Juli 31, 2009

Terharu dan Kemudian Lupa

Namanya Hasan. Usianya belum genap 14 tahun. Tubuhnya kecil, kulit kehitaman, dan rambut tipis keriting. Di hari Senin siang yang cerah, dan matahari bersinar ramah, kau tidak akan mendapatkannya duduk rapi dibangku sekolah manapun. Kau tidak akan mendapatkannya berdesak-desakan antre sambil tertawa-tawa bersama teman-teman di kantin sekolah manapun juga. Kau bahkan tak akan dapat melihatnya berdiri sambil bercanda dengan riangnya sambil menunggu sopir papa menjemputnya pulang di pintu gerbang sekolah manapun juga.

Karena Ia ada disini. Dibawah pohon kelapa, diatas kayu-kayu ulin yang disusun membentuk bangku panjang. Diantara puluhan kelapa muda. Duduk menunduk, sambil menusukkan tusuk sate pada udang-udang putih. Air mukanya tenang. Tangannya lincah. Kakinya telanjang. Dihadapannya disusun berderet saus, kecap, bumbu bawang buatan mamaknya dan panggangan dari kaleng bekas biskuit, -yang biasa kau borong sambil berdesak-desakan saat menjelang lebaran, seakan-akan kau akan menghabiskan semuanya-. Beberapa tusukan sate sudah Ia buat, lalu Ia terdiam, memandang jauh ke lautan. Memandangi buih-buih ombak, dan pengunjung-pangunjung berseragam PNS laki-laki perempuan yang berjalan-jalan.

Jangan tanyakan rumus phitagoras, Piramida makanan, atau penyair-penyair angkatan pujangga baru padanya. Dia sudah lupa. Tanyakan padanya harga udang tiap kilo, berapa tusuk udang yang bisa Ia jual tiap hari, dan berapa uang yang ia setorkan ke mamaknya setiap sore. Tanyakan padanya kenapa dua adiknya yang tak berbaju mengikutinya, tanyakan rasanya udara subuh yang menggigit, dan ia harus turun ke pantai, tanyakan bagaimana rasanya ditinggal ayah, tanyakan bagaimana rasanya tidak bisa membayar uang seragam olahraga waktu SD,Tanyakan padanya kenapa tidak sekolah, tanyakan padanya kemana Mamaknya pergi sesiangan ini.

Tapi, jangan harap ia akan menjawabnya dengan kalimat lengkap. Jangan beri pertanyaan essay, beri pertanyaan dengan jawaban ya atau tidak, ah, yang lebih sederhana lagi, anggukan atau gelengan. Dan jangan bertanya tanpa membeli. Hanya 2000 rupiah pertusuk, dan kau akan mendapatkan udang bakar dengan rasa seadanya. Iya, hanya 2000 rupiah saja. bahkan kadang kalau tercecer, kau tidak akan merasa kehilangan, bukan?. Tapi baginya, sangat berarti.

Tanyakan padanya apakah Ia ingin sekolah kembali. Dan kau hanya akan mendapatkan gelengan kepala. Tapi saya tau, dia bukannya tidak ingin sekolah kembali. hanya, mungkin Ia hanya malas berandai-andai dan berujung kecewa. Atau, mungkin Ia tidak tega meninggalkan kedua adiknya sementara ibunya bekerja.

Pernah Ingat, apa kau pernah berfikir demikian saat usiamu 14 tahun kurang sedikit?. Atau yang kau ingat adalah rengekanmu pada mama untuk membelikanmu tas baru. Atau pintu kamarmu yang kau banting keras saat Mama tidak mengizinkanmu keluar malam minggu?. Dan lihat, anak kecil dibawah pohon kelapa itu sudah memikirkannya. Padahal hal itu terlalu kompleks untuk dipikirkan seorang anak kecil. Jadi, meski ia sudah lupa rumus phitagoras, piramida makanan, atau penyair-penyair angkatan pujangga baru, tapi saya tau, anak itu tidak pernah berhenti berfikir.

Saya tidak tau siapa yang salah, tapi kalau saja di sebagian hartamu yang menjadi haknya benar-benar kau berikan, mungkin kau tidak akan menemukan Hasan-Hasan lain. Atau jika UUD yang berbunyi fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara masih ada, boleh jadi ia adalah tanggung jawab negara. Tapi tak taulah, saya hanya bercerita saja, kok.

Dan saya memang hanya pecundang saja. Yang berada di tempat dan waktu yang tidak tepat. sok sentimentil dan berlagak baik hati, namun tidak berbuat banyak. Beberapa waktulagipun saya mungkin akan lupa. Karena itu saya menuliskannya disini. Supaya ketika saya lupa, saya bisa menengoknya kembali. Saya pesimis akan menemukannya 12 tahun lagi sebagai dokter. Atau pilot. Atau anggota DPR. Meski hal itu tetap mungkin terjadi.

Jadi apapun Ia nanti, tetap saja dia istimewa, setidaknya dimata saya. Kesabarannya hatinya menginspirasi saya.....

1 komentar:

  1. Semoga saja kita semua, 14 tahun lagi, menjadikan diri sebagai insan yang tidak hanya berguna untuk masa depan, namun juga tetap mengakar pada masa lampau dan tidak melupakan apa yang bisa kita buat untuk lingkungan.. apakah itu sebagai dokter, pilot ataupun anggota DPR.. pesimis untuk beberapa hal memang perlu, namun mungkin tidak untuk kehidupan.. :D

    Salam hangat dari afrika barat..

    BalasHapus

monggo......