, kan?. Mie instan gulung isi bayam, ala chef ika. hehe. =)

Anak Perempuan

Anak perempuan mengemasi barang-barangnya di sore yang cerah. Memilah-milah antara barang-barang muliknya dan bukan miliknya. Sepatu, baju-baju bersih, catata-catatan, buku-buku, kunci-kunci. Perempuan-perempuan lain memandangnya?
"kenapa kau tampak aneh?"
"tidak ada apa-apa. aku baik-baik saja, kok. terimakasih."


Anak perempuan menghitung uang di dompet. hanya ada seperempat gajinya bulan ini. Anak perempuan berfikir. Tiket-makan-kos-hidup sampai dapat kerja dan gajian-koran. Ia menggelengkan kepalanya kuat-kuat. pasti ada jalan. Anak perempuan membuka ranselnya dan mulai memasukkan barang-barang kedalamnya. 3 stell baju, mukena, novel tebal belum terbaca, berkas-berkas, kamus bahasa Inggris-yanga telah dimilikinya sejak SMP-, agenda, pena, usb, pena, ponsel, pembalut, mie instan, air dalam botol, sebungkus kue kering, handuk, sandal jepit, perlatan mandi.
Anak perempuan mematikan semua ponsel. Ia memasak, menyapu, mengepel, membersihkan komputer, menyusun buku-buku, -novel-novel misteri, komik-komik, buku cerita anak-anak, majalah-majalah, chicklit, buku-buku bekas kuliah, buku-buku pinjaman yang belum sempat dikembalikan-, Ia mulai membuka lemari dan menyusun baju-bajunya dengan rapi. ia merapikan kasur, menutupnya dengan sprei bersih, menyusun bantal-bantal, boneka-boneka. Ia membersihkan sarang laba-laba, membuang sampah, membersihkan jendela, meminyaki rantai sepeda.
Anak perempuan terlalu capek. ia tertidur kelelahan. Dan ia bermimpi menjadi pendekar.



Anak permpuan mengangkat ranselnya. Tidak terlalu berat. Lalu anak perempuan memunguti semua nyali yang berserak di lantai. Ia memenuhi semua celah di tas ranselnya dengan nyali.juga keneranian. karena itu yang sangat ia butuhkan untuk hidup di kota asing. Tanpa seorangpun yang ia kenal dan akan membantunya,

Ia mengangkat tas ke pundaknya. menulis pesan untuk adiknya, dan keluar kamar. Ia berhenti sejenak, memandangi kamarnya untuk terakhir kalinya.

"mau kemana?" seseorang bertanya
"pergi" jawabnya sambil tersenyum.



Anak perempuan duduk disamping jendela pada kendaraan favoritnya. menuju kearah timur.
"mau kemana?" tanya seseorang.
"kesana" jawabnya
"pulang?"
"enggak"
'liburan?"
"enggak"
"kerja"
"mungkin"
"dijemput siapa?"
" ga ada"
"saudara?"
"enggak"
"teman?"
"enggak"
"kenalan"
"enggak"
"oh, mau beli nasi?"
Anak perempuan tersenyum dan menggeleng, sambil memegangi perutnya.



Anak perempuan memandang berkeliling. kota yang asing. Ia belum pernah kekota ini sebelumnya. Ia berjalan. Mencari kampung padat penduduk. kampung kumuh lebih baik. -apa yang ia harapkan dari seperempat gaji-. Ia terus berjalan.
"mau kemana?" tanya perempuan lain pemilik warung
"cari kos, yang paling murah"
"sama siapa?"
"sendiri saja"
"ada. nanti saya tunjukkan. mau minum dulu?"
"boleh?"
"minum apa?"
"air putih saja" Katanya sambil berpikir tentang sisa uang di dompetnya

Anak perempuan mengikutinya. Ia tersenyum. bahkan Ia tetap tersenyum ketika menyadari tempat tidurnya kosnya agak gatal. Debu-debu begitu tebal, orang-orang berbicara dengan suara keras. televisi selalu dinyalakan dengan volume yang paling keras. Latai kamar mandi yang lengket. Anak perempuan menggulung celananya. Dan ia tetap tersenyum.

April 01, 2009

I am Back

(walah, padahal siapa juga yang peduli saya kembali atau tidak)
Ya, saya kembali, setalah sekian lama saya tidak menulis disini. Jari-jari saya sampe kaku, karena sudah lama tidak mengetik ragkaian kalimat. 2 bulan ini saya lebih sering menulis kalimat matematika daripada kalimat-kalimar berbahasa Indonesia. (meski saya juga enggak terlalu paham dengan apa yang saya tuliskan dipapan tulis itu).
Oke, jadi ternyata dunia baik-baik saja dengan saya atau tidak. Atau bahkan lebih baik tanpa saya. Mengenai yang saya bilang bahwa anggap saja saya mati waktu itu bener, kok. Tadinya saya benar-benar berpikiran sempit dan menganggap bahwa mati adalah perihal melupakan segalanya. Tapi setelah dipikir-pikir, iya kalo nanti disana ada akhirat,lumayan ada lanjutannya, nah kalo enggak kan rugi. Kalo misalnya adapun, saya ndak terlalu yakin Tuhan akan memasukkan saya ke surga. nah kalo neraka, mestinya iya. Kalo misalnya mati bunuh diri terus jadi hantu, masih lumayan bisa nonton dunia dengan santai. Nah, kalo enggak kan masih rugi. Lagian nanti berita di koran-koran jadi konyol sekali. Karena bosan dan kebanyakan gondog, seorang wanita ditemukan mati bunuh diri. hihi.
Singkat cerita saya akhirnya memang berusaha mati di kota tempat saya belajar banyak hal, dan berusaha hidup kembali di kota yang tidak seorangpun mengenal saya. Saya tahu sebenarnya saya tidak perlu mengambil langkah seekstrem itu. Tapi daripada saya kebanyakan memenuhi telinga orang lain dengan keluhan saya, ya saya pikir lebih baik pergi. Ya, ini saya, ika, 24 tahun, dan hidup saya baru saja dimulai. (oh, betapa terlambatnya saya).
& the story goes...

Januari 18, 2009

karena hidup adalah petualangan

mungkin karena itu. Saya akhirnya pergi juga. Rencananya saya akan berkeliling negeri. Untuk semua yang pernah mengenal saya, teman-teman saya, keluarga saya, maafkan saya, kapan-kapan, saya kirim kabar, dan membayar semua hutang yang belum terbayar. Jangan marahi saya, saya benar-benar hanya ingin pergi. Kesuatu tempat, dimana tidak ada seorangpun yang mengenal saya. Dan memulai semua dari awal lagi. Dan memulai petulangan baru. Terimakasih banyak. Dan anggap saja saya mati.


Untuk sementara blog ini tidak akan saya update,dan semua komentar saya moderatori. kapan-kapan saya posting lagi tentang petualangan saya =).

luv u,
ika=)

Januari 13, 2009


berapa banyak waktu yang kita butuhkan untuk mulai berbohong?
berapa banyak waktu yang kita butuhkan untuk mulai mencuri?
berapa banyak waktu yang kita butuhkan untuk mulai mencontek?
berapa banyak waktu yang kita butuhkan untuk mulai curang?
berapa banyak waktu yang kita butuhkan untuk nulai mencubit?
berapa banyak waktu yang kita butuhkan untuk mulai memaki?
berapa banyak waktu yang kita butuhkan untuk mulai menjambak?
berapa banyak waktu yang kita butuhkan untuk mulai menikam?
berapa banyak waktu yang kita butuhkan untuk mulai memukul?
berapa banyak waktu yang kita butuhkan untuk mulai membunuh?
bagaimanapun, tanah itu paling dekat dengan akhirat. Sungguh menakjubkan.

Januari 05, 2009

kuku


kuku saya tidak pernah sepanjang ini sebelumnya. saya baru tau pagi ini. pantas saja suka nyangkut kalo ambil barang-barang. Pantas saja suka sakit kalo buat garuk. Lalu pas saya tengok kuku jari kaki, ternyata juga udah panjang banget. semuanya njengat keatas (eh, apa sih bahasa-indonesia-nya njengat?). Pantes suka nyangkut di sepatu.

saya suka sekali memotong kuku. kuku saya sendiri dan kuku orang lain. mbah simak, mbah kakek, temen kerja, anak teman kerja, ponakan, adik, kakak, ibu, bulik, pakde, temen sekolah, temen kuliah, bahkan kakang;), saya pernah memotong kuku-kuku mereka. saya bahkan pernah memotong kuku Andi, adik lak-laki saya waktu tidur,dan akhinya seharian dia tidak mau ngomong dengan saya. Beda dengan saya, adik saya satu ini suka sekali memelihara kuku. pokoknya, kalo saya lihat kamu sedang memotong kuku, maka biar saya yang melanjutkannya untukmu. asik lho memotong kuku itu. letakkan mulut gunting kukumu di ujung jari. tekan ujungnya. ctit.ctit.ctit.ctit. lihat kan kuku-kuku itu berjatuhan. pastikan tidak ada kuku yang melebihi panjang jari.ctit.ctit. ulang lagi. sampai kukunya tidak bisa dipotong lagi.

Kuku yang panjang sering membuat saya takut. saya selalu membayangkan suatu saat kuku-kuku itu tidak terkendali. lalu kuku-kuku itu akan memcengkeram lengan saya, kukunya masuk ke kulit saya, dan darah akan keluar terus dari kulit saya. serem. persis di film-film horor. Lagian apa enaknya coba punya kuku panjang?. bisa menyakiti orang lain, g enak buat garuk-garuk, bisa-bisa patah dan bikin jari berdarah, enggak enak buat nyuci baju, nyuci piring, bahkan main basket.

akhirnya saya memotong kuku-kuku saya cepat-cepat. kuku jari tangan dan kuku jari kaki. katanya, kalo kuku-kuku itu dikubur,kuku-kuku itu bisa berubah menjadi kunang-kunang. Jadi kuku-kuku itu saya bungkus di selembar kertas. tapi dimana saya bisa mengubur kuku-kuku saya?. Sepertinya semua tanah tertutup semen. nah itu, ada pot milik tetangga sebelah kamar yang bisa dimasuki kuku-kuku saya. tapi, apa iya, kunang-kunangnya mau keluar. saya sudah lupa kapan terakhir kali melihat kunang-kunang di kampung saya. sudah lama sekali. Apalagi di sini. Saya ragu. Tapi saya tetap mengubur kuku-kuku saya. siapa tahu kunang-kunangnya mau keluar. kapan-kapan saya kabari kalo ada kunang-kunang di tempat kos saya. bisa jadi itu kunang-kunang dari kuku-kuku saya.