Desember 18, 2008

Desember

Desember = deres-deresing sumber, begitu yang saya curi dengar dari obrolan simbah Kakek saya waktu beliau sedang main catur dengan mbah Kasan, tetangga sebelah rumah, dibawah pohon mangga di pekarangan belakang. Saya ingat, waktu itu saya sedang main pasaran sendirian di sebelah alat-alat cukur mbah kakek saya. Waktu itu saya terus mikir, wah pinter juga orang jawa, jangan-jangan yang kasih nama2 bulan itu orang jawa. Lha wong Simbah Kakek saya tau singkatannya, je. Dan bener pula, pas bulan Desember memang musim hujan. Sumur-sumur penuh. Bahkan saya bisa menjangkau air dari sumur tanpa timba, langsung diambil pake siwur (gayung bertangkai panjang). Sumur-sumur di sawah yang biasanya kering dibulan-bulan sebelumnya, langsung terisi air sampe atas.

Kemudian ada juga lagu yang sering dinyanyikan Yuni Shara, yang bertutur tentang bulan Desember yang kelabu. Saya pikir benar juga, bulan Desember memang selalu kelabu. Lha wong musim hujan. Bunga-bunga Desember warna orange dan merah yang bentuknya bulat gendut juga bermunculan. Saya selalu heran dengan bunga-bunga itu, bagaimana bisa dia tau kalo itu bulan Desember, coba?. Mungkin karena bulan Desember selalu hujan, ya?

Tapi aneh sekali bulan Desember tahun ini. Cuaca panas sekali. Tidak turun hujan juga berhari-hari ini. Pipi saya sampe terasa panas dan pedih setiap kali bermotor disiang hari. Debu-debu beterbangan banyak sekali. Langit hanya sesekali mendung, tampak awan bergulung-gulung disana, tapi malamnya tidak hujan.Paginya juga tidak. Dan siangnya matahari bersinar sangat terik. Padahal, sejak memasuki bulan-bulan berakhiran -ber, saya sudah menyiapkan mantel saya di motor. Tapi sayang, sekarang musim susah sekali di tebak. Mungkin memang bukan orang jawa yang memberi nama2 bulan itu. Karena sekarang simbah kakek saya ternyata salah. Bulan Desember ini sumur di kos saya tetap saja airnya tidak penuh-penuh.

Yang membuat saya salut adalah bunga desember di rumah saya di Kutoarjo tetap saja muncul. Padahal, kata Bulek saya disana juga jarang hujan. Padahal, terakhir saya pulang, saya tidak melihat keberadaan pohon bunga itu. Benar-benar konsisten bunga itu, ya?

Musim yang aneh. Beberapa minggu yang lalu saya sempat berfikir mungkin musim hujan sudah berakhir, eh, tau-tau hujan lagi. Setelah nyicil seneng karena hujan turun,eh, panas lagi. Aneh sekali. Seaneh minyak tanah yang tiba-tiba susah dicari di kampung saya, padahal belum ada pembagian kompor gas gratis. Dan setelah kompor serta tabung gas dibagi, tiba-tiba saja gas susah dicari. Padahal pohon-pohon sudah tidak sebanyak dulu lagi. jadi, dimana kita nanti mencari kayu bakar kalo semuanya menjadi langka?. hehe. kok jadi enggak nyambung gini, ya...

Januari=hujan sehari-hari. Saya juga sempat mendengar itu dari obrolan simbah kakek saya dengan mbah Kasan waktu itu, saat simbah kakek saya masih buka praktek barber di bawah pohon mangga setelah pensiun. Saat beliau sedang main catur dengan mbah Kasan sambil menunggui peralatan cukurnya yang selalu diminyaki seminggu sekali. Padahal, seingat saya, tidak ada yang datang untuk minta cukur pada mbah Kakek saya. Sesekali Simbah saya mencukur rambut Pakde Waris, laki-laki berbrewok yang sering mondar-mandir di kampung saya. Kadang-kadang juga saya yang akan menjadi korbannya, rela dipotong pendek model laki-laki sepanjang karier SD saya. Biar rambutnya ndak menutupi telinga waktu di sekolah katanya. Tenang sekali waktu itu. Dan semua singkatan2 yang Ia katakan rasanya selalu benar. Seperti Sepeda=asepnya tidak ada. Kuping=kaku tur njepiping. Aneh sekali. Saya kok jadi mikir, kira-kira waktu itu simbah Kakek saya ngobrol apa sama mbah Kasan. :)

Well, sebentar lagi Januari. Kita lihat saja, apakah nanti akan ada hujan sehari-hari atau tidak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

monggo......