Juni 05, 2008

Gerbang itu bernama menikah

kalo aku, mei, aku pengenya menikah 1 kali. Menikah itu prosesi sekali seumur hidup. Makanya sekarang aku sedang mendalami ceweku, kita kan enggak bisa sembarangan menentukan seseorang untuk jadi temen selama sisa hidup kita”

Begitu ucapan teman saya, yang pagi itu membangunkan saya jam setengah tujuh pagi dengan dering telpon saya. Dan Ia Cuma ingin bercerita tentang desakan ceweknya untuk segera menikah. Dan saya hanya bisa mendesah resah, sambil mengernyitkan kening, yang saya tau dia tidak akan melihatnya. Oh, sungguh betapa beruntungnya teman saya itu.

Menikah, ummm, saya tidak yakin kalo itu bisa menjadi prosesi sekali seumur hidup. Kita kan enggak tau siapa jodoh kita. Bisa aja orang yang kita nikahi itu bukan jodoh kita, jadi kita harus cepat2 menceraikannya, untuk segera mencari orang lain, sambil menebak-nebak, orang ini jodoh kita bukan, ya?. Terus, bagaimana dengan orang yang enggak nikah?. Atau cewek yang enggak kebagian jatah cowok didunia. Secara, cowok sama cewek, 1 banding 5, kan?. Memang Tuhan enggak menciptkan jodoh untuknya?. Jadi, saya pikir, menikah itu gambling.

Kadang, kalo saya dapet undangan manten dari teman sekampung, yang dapet orang dari lain kota, saya sering bilang gini ke dia, eh, na/ra/ta, kok kamu tega, sih, ninggalin kita yang sudah kamu kenal bertahun-tahun, demi seorang lelaki yang baru kenal beberapa bulan yang lalu?. Dan mereka biasanya bilang gini, Lha dia kan ngasih nafkah sama aku, lha kamu kan enggak. Tapi, nanti kamu kan harus nyiapin bajunya, sarapannya, nuruti semua kata-katanya, membersihkan rumahnya, memberikan anak-anak untuknya, dsb,dsb. Lalu teman saya menjawab lagi. Yah, itu kan memang kewajiban. Jadi menikah itu seperti karyawan dan juragannya? Kamu saya beri nafkah, dan kamu mengurus keperluan saya. Begitu?

Tapi, bener enggak sih, kita butuh menikah?. Bener enggak sih, perempuan selalu membutuhkan lelaki sebagai pelindung? Oh, atau sebagai pencari nafkah? Atau ,pemberi kehangatan kala malam, atau teman sharing saat kita penat, atau phatner untuk meneruskan keturunan kita?. Bukannya kita bisa mendapatkan bukan hanya dari lelaki yang menjadi suami kita?.

Atau, ada juga temen saya yang bilang, gini, manusia itu orangnya super ngeyel, dikasih tau apa aja, juga pasti bawaannya ngeyel, maka timbullah agama itu, a artinya tidak, gama artinya kocar-kacir. Jadi agama itu ada supaya manusia tidak ngeyelan dan kocar-kacir tanpa aturan apapun. Bukankah agama juga mengajarkan reward and punishment? Dimana yang berbuat salah dapat dosa, sedang yang berbuat baik dapat pahala. Dan menurut agama, zina itu dosa, sedang menikah itu ibadah. Maka manusia itu diberi aturan menikah, dan mereka hanya dapat berhubungan suami istri dengan orang mereka nikahi itu. Supaya manusia berbeda dengan anjing, kucing dan hewan lainnya. Dan menikah itu untuk menghindari dosa Zina.

Dan bagi saya, menikah itu seperti sebuah gerbang, Dan kita boleh aja enggak melewatinya. karena hidup itu menurut saya adalah rangkaian-rangkaian, gerbang pilihan. Disetiap gerbang, ada gerbang lainnya, terserah kita mau pilih gerbang yang mana, Gerbang2 itu seperti labirin. Bisa aja saling berhubungan, ada beberapa gerbang yang menjebak, ada juga gerbang yang benar. Nah nanti akan ada suatu masa, kita berhadapan dengan gerbang dengan tulisan menikah diatasnya. Gerbang dengan tulisan itu menikah itu mungkin akan kita dapatkan setelah kita melewati gerbang dengan tulisan “menerima pinangan pacar’,atau ‘menerima perjodohan dari orang tua’, ‘melarikan diri dengan pacar’’, “hamil diluar nikah”, dll, Dan kita tidak harus melewati gerbang itu, karena disamping gerbang menikah, ada lagi gerbang lain, seperti gerbang ‘tolak lamaran”, “melarikan diri dari rumah”, “putus dengan pacar”, “single parent”, Atau bisa aja kita enggak pernah berhadapan dengan gerbang itu karena kita enggak pernah melewati gerbang2 sebelumnya. Mungkin kita tadinya memilih gerbang “hidup selibat”, “gila”, “bunuh diri”. Nanti, kalo kita memilih atau terpaksa memilih, atau dipaksa memilih gerbang dengan tulisan menikah diatasnya, akan ada gerbang2 lain setelah itu, ada gerbang “bertengakar”,, “hamil”. Berhenti kerja”, “Cerai”, “bunuh diri” dan sebagainya2. Habis itu, terserah kita mau melewatinya 1 kali, 2 kali, 3 kali, bahkan seribu kali sekalipun.

Begitulah, Tapi melihat ibu, ayah dan anak2nya kadang membuat saya ngiler dan mupeng. Dan kata-kata “laki-laki yang baik untuk wanita-wanita yang baik, sedang laki-laki yang buruk juga untuk wanita-wanita yang buruk “, benar-benar bisa membuat saya bergidik ngeri.. Entahlah, teman-teman saya sudah akan melewatinya, dan saya bahkan masih jauh dari gerbang-gerbang yang memungkinkan saya untuk menuju gerbang itu. Ah, mungkin saya hanya pesimis…

2 komentar:

  1. wahh..yang jelas saya sebentar lagi mau menikah nih...he..he..

    BalasHapus
  2. menikah,punya anak itu adlh pilihan perempuan bukan beban apa lagi kewajiban sosial.sory aku lom sepat ngasih kabar mek, skrg q msh d madiun
    perempuan bth lelaki sbg pelindung?!byk lelaki yang bikin onar..abiz tu mereka sok mau jd pahlawan dr keonaran yg diciptkn sdri..
    tapi menurutku bayak juga lelaki (manusia) yang baik.Pasti kmu kan menemukannya!semudah u menemukan kawan yg baik.Krn u orgnya ju2r&tulus. Key. Misyu
    Oya, satu lagi. memilih kontapsepsi &mendapatkan pelayanan kshtn rep yang aman dan murah jg hak perempuan.

    BalasHapus

monggo......