Juli 04, 2009

Best Town I Ever Had

Kota kecil ini jelas tidak secantik Edensor,seperti dalan novel milik Andrea Hirata, ata semenarik Negeri Senja dalam cerpen milik Sena Gumira Ajidharma, tidak segemerlap Paris dengan Eifellnya, tidak semanis venesia dengan kanal-kanalnya, tidak secantik Amsterdam, sebersih Tokyo, Denpasar, Yogyakarta, atau Bandung sekalipun. Kota kecil itu hanya Kutoarjo, kota paling cantik dengan sejuta kenangan, yang saya yakin sekali, hati saya, tertinggal disana.

Tidak ada yang istimewa disana. Tidak ada Mall, tidak ada Twentiwan, tidak ada resto siap saji khas Amerika, dan tidak ada obyek wisata yang menarik banyak turis. Tidak ada. Tapi tanpa itu semua, kota kecil ini tetap cantik, menawan, dan mempesona, setidaknya bagi saya. Kenangan-kenangan yang tersimpan dalam benak membuatnya tampak demikian. Maka ketika saya tahu, bahwa hati saya berhianat pada saya, dan tidak mau mengikuti saya pergi, saya iri sekali dengan hati saya itu.

Disana dia pasti masih bisa duduk-duduk dibawah pohon mangga favorit saya, sambil makan siang, di tikar pandan lusuh milik simbah simak saya. Ketika sore menjelang, Dia masih bisa pergi ke stasiun kereta dekat rumah saya, duduk-duduk di rel, sambil ikut menyuapi adik saya yang susah makan. Besok hari minggu, dia pasti keluar membawa sepeda jengki favorit saya, berkeliling kampung menyusuri sungai, mencari-cari jalan baru seperti dalam novel-novel petualangan. Malam nanti dia akan duduk di depan tivi hitam putih kami, ikut menonton berita malam, atau kethoprak, atau Mbangun Ndeso bersama senyum hangat dua kakek nenek dan adik laki-laki favorit saya. pasti dia akan tersenyum mengejek pada saya. Meski kehidupan tidak melulu bergelimang harta, meski hanya makan daging setahun dua kali, tapi dia akan tetap tersenyum, dan bahagia sekali bisa berhianat pada saya, membiarkan saya hidup tanpa hati dalam rongga dada saya.

Hey, jangan tertawa dan memperolok saya, sekali-kali cobalah pergi dari kota cantik itu, pergilah 10 kilometer, 100 kilometer, 500 kilometer, sebrangi lautan, lewati batas negara, lalu tengok rongga dadamu baik-baik, kau tidak akan mendapatkan hatimu menempel disana dengan tenang. Kau lupa tidak memasukkannya dalan koper, ya?. Haha dia pasti tertinggal di kota cantik itu.

Sekali-kali pulanglah, lalu bandingkan segala hal paling indah dengan kepulanganmu, dan menemukan hatimu kembali. kau akan tahu bahwa tidak akan ada yang mengalahkan nikmatnya pulang. Lihat, ranjang masa kecilmu masih ada, pohon yang biasa kau panjati masih tumbuh dan berbuah, boneka-boneka mu masih ada di buffet, sepeda jengkimu masih terantai di gudang, jalanan yang kau lewati masih beraroma sama. Dan Ayah Ibumu yang kian renta menyambutmu hangat didepan pintu rumah, senyum mereka tak pernah berubah, masih seperti yang kau lihat saat kau pertama kali melihat dunia. Pelukan hangatnya masih terasa nyaman bukan?. masih seperti yang kau rasakan saat kau masih kecil dan sakit meriang bertahun-tahun yang lalu, bukan?. Berjalan-jalanlah keliling rumah, keliling kampung, sapa hangat tetangga-tetanggamu yang kian tua pasti menenteramkan hati, dan angin yang membelai pipimu masih terasa seperti angin tahun-tahun yang lalu. sejuk. mempesona.nyaman. Lalu kau akan menemukan hatimu kembali ke rongga dadamu, seiring bunyi peluit kereta dari stasiun sebelah.

Percayalah, saat itu, kau akan tahu, bahwa Edensor, Negeri senja, Venesia, Paris, Amsterdam, Tokyo, Yogyakata, Denpasar, Bandung, tidak secantik kota kecil ini.

3 komentar:

  1. segumpal jantungkupun berceceran dispnjng jln2 dkota itu.. eckh skrg smbng g prnh sms nmrny ga da yg activ lg..

    BalasHapus
  2. dek meimei lagi kangen ta?

    BalasHapus
  3. @anonim 1: iyae, maap telpnya ganti semua. nanti sayah hubungi, deh. tapi, lha niki sinten, nggih?. hehe
    @anonim 2: iya, mbak, pengen pulang, tapi og adohhhhhh. hehe

    BalasHapus

monggo......