April 10, 2009

nikah siri

Saya sering nonton berita. Berita krimminal adalah favorit saya. Pembunuhan, pencurian, penculikan, perampokan. Saya senang sekali karena ternyata masih banyak orang yang lebih malang dari saya. hehe. ndak gitu, ding. Saya nggak sejahat itu, kok, saya suka kasus-kasus itu dipublikasikan terutama bagian ancaman hukuman bagi pelakunya. Supaya orang-orang diluar sana berfikir ribuan kali dulu sebelum melaksanakan niat jahatnya. Tapi, waspadalah, kejahatan terjadi bukan hanya karena ada niat dari pelakunya, tetapi juga karena ada kesempatan. begitu kata bang napi.

Cerita saya ini adalah tentang nikah siri (walah, apa hubungannya dengan berita kriminal, coba?). ndak ada, si, tapi beberapa bulan terakhir ini kasus-kasus nikah siri juga sering di publish di layar kaca, je.

Nah, saya dari dulu selalu beranggapan bahwa kejadian-kejadian kriminal dan acara nikah siri-nikah sirian itu selalu terjadi di tempat yang jauh dari saya. mungkin di kota lain, daerah lain, pulau lain, negara lain, belahan dunia lain. pokoknya jauh-juah dari saya, deh. Saya hanya mau melihat dari televisi aja, atau baca beritanya di koran aja, bukan melihatnya langsung, kenal dengan orangnya langsung, atau bahkan masuk kedalam peristiwa itu langsung. Saya lebih suka jadi penonton saja.

Tapi pagi ini saya menyaksikan dengan kepala saya sendiri prosesi pernikahan siri teman saya, disini, dipulau paling besar di Indonesia dengan banyak rumah yang tidak menempel tanah. Kebetulan waktu itu saya diminta menjadi tukang foto gadungannya -bener-bener gadungan, kerna saya enggak bisa memotret dengan bagus, ditambah saya sangat suka makan gadungan-. Tidak ada persiapan apa-apa. Karena teman saya ini memang sebenarnya tidak mau menikah. Tapi karena usaha untuk menggugurkan kandunganya semua gagal, akhirnya ia memaksa pacarnya untuk menikahinya. 2 hari sebelum hari H, teman saya sibuk mencari penghulu,sudah 5 orang penghulu yang kami datangi, tapi tak satupun yang mau menikahkannya. Hingga penghulu yang ke 6 yang bersedia. Itupun setelah tawar menawar dan sepakat untuk membayar 600 ribu rupiah untuk pak penghulu. -heh, benarkan menikah harus semahal itu?-.

Pas hari H, mempelai laki-laki datang ke kos kami, sendirian, bahkan seorang temanpun tidak ia bawa, orang tua juga tidak. Ibu kos membuat soto menggala -semacam sop dengan singkong rebus sebagai pengganti nasi-, Bapak kos memakai kemeja batik coklat favoritnya, mempelai wanita memakai kain, blus, dan kerudung serba kuning -milik ibu kos-, serta make up seadanya hasil karya teman-teman saya yang lain. Saya hanya memakai jeans pudar dan kaos oblong serta sandal jepit saja -sambil saya berdoa, semoga nanti saya harus melepasnya-, sementara teman-teman yang lain masih memakai daster kebesarannya. Tidak ada yang berdandan istimewa pagi ini. Padahal sebuah peristiwa penting akan dilaksanakan.

Kami menyewa taksi -mereka menyebut taksi untuk angkutan kota serupa metromini- menuju kerumah bapak penghulu. Tidak ada sambutan apa-apa disana, Bapak penghulu mempersilakan kami masuk, berbasa-basi sebentar, dan langsung memulai upacara pernikahannya. Ia bertindak sebagi penghulu sekaligus wali bagi mempelai perempuan, bapak kos dan pak sopir sebagai saksi, dan saya si tukang foto. jepret sana jepret sini, saya enggak peduli bagus apa enggak, yang penting gambar manten pas ijab Qobulnya kelihatan.

Lalu prosesi pernikahan itu selesai dalam waktu 15 menit. Mempelai laki-laki menyerahkan mas kawinnya, kami bersalam-salaman, pak penghulu menerima 600 ribunya, dan mempelai memperoleh "surat nikah"-nya. Dan tau tidak apa yang disebut surat nikah itu?. Hanya berupa 2 lembar kertas yang dirobek dari tengah-tengah buku tulis-ingat kertas ulangan yang kau pakai saat SMP?-. Berisi nama, usia, alamat masing-masing mempelai, serta pernyataan bahwa keduanya telah menikah, dan ditanda tangani oleh pak penghulu, pak sopir dan Bapak Kos. Saya tidak ikut tanda tangan. Baru saat itu saya sadar kenapa foto-foto saya jadi begitu penting, karena, siapapun bisa membuat surat nikah semacam itu, dan foto adalah bukti peguat kalo-kalo mereka tertangkap satpol pp.-Heh?, segampang itukah menikah?, jadi buat apa lembaga pernikahan kalo kita bisa menikah seenaknya?, dengan alasan agama pulak-

Kami pulang, dan kedua mempelai disambut dengan percikan beras kuning oleh ibu kos. Katanya itu menghilangkan semua kesialan. Ibu kos dan Bapak kos mengundang tetangga kanan kiri untuk ikut makan bersama kami. Juga sebagai pengumuman bahwa teman kami sudah menikah, dan tidak perlu menggrebeg mereka.

Mbak teman saya itu sekarang tinggal dengan suaminya di losmen sewaan dekat tempat kos kami. Mereka menungggu sampai si bayi lahir dan kemudian akan berpisah. Seseorang bersedia merawat bayi itu.

Saya sangat menyesalkan bagian yang ini. Ketika mahluk kecil lucu dari segumpal darah itu menjadi korban dari ayah ibunya -yang mengatasnamakan cinta untuk kejadian yang menyebabnkan sperma bertemu sel telur-. Seharusnya kedatangannya di sambut dengan kebahagiaan, dengan lantunan doa,bukan dengan cairan pahit-pekat yang akan membuatnya kepanasan, merontokkan bagian-bagian tubuhnya, merusakkan otaknya. Apa susahnya coba, waktu itu pake pengaman. kamu boleh bercinta dengan siapa saja, dimana saja, kapan saja, toh dosa dan penyakit-penyakit yang akan kamu derita kamu yang tanggung semua. Tapi plis, jangan sampai kamu atau pasanganmu hamil, karena dengan begitu ada mahluk kecil tidak berdosa yang akan menjadi korban.

Dan disore yang cerah, ketika saya berkunjung ke losmen teman saya, mendengarkan cerita-cerita nya, saya kok tidak bisa mengerem mulut lancang saya untuk menyalahkannya. Kenapa, sih, waktu itu enggak pake pengaman, kan murah, cuma 1500 aja, kasihan anakmu, kamu tidak tau orang yang merawatnya baik apa tidak, kamu tidak tau anakmu itu akan tumbuh sehat atau tidak, kau sudah minum banyak obat, bukan?. Dan tau tidak apa yang dikatakannya?, Sekali-kali kamu coba berdua-duan dengan pacarmu, lalu nikmati sensasinya ketika kamu bercinta, nanti, coba kamu ingat, apa kamu sempat berfikir tentang pengaman. Saya pun hanya bisa menelan ludah saya dengan susah payah.


catatan: tulisan ini sudah mendapat ijin dari orang yang bersangkutan

3 komentar:

  1. Sekali-kali kamu coba berdua-duan dengan pacarmu, lalu nikmati sensasinya ketika kamu bercinta, nanti, coba kamu ingat, apa kamu sempat berfikir tentang pengaman. Saya pun hanya bisa menelan ludah saya dengan susah payah.--> aku juga . Huehehehe....

    BalasHapus
  2. having sex is truly sensational, anyway. tp pas udah dirasa2in sblm merit, pas merit ga akan ngrasain apa2 lagi, boro2 such sensations. andai mau sdikit aja brsabar & ga berlama2 pacaran -merit sesegera mgkin setelah siap: rasanya RUARRRRRR BIASA!!!!!!!!!!!!!

    BalasHapus
  3. biasakan pake sepatu orang yg kamu ajak omong ya, sayang. karena setiap orang adalah unik. jadi, jangan paksa orang lain menerima kelancanganmu karena mereka punya kelancangan sendiri.

    mind that.

    BalasHapus

monggo......