Oktober 14, 2010

buku bekas bagus


apa yang membuatmu tergerak untuk membeli sebuah buku sebelum kamu membaca resensinya? apakah karena judulnya, penulisnya, penerbitnya, sipnosis di halaman belakangnya, atau harganya?


untuk saya sendiri, saya akan memadukan hal-hal tersebut, membuat analisis singkat, menimbang, mengingat, memperhatikan ini itu, sampai akhirnya saya akan memutuskan buku mana yang akan dibeli atau tidak. yang pertama saya lihat adalah pengarangnya. itu penting, karena saya termasuk orang yang belajar pada pengalaman. biasanya, sekali saya membaca buku milik penulis x, cocok dengan gaya tulisan dan caranya bercerita, maka saya akan jatuh hati dan mencari buku-bukunya. pokoknya, kalo buku milik pak Dan Brown bagus, deh. begitu biasanya saya beranologi. biasanya, buku-buku yang ditulis orang luar negeri bagus-bagus. saya belum pernah kecewa dengan buku-buku milik orang bule sono. biar saya belum pernah dengar namanya, tapi semua isinya bagus. jangan, jangan cari buku dengan penulis orang indonesia yang kamu belum tau sepak terjangnya, atau belum pernah kamu dengar namanya, saya sudah sering dikecewakan karena hal itu. ini perkara membeli, masalahnya. beda dengan meminjam. kalo meminjam, buku apa aja, karangan siapa aja, hajar, bleh!!


yang kedua adalah penerbitnya. penerbit yang sudah terkenal biasanya hanya menerbitkan buku-buku bagus. tapi gak jarang juga penerbit gak terkenal menerbitkan buku yang bagus juga. mungkin masalah untung-untungan juga, kali, ya. tapi, percaya, deh. saya pernah membeli novel (obral) dengan nama penulis yang saya belum pernah dengar sebelumnya, dengan penerbit yang belum pernah juga saya dengar namanya, novelnya benar-benar mbulet, gaya bahasa ajaib, pokoknya, gak saya banget, deh. :D saya gak tau penerbitnya sedang pusing ato gimana bisa menerbitkan buku itu, atau memang saya saja yang bloon mau-maunya nyari buku di keranjang obral.


gimana dengan sipnosis? emmm, saya malah gak terlalu memperhatikan hal itu. karena kadang-kadang, sipnosis gak menceritakan isi buku itu. kadang cuma dijelaskan sedikit banget. dengan diakhiri pertanyaan, apakah sii XX akhirnya akan bla bla bla. bagaimana kisah selanjutnya bla bla bla, dan sebagainya. duhh, malah bikin penasaran. bisa-bisa saya terkecoh dan penasaran sehingga membeli buku tanpa memperhatikan faktor-faktor yang lain. ato, memang sipnosis dibuat seperti itu, ya? biar orang penasaran trus jadi beli tanpa pertimbangan.


nah, inilah bagian yang paling saya pertimbangkan dalam pembelian buku-buku saya. harga. yak betul. harga, sodara-sodara. kenapa harga? karena sebagai orang yang masih berada di hierarki terendah dalam teori hierarki kebutuhannya pak Abraham Maslow, dimana kebutuhan akan rasa aman masih menjadi prioritas utama, bagi saya, uang adalah hal yang utama yang akan dijadikan pertimbangan dalam membeli sesuatu. yeah, uang memang bukan segala-galanya, tapi segalanya kan butuh uang, ya? kadang, saya tak habis pikir saat saya melewati meja kasir di toko buku-toko buku ternama. alamak, relanya orang-orang ini menghabiskan uang senilai setengah gaji saya sebulan untuk membeli beberapa buku. saya bisa membayangkan betapa laparnya saya sepanjang hari kalo separoh gaji saya habis dibelikan buku-buku. tapi sekali lagi, orang-orang itu, jelas tidak berada di tingkatan yang sama dengan saya pada teori hierarki kebutuhan maslow. :D


lalu kenapa saya bisa-bisanya melewati meja kasir di toko buku-toko buku ternama? kok cuma lewat, ka? ya iyalah, mana mampu saya beli. toko buku-toko buku bagus (dan mahal) itu, cuma cocok dijadikan tempat nongkrong dan baca gratis saja bagi saya. atau tempat membandingkan harga-harga. saya hafalkan harganya dan judulnya di kepala saya, lalu saya akan pergi ke toko buku adul-adulan, untuk mencarinya. seperti nasib toko buku berlabel SA di jalan solo, jogja. pertama-tama saya akan pergi kesana, memarkir sepeda motor saya, melihat-lihat sambil membaca-baca gratis buku yang gak di plastikin (meski lebih banyak yang diplastik) cek harga, hafalin judul dari buku yang jadi inceran saya, dan pergi. tentu saja saya membayar parkirnya. kalaupun saya tidak membeli, setidaknya, mereka mendapatkan pendapatan parkir dari saya. selanjutnya, saya pergi ke toko buku adul-adulan disebelahnya, lalu dimulailah perburuan saya, mengaduk-aduk buku inceran saya, sampai mbak-mbak penjaganya menatap saya dengan pandangan cari-dan-cepat-pergilah. hehe.


ato saya akan pergi ke tempat bapak-bapak favorit saya. namanya pak Zul. pemilik lapak buku bekas di sebelah perempatan gondomanan, kalo dari arah kantor pos jogja, tinggal lurus sampe ketemu perempatan, belok selatan sedikit. kios pak Zul ada di ujung paling selatan dari deretan kios2 itu. pak Zul adalah bapak tua berkaca mata retak yang sudah saya kenal sejak saya masih sekolah di jogja, dan masih kemana-mana mengendari phanter saya. bapak-bapak yang menutup kiosnya jam 9 malam itu, bapak paling baik yang saya kenal. ia ikurt serta dalam upaya mengisi otak saya yang tumpul ini dengan bacaaan-bacaan yang cocok dengan kantong saya *halah*. meski saya sempat meninggalkan yogyakarta selama satu tahun untuk berpetualangan *jah. bahasanyaaaaa* beliau masih ingat saya. saya selalu berpesan padanya untuk menyimpankan novel-novel bekas yang ia punya untuk saya. dan gak main-main, saya mendapatkan supernova-petir, novelnya dewi lestari dengan kondisi masih bagus seharga 5 ribu. novel rojak milik fira basuki dengan harga 3 ribu. dan buku bekas-buku bekas lainnya.


baru kemarin saya kesana dan mendapatkan novelnya very barus, de jurnalis, terbitan tahun 2010, masih berplastik seharga 2 ribu rupiah. mantaps, kan? kadang-kadang, saya ingin menjadi anaknya pak Zul saja biar saya bisa menguplek-uplek isi kiosnya. lain waktu, saya pasti ceritakan tentang pak Zul yang baik ini. :D


oh iya, saya lupa, di kios buku bekasnya pak Zul, saya bisa mendapat bonus majalah apa saya yang suka. selesai transaksi, saya akan menatap pak zul dengan wajah berseri dan senyum mengembang, sambil bilang, pak zul, bonus majalah, yaaaaa.... lau pak Zul yang baik tersenyum dan mengangguk. hihi. tentu saja saya tau diri dengan mengambil majalah bekas paling atas. tidak mengobrak-abrik semuanya.


terus, gimana kalo ternyata buku-buku inceran saya tidak ada di jajaran buku bekas itu? oh, saya akan menunggunya sampai ada. biar. biar kadaluarsa biarlah. biar orang lain sudah menganggapnya terlambat, karena buku itu sudah tidak booming ketika saya akhirnya mampu membelinya, tapi bagi saya, kenikmatan membacanya tetap menjadi sesuatu yang baru. baru tidaknya suatu hal itu kan urusan pribadi, ya?


ehem. sebenarnya saya terlalu berhitung, atau memang pelit, ya?


hihi. ndak tau. yang jelas, saya bagi saya, kalo ada yang murah, kenapa mesti beli yang mahal. bukannya saya gak menghargai penulisnya, penerbitnya atau gimana. tapi, please, deh. bagi saya buku-buku mahal itu masih termasuk barang mewah. harus benar-benar menjadi kereaktif untuk bisa mendapatnya. dan memangnya kenapa dengan buku bekas?


:D

3 komentar:

  1. Salam kenal dari meita

    wahh, senang y bisa ketemu dengan pak zul...

    kapan2 sya diajak ke toko itu dunk... ^_^
    hihi.... pi kyx lama bisa terwujud, krna skrg saya ada di balikpapan.
    sudah tidak di jawa lagi.

    BalasHapus
  2. hai mbak meita. wihhh, namanya mirip. iyah. kapan2 mbak meita ke jogja, pasti kuajak kesana. :D

    salam kenal kembali, mbak.....

    BalasHapus
  3. ada minat jualan majalah bekas gak...

    BalasHapus

monggo......