Malam minggu kemarin, saya dan ayah tyo pergi ke warung makan
nasi goreng dan mie goreng favorit kami di daerah selatan Bantul. Saya
memesan nasi godog (semacam nasi goreng tapi pake kuah), dan ayah tyo
memesan mie rebus dengan tambahan kepala ayam. Di bangku depan kami,
duduk sepasang suami istri setengah baya sedang menunggu pesanan mereka
juga. Kami berempatpun ngobrol ngalor ngidul sambil menunggu pesanan
kami. Maklum, tempat makan favorit kami ini terkenal dengan antriannya
yang lama. kami datang jam 7 malam, sampai jam 8 lewat pesanan belum
datang juga. Kami berbagi referensi tempat makan yang enak di jogja,
berbagi cerita tentang pengalaman makan masing-masing, dan lain
sebagainya.
Sampai si ibu kemudian bertanya pada saya, "lha mbaknya kerja dimana?"
"di rumah makan, bu" jawab saya
"wah, pantesan gendut..." kata si ibu.
kami semua tertawa. padahal tak semua orang yang kerja di rumah makan itu gendut, lho....
pesanan kami datang, kamipun makan sambil sibuk mengomentari makanan
kami. lalu si ibu yang tampaknya banyak bicara itu bertanya lagi.
kali ini pada ayah tyo, "kalo masnya, buka usaha apa?"
"saya serabutan, bu. apa-apa dikerjakan" jawab ayah tyo.
***
Seperginya bapak dan ibu itu, saya dan ayah tyo masih duduk sambil
ngobrol-ngobrol. Ayah tyo heran dengan si ibu. kok ya nanyanya pas
banget. saya di tanya kerja dimana. dan ayah tyo, yang kebetulan bekerja
sendiri, ditanya buka usaha apa. saya mencoba menjawab sekenanya.
mungkin si ibu melihat muka kita. muka orang yang bekerja terlihat lebih
menderita dan tertekan daripada muka orang yang berwirausaha.
Bicara tertekan dan tidak tertekan, saya malah jadi ingat saat
beberapa bulan yang lalu saya memutuskan untuk berhenti bekerja dan
membuka usaha sendiri. Rasanya lebih tertekan daripada bekerja pada
orang lain. Menghitung angsuran yang harus dibayar, menghitung pemasukan
yang tidak pasti, dan tetek bengek lainnya yang sungguh memusingkan.
Saat itu saya merasa bekerja lebih menjanjikan. Setidaknya resiko yang
saya tanggung tidak seberat kalo saya buka usaha sendiri. Dan akhirnya
saya menyerah. Saya kembali bekerja. Meski rasanya ya tetap tertekan
juga. hihihi.
Tapi suatu saat, tentu saja saya akan berusaha sendiri kembali.
Dengan mental, persiapan dan pengalaman yang jauh lebih matang. Suatu
saat, saat saya sedang menunngu pesanan nasi godog saya datang, orang
lain tidak akan bertanya saya kerja dimana, karena muka saya tidak
tertekan lagi. :D
Ayah tyo berhenti sejenak dari menyeruput jeruk hangatnya, dan
tertawa demi mendengar tekad saya. di tengah tawanya ia berkata: amin.
Sama cerita agan dengan ane, ane sebelum kerja ini sempat mencoba peruntungan wirausaha.
BalasHapus