April 24, 2011

sepeda: sebuah kesederhanaan


saya menyukai sepeda. sangat suka malah. meski naik sepeda akan membuat saya keringetan dan ngos-ngosan sehingga saya tampak tidak cantik, saya tetep suka. (padahal ndak naik sepeda juga tetep aja ndak cantik. hehe) mungkin karena ada ikatan bathin yang kuat antara saya dan sepeda sehingga saya begitu mencintai sepeda. bahkan, boleh dibilang saya lebih sayang pada phanter 2 (sepeda tua warna merah saya) daripada pinky (matic pink mungil saya).



saya juga suka melihat orang-orang naik sepeda. mereka tampak jauh lebih keren bagi saya daripada orang-orang yang naik sepeda motor ato mobil. kalau teman-teman saya kemlecer dengan melihat mobil atau motor jenis tertentu, saya lebih tertarik pada sepeda ontel yang dipakai orang-orang. saya suka melihat dengan enteng orang-orang mengayuh sepedanya. rasanya menyenangkan. sederhana. menyejukkan.



saya jadi sedih kalo berpapasan dengan gerombolan pengendara-pengendara sepeda nan penuh gaya tapi congkak bukan main. jentrek-jentrek menuhin jalan dan gak mempedulikan pemakai jalan yang lain. ketawa-ketawa gak mau disalip. jalan pelan-pelan tapi di tengah-tengah jalan. duhhhhh. apa mereka merasa menyelamatkan lingkungan, jadi sok-sok an gitu, ya?



melihat mereka saya seperti merasa kesakralan sepeda menjadi hilang tanpa bekas. tidak ada kebersahajaan. tidak ada kesederhanaan. yang terlintas malah kepongahan mereka dijalanan. minta diistimewakan karena mereka merasa mereka pahlawan-pahlawan penyelamat bumi dari kehancuran. padahal ya gak gitu-gitu amatlah...



coba tengoklah orang-orang yang menggunakan sepeda karena memang mereka perlu menggunakannya. seperti mbak sutinem penjual sayur di kampung saya, pak yul yang menggoes sepedanya dari pakel baru ke gondomanan, seperti bapak-bapak yang membawa rumput dari sawah ke rumah. ato mendiang mbah kakek saya yang bertopi ala belanda tiap mau membeli tembakau rajang di pecinan. mereka tampak jauh lebih bersahaja dari mas-mas dan mbak-mbak yang naik sepeda jlentrek2 itu. saat itulah saya merasa sepeda sebagai cermin kesederhanaan. saat mereka menggunakan sepeda, karena mhttp://www.blogger.com/img/blank.gifereka membutuhkannya. bukan untuk gaya-gayaan.



iya, alasannya emang beda. saya saja yang terlalu sentimentil.sesentimentil saya kalo phanter dihina dina, ato kalo ia dijadikan cantolan mantel di parkiran. iyalah, sentimentil. lha sepeda itu, kenangannya jauh lebih mahal dari pada harganya. :D



udah, ah. udah malam. nggondug emang menyebalkan. :D

gambarnya ngambil dari sini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

monggo......