November 14, 2010

ikuti suara hati

Saya termasuk orang yang punya khayalan sangat tinggi. Dipicu oleh sedikit hal saja, imajinasi liar saya bisa ndladrah kemana-mana. misalnya, beri saya gambar kue dengan coklat yang berleleran, maka saya akan membayangkan bahwa kue itu adalah kue bikinan saya sendiri, di buat di dapur elegannya si beib di global tivi, badan saya seksi seperti farah quinn yang memasak dengan lihai dan penuh gaya, di tunggui suami dan anak-anak saya yang imut-imut, di sebuah rumah mungil nan asri. bla-bla-bla. nah, kan, jadi ngelantur.

pokoknya jadi seperti itulah. kadang-kadang saya juga membayangkan hal-hal yang mengerikan. misalnya ketika saya naik motor sendirian di malam hari, saya membayangkan ada seorang psikopat naik mio putih menebas leher saya, lalu saya terjatuh dari motor dan tiba-tiba ada truk besar yang melidas tubuh saya, lalu tubuh saya remuk-remuk, tidak ada seorangpun yang akan mengenali jasad saya...

hiyyyy. ngeriiii.....

seperti pagi tadi. Pulang dari tempat kerja, seperti biasa, saya menaiki jembatan layang janti, terus keselatan, memilih jalur roda dua, terus menuju perempatan blok o. kira-kira kurang 200 meteran dari perempatan blok o, saya berpapasan dengan seorang bapak yang menuntun sepeda tua, sarat dengan barang-barang rongsokan. di belakangnya, berjalan terponta-pontal seorang ibu kurus -mungkin istrinya- mengikuti dari belakang sambil sesekali mengambil barang dari jalan. pemandangan yang biasa, sebenarnya. tetapi menjadi tidak biasa, karena sambil lalu, saya merasa seperti melihat lengan kurus menyembul dari keranjangnya yang penuh barang tetek bengek.

Saya berusaha tidak mempedulikannya. jalan terus, ka. kata saya.

tapi tidak. saya tidak bisa mengalihkan pikiran saya dari lengan kurus yang menyembul dari keranjang rongsok si bapak. pikiran saya mengembara kemana-mana.

mungkinkah bapak itu seorang pembunuh yang sedang berusaha membuang korbannya?

bagaimana kalo bapak itu adalah korban meletusnya gunung merapi yang sedang mencari pertolongan. ia membawa saudaranya yang telah mati menuju gedung Jogja Expo Center yang dijadikan barak pengungsian untuk memminta bantuan.

atau, bisa saja bapak itu membawa anaknya berobat ke rumah sakit di pojokan perempatan blok o. anaknya terkena demam berdarah akut, si bapak sudah meminta bantuan kemana-mana tapi tak ada yang mau menolongnya, sehingga anaknya ia angkut sendiri dengan sepedanya. bagaimana jika terlambat? bagaimana jika anaknya mati di dalam keranjangnya?

pikiran saya melayang-layang tidak karuan. saya merasa harus berbalik dan melihat apa yang ada di balik keranjang si bapak. rasanya seperti, ummmm, kebelet pipis sangat. rasanya kau harus cepat-cepat kembali kekamar mandi kalo tidak mau ngompol di celana. seperti itu.

sampai akhirnya, setelah perempatan blok o, di depan pom bensin, saya memutuskan untuk berbalik.

saya tidak tau apa yang akan saya lakukan.

tapi saya benar-benar perlu berbalik untuk melihat apa sebenarnya itu.

seandainya si bapak benar-benar pembunuh, mungkin saya bisa menyelamatkan barang buktinya,

seandainya si bapak benar korban erupsi merapi, saya bisa membatu mempercepat jalannya menuju JEC.

seandainya si bapak benar membawa anaknya yang terserang demam berdarah, saya bisa membantunya cepat-cepat ke rumah sakit.

apa saya yang saya bisa.



saya cepat-cepat memacu motor saya agar tidak tertinggal.

dari jauh saya bisa melihat bapak itu masih menuntun sepedanya.

saya menjajari sepedanya.

dan, duh Gusti Allah, ternyata lengan kurus yang saya lihat dari keranjangnya adalah lengan kurus kecoklatan seorang bocah perempuan kecil. tadinya ia ada di dalam keranjang sehingga yang terlihat hanya lengannya. sekarang ia nangkring di atas tumbukan barang-barang bekas, sehingga terlihat seluruh tubuhnya, dan kuncir dari rambut kemerahannya. dan mukanya yang cemat-cemot, dan bajunya yang lusuh.

tidak ada pembunuhan.

tidak ada korban erupsi merapi.

tidak ada anak yang terkena demam berdarah.

semua itu hanya khayalan saya semata.

ini hanya keluarga pemulung yang pergi mencari barang rongsok.

khayalan ngawur saya memang keterlaluan.

tapi saya lega.

dengan kikuk, akhirnya saya menyapa si bapak dan menyerahkan nasi ayam goreng jatah sarapan saya yang saya bawa dari tempat kerja. ayam goreng dengan potongan paling besar. saya memesan pada teman saya yang bertugas di dapur untuk menyisihkannya. saya perlu yang paling besar, karena sampe rumah, saya akan membaginya dengan adik saya.

Tapi saya dan eneng kan sudah sering makan ayam goreng. saya tau bagaimana rasanya memakan ayam goreng setahun sekali pas lebaran saja. saya tau, saya pasti akan gembira sekali bila saya dalam posisi si anak kecil berlengan kurus itu.

seperti kata teman saya, memberi itu membuat lebih banyak orang berbahagia. orang yang diberi berbahagia, dan kita akan jauh lebih bahagia lagi. sesuatu yang kecil, bisa saja menjadi sesuatu yang berarti bagi orang lain.



saya juga berpesan kepada si bapak, kapan waktu lewat gedong kuning, supaya mampir ke gang di kos saya. saya mengumpulkan banyak botol bekas minuman dan kresek-kresek yang tidak terpakai. siapa tau bermanfaat.

jadi, ka, ngapain nulis seperti ini? mau pamer?

enggak juga. cuman kek gini aja kok dipamerkan. malu, ah.

hanya saja, sering kali kita tidak mengikuti suara hati. ada apa-apa di jalan, lewat aja dengan cueknya. hati sudah berteriak-teriak untuk berbalik, tapi kita berfikir, ah, biarin aja, toh nanti ada orang lain.

bagaimana jika semua orang berfikir seperti ini?

ikuti suara hati. ikuti rasa penasaran. siapa tau kita bermanfaat. bukankah sebaik-baiknya manusia, adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain?



*apaaaaaannnn, si, ka*

1 komentar:

monggo......